Perjanjian Keamanan Bilateral Jadi Titik Balik Hubungan RI-Australia

- Era baru kemitraan keamanan Indonesia–Australia: Perjanjian ditandatangani di Sydney, menandai era baru hubungan kedua negara. Kunjungan Prabowo ke Australia menjadi tindak lanjut pertemuan dengan Albanese di Jakarta.
- Hubungan pasang surut Indonesia-Australia: Hubungan keamanan punya sejarah panjang dan tidak selalu mulus. Dari pembatalan kesepakatan pada 1999 hingga Perjanjian Lombok pada 2006, hubungan kedua negara terus berkembang.
Jakarta, IDN Times - Presiden RI Prabowo Subianto dan Perdana Menteri (PM) Australia Anthony Albanese menandatangani perjanjian keamanan bilateral bersejarah di Sydney, Rabu (12/11/2025). Kesepakatan ini disebut Albanese sebagai titik balik penting dalam hubungan kedua negara.
Perjanjian tersebut memperkuat kerja sama pertahanan dan keamanan antara Indonesia dan Australia, dengan komitmen untuk saling berkonsultasi ketika salah satu negara menghadapi ancaman, serta mempertimbangkan langkah bersama untuk menjaga stabilitas kawasan Indo-Pasifik.
Kesepakatan ini juga menandai peningkatan dari Defence Cooperation Agreement yang ditandatangani tahun lalu, dan dirancang untuk memperkuat komunikasi rutin antara para pemimpin serta menteri kedua negara dalam isu-isu keamanan strategis. Dalam konferensi pers bersama di Sydney, Albanese menyebut langkah ini sebagai simbol kepercayaan dan persahabatan kedua bangsa.
“Hubungan Australia dengan Indonesia didasarkan pada persahabatan, kepercayaan, saling menghormati, dan komitmen bersama untuk perdamaian serta stabilitas kawasan. Perjanjian ini menandai era baru dalam hubungan Indonesia–Australia,” ujarnya.
Presiden Prabowo pun menyambut baik kerja sama baru ini. Ia menggambarkannya sebagai kebijakan bertetangga baik yang berakar pada nilai-nilai budaya Indonesia.
“Dalam budaya kita ada pepatah, saat darurat, tetangga yang akan menolong lebih dulu. Hanya tetangga yang baik yang akan membantu,” kata Prabowo.
1. Era baru kemitraan keamanan Indonesia–Australia

Penandatanganan perjanjian ini dilakukan di sela kunjungan resmi pertama Presiden Prabowo ke Australia sejak dilantik. Acara penyambutan berlangsung megah di Admiralty House, Sydney, dengan iringan dua helikopter militer yang terbang di atas lokasi upacara.
Kunjungan ini juga menjadi tindak lanjut dari pertemuan keduanya di Jakarta pada Mei lalu, di mana Prabowo dan Albanese sepakat memperkuat kemitraan strategis komprehensif yang telah dibangun selama beberapa tahun terakhir. Albanese menyebut, perjanjian ini tidak hanya soal keamanan, tetapi juga soal menjaga status quo di kawasan Indo-Pasifik yang semakin dinamis.
“Ini adalah pengakuan bahwa cara terbaik menjaga perdamaian dan stabilitas adalah dengan bertindak bersama,” ucapnya.
2. Hubungan pasang surut Indonesia-Australia

Hubungan keamanan antara Indonesia dan Australia punya sejarah panjang dan tidak selalu mulus. Kesepakatan pertama di bidang keamanan ditandatangani pada 1995 oleh PM Paul Keating dan Presiden Soeharto, namun dibatalkan oleh Indonesia pada masa krisis Timor Timur 1999.
Hubungan kedua negara mulai membaik setelah tragedi Bom Bali pada 2002 yang menewaskan ratusan warga sipil, termasuk warga Australia. Dari situ lahir Perjanjian Lombok pada 2006, yang kemudian diperluas pada 2014, menjadi dasar kerja sama keamanan modern antara kedua negara.
Kini, dengan munculnya tantangan baru di kawasan Indo-Pasifik, terutama di tengah rivalitas kekuatan besar dunia, baik Indonesia maupun Australia menegaskan pentingnya solidaritas kawasan.
“Perjanjian ini adalah langkah realistis untuk menghadapi masa depan yang penuh ketidakpastian,” ujar seorang pejabat Kementerian Pertahanan RI, dikutip dari ABC News.
Di bawah kepemimpinan Prabowo, Indonesia juga terus menjalin hubungan pertahanan dengan berbagai negara. Tahun lalu, Indonesia melakukan latihan militer dengan Rusia dan Australia secara bersamaan. Pada 2024, Prabowo juga menghadiri parade militer terbesar di China bersama Presiden Xi Jinping dan Presiden Putin.
Indonesia bahkan resmi bergabung dengan BRICS, blok ekonomi yang beranggotakan Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan, yang dianggap sebagai penyeimbang pengaruh G7. Langkah itu menunjukkan arah diplomasi Indonesia yang terbuka dan beragam, tanpa meninggalkan prinsip non-blok yang menjadi fondasi politik luar negeri RI.
3. Kunjungan Prabowo jadi sinyal diplomasi aktif Indonesia

Kunjungan Presiden Prabowo ke Australia menjadi bagian dari rangkaian diplomasi aktif Indonesia sejak ia dilantik. Sebelumnya, Prabowo telah melakukan lawatan kenegaraan ke Yordania, China, Jepang, dan Arab Saudi untuk memperkuat kemitraan strategis Indonesia di berbagai kawasan.
Kunjungan ke Australia kali ini menegaskan posisi Indonesia sebagai kekuatan menengah yang memainkan peran penting dalam menjaga stabilitas kawasan Indo-Pasifik. Prabowo juga disebut akan mendorong peningkatan kerja sama ekonomi, pendidikan, dan ketahanan energi dalam kunjungan ini.
Menteri Luar Negeri RI Sugiono menyebut, “Selain isu keamanan, pembicaraan juga akan mencakup kerja sama ekonomi dan peningkatan hubungan antarmasyarakat yang sudah terjalin lama antara kedua negara.”
Dalam pertemuan bilateral, kedua pemimpin juga dijadwalkan membahas langkah-langkah konkret untuk meningkatkan interoperabilitas militer serta memperkuat rantai pasok strategis antara Indonesia dan Australia.
Dengan ditandatanganinya perjanjian keamanan bilateral ini, hubungan Indonesia dan Australia kini memasuki babak baru. Dari sejarah yang sempat berliku, kini keduanya kembali berdiri berdampingan, sebagai dua negara tetangga yang berkomitmen menjaga perdamaian kawasan.


















