Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Presiden Korsel: Bantuan Rusia ke Korut Bentuk Provokasi Langsung

bendera Korea Selatan (unsplash.com/Daniel Bernard)

Jakarta, IDN Times - Presiden Korea Selatan, Yoon Suk Yeol, menegaskan Seoul dan sekutunya tidak akan tinggal diam apabila Rusia terbukti membantu Korea Utara meningkatkan program senjatanya, sebagai imbalan atas bantuan perang di Ukraina.

Dalam pidatonya di Majelis Umum tingkat tinggi PBB pada Rabu (20/9/2023), Yoon mengatakan skenario seperti itu tidak hanya akan mengancam perdamaian dan keamanan di Ukraina, tetapi juga Korea Selatan.

“Adalah sebuah paradoks jika seorang anggota tetap Dewan Keamanan PBB, yang dipercaya sebagai penjaga perdamaian dunia, akan berperang dengan menyerang negara berdaulat lain dan menerima senjata dan amunisi dari rezim yang secara terang-terangan melanggar resolusi Dewan Keamanan PBB,” kata Yoon, dikutip Al Jazeera.

Pernyataan itu dilontarkan Yoon setelah pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un, baru-baru ini kembali ke Pyongyang usai melakukan perjalanan selama seminggu ke Rusia. Di sana, ia dan Presiden Vladimir Putin berjanji untuk meningkatkan kerja sama militer.

1. Program nuklir dan rudal Korut dapat menjadi ancaman terhadap seluruh dunia

Seoul dan Washington telah menyatakan kekhawatirannya bahwa Rusia mungkin berusaha memperoleh amunisi dari Korea Utara, untuk menambah persediaan amunisi yang menipis akibat perang di Ukraina. Sebagai gantinya, Pyongyang mendapatkan bantuan teknologi untuk program nuklir dan rudalnya.

Yoon mengungkapkan program nuklir dan rudal Korea Utara tidak hanya menjadi ancaman nyata bagi Korea Selatan, namun juga bagi perdamaian di kawasan Indo-Pasifik dan seluruh dunia.

“Jika (Korea Utara) memperoleh informasi dan teknologi yang diperlukan untuk meningkatkan kemampuan WMD dengan imbalan mendukung Rusia dengan senjata konvensional, kesepakatan itu akan menjadi provokasi langsung, mengancam perdamaian dan keamanan tidak hanya Ukraina, tetapi juga Republik Korea," kata Yoon.

“Republik Korea, bersama sekutu dan mitranya tidak akan tinggal diam.”

2. Rusia-Korut dituding telah melakukan transaksi militer sebelum pertemuan puncak

Segala kegiatan yang membantu program senjata Korea Utara telah dilarang berdasarkan resolusi Dewan Keamanan PBB. Putin juga mengatakan Rusia, salah satu dari lima anggota tetap Dewan Keamanan, tidak akan pernah melanggar resolusi tersebut.

Namun, hal itu dibantah oleh seorang ajudan presiden Korea Selatan. Ia mengatakan Seoul telah mengamati transaksi militer yang terjadi selama beberapa bulan sebelum pertemuan puncak antara Kim dan Putin.

Sementara itu, juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, pada Rabu mengatakan Rusia ingin memperluas hubungan dengan Korea Utara di semua bidang yang memungkinkan.

3. Korsel dan Barat berencana jatuhkan sanksi ke Korut dan Rusia

Pada Selasa (19/9/2023), wakil Menteri Luar Negeri Korea Selatan, Chang Ho-jin, memanggil duta besar Rusia untuk mendesak Moskow agar menghentikan segala potensi kesepakatan senjata dengan Korea Utara.

Ajudan presiden Korea Selatan mengatakan pihaknya sedang melakukan diskusi dengan Amerika Serikat (AS) dan negara-negara lainnya dalam upaya untuk menjatuhkan sanksi lebih lanjut terhadap Rusia dan Korea Utara.

"Dewan Keamanan terpecah... dan tidak mungkin untuk menyatukan posisi mengenai Rusia di sana, jadi untuk saat ini mungkin ada tindakan kohesif dalam solidaritas kebebasan, mendukung sekutu dan teman," kata pejabat itu.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us