Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Polisi Thailand Bredel Media dan Telegram untuk Sudahi Demonstrasi

Polisi berbaris menghalangi para demonstran di Thailand. Ilustrasi (twitter.com/May Wong)

Jakarta, IDN Times - Kepolisian Thailand melakukan sejumlah langkah yang dianggap membatasi kebijakan pers, demi menyudahi gelombang protes terhadap pemerintah dan monarki. Otoritas terkait tengah menyelidiki empat outlet berita yang dianggap melanggar undang-undang keamanan nasional, dan telah membatasi penggunaan aplikasi Telegram.
 
"Kami menerima informasi dari unit intelijen, yang memberikan perhatian terhadap konten dan informasi menyimpang, yang disebarluaskan sehingga menimbulkan kebingungan dan memicu keresahan masyarakat,” kata Juru Bicara Polisi, Kissana Phathanacharoen, dalam konferensi pers, seperti dilansir Reuters, Senin (19/10/2020).
 
Pengumuman itu memicu kemarahan dari kelompok media yang menuding Perdana Menteri Thailand Prayuth Chan-ocha, menyalahgunakan pers demi mengamankan kekuasaan.

1. Pemerintah bantah tudingan halangi kebebasan pers

Aktivis Demokrasi Thailand berencana berkemah di luar kantor Perdana Menteri. Ilustrasi (twitter.com/May Wong)

Kissana mengatakan, regulator penyiaran dan kementerian digital Thailand akan mengambil tindakan yang sesuai, memastikan bahwa tidak ada kekangan terhadap pers.
 
Sementara itu, Juru Bicara Kementerian Digital Putchapong Nodthaisong mengatakan, pihaknya telah meminta perintah pengadilan untuk menghapus konten dari empat media dan halaman Facebook Free Youth. Sekurangnya ada 300 ribu konten yang dianggap melanggar undang-undang.
 
Sebagai informasi, Thailand memiliki regulasi yang melarang warganya untuk mengunggah konten yang mempengaruhi keamanan nasional, salah satunya adalah kritik terhadap keluarga kerajaan.
 
Kedudukan unggahan yang mengkritik setara dengan pelanggaran atas penyebaran konten perjudian dan pelanggaran hak cipta. Apabila perusahaan tidak kunjung menyetujui permohonan penghapusan konten dari pemerintah, pengadilan akan memberikan denda hingga 200.000 baht atau sekitar Rp94 juta. Dendanya bisa bertambah 5 ribu bath atau sekitar Rp2,3 juta per hari hingga permohonan dipatuhi.

2. Otoritas juga membatasi penggunaan aplikasi telegram

Ilustrasi (IDN Times/Helmi Shemi)

Kepala polisi Suwat Jangyodsuk juga mengatakan, dia telah memerintahkan Kementerian Digital untuk membatasi kelompok Free Youth di Telegram, aplikasi yang digunakan pengunjuk rasa untuk berkoordinasi dalam beberapa hari terakhir.
 
Putchapong menolak untuk menanggapi dokumen yang tersebar perihal permintaan pemerintah kepada penyedia layanan internet dan operator seluler, untuk menangguhkan Telegram sepenuhnya.
 
The Manushya Foundation, kelompok independen yang mengkampanyekan kebebasan online, menyebut tindakan tersebut sebagai upaya untuk membungkam media yang bebas.
 
“Karena pelarangan protes tidak berhasil, pemerintah yang didukung militer berharap menciptakan ketakutan untuk mengatakan yang sebenarnya. Kami mendesak media untuk bebas melawan,” kata Direktur The Manushya Fondation, Emilie Palamy Pradichit.

3. Protes menolak pemerintah dan monarki

Raja Thailand Maha Vajiralongkorn menyapa pendukung kerajaan yang berkumpul di luar Grand Palace untuk memperingati empat tahun meninggalnya raja Bhumibol Adulyadej, di Bangkok, Thailand, Selasa (13/10/2020) (ANTARA FOTO/REUTERS/Jorge Silva)

Selain larangan memuat berita dan mendistribusikan informasi yang mempengaruhi keamanan nasional, sejak Kamis (15/10/2020) lalu, pemerintah juga melarang pertemuan politik yang terdiri lebih dari lima orang.
 
Protes telah berlangsung setiap hari sejak dilarang pada Kamis. Demonstrasi pada Minggu (18/10/2020), menarik puluhan ribu orang di Bangkok dan di seluruh negeri. Polisi memperkirakan lebih dari 20 ribu pengunjuk rasa di ibu kota.  
 
Para pengunjuk rasa menuntut pemecatan Perdana Menteri Prayuth, yang dituduh merekayasa hasil pemilu tahun lalu untuk mempertahankan kekuasaan yang pertama kali direbutnya sejak kudeta 2014. Prayuth bersikeras kemenangannya melalui proses demokrasi yang adil.
 
Para pengunjuk rasa juga semakin vokal dalam menuntut reformasi monarki untuk mengurangi kekuasaan Raja Maha Vajiralongkorn. Tapi istana kerajaan tidak mengomentari protes atau tuntutan pengunjuk rasa. 

Share
Topics
Editorial Team
Sunariyah
EditorSunariyah
Follow Us