Profil Maia Sandu, Presiden Moldova yang Ingin Keluar dari Orbit Rusia

Jakarta, IDN Times - Moldova sukses menyelenggarakan pilpres putaran kedua pada Minggu (3/11/2024). Di tengah serangkaian insiden dan dugaan intervensi besar-besaran Rusia, calon petahana Maia Sandu akhirnya berhasil memenangkan pilpres dengan perolehan suara 55,3 persen.
Perempuan berusia 52 tahun itu berhasil mengalahkan calon presiden dari Partai Sosialis, Alexandr Stoianoglo yang hanya memperoleh 44,7 persen suara. Meski dikenal pro-Rusia, mantan Jaksa Agung Moldova itu menyuarakan dukungannya terhadap kandidasi Moldova di Uni Eropa (UE).
Keberhasilan Sandu melanjutkan pemerintahannya akan membawa dampak besar pada perjuangan negaranya untuk mendekat ke UE. Berikut profil Maia Sandu yang akan menjabat sebagai pemimpin di Moldova hingga 2028.
1. Menempuh pendidikan S-2 Kebijakan Publik di Universitas Harvard

Maia Sandu lahir di Desa Risipeni, Distrik Falesti, Republik Sosialis Soviet Moldova, Uni Soviet pada 24 Mei 1972. Ia adalah anak dari seorang dokter hewan bernama Grigorie dan ibunya, Emilia, berprofesi sebagai guru musik.
Sandu diketahui mengenyam pendidikan di sekolah lokal di desanya. Pada 1989, ia meninggalkan Risipeni untuk menempuh pendidikan di Akademi Ekonomi Moldova dengan mengambil Fakultas Manajemen.
Pada 1995, ia melanjutkan pendidikannya di Fakultas Administrasi Publik di Chisinau dan memperoleh gelar Master Hubungan Internasional.
Setelah lulus, ia memulai kariernya sebagai seorang ekonom di Kantor Bank Dunia di Chisinau mulai 1998-2005. Sandu kemudian ditunjuk menjadi Kepala Direktorat Jenderal Kebijakan Makroekonomi dan Program Pembangunan di Kementerian Ekonomi dan Perdagangan Moldova selama setahun.
Pada 2006-2009, ia bekerja sebagai konsultan di berbagai proyek di bidang pembangunan pemerintahan dan reformasi administrasi publik. Ia pun mendapat kesempatan besar untuk melanjutkan pendidikan S-2 di Sekolah Administrasi Publik Kennedy, Universitas Harvard dan berhasil lulus pada 2010.
2. Pernah menjabat sebagai Menteri Pendidikan Moldova

Setelah lulus dari Harvard, Sandu mendapat kesempatan besar untuk bekerja sebagai Penasehat Eksekutif Bank Dunia di Washington, Amerika Serikat (AS) selama 2 tahun.
Pada 2012, Sandu dipanggil pulang ke negara asalnya dan diminta menjabat sebagai Menteri Pendidikan Moldova. Selama menjadi menteri, ia memberikan perubahan besar pada sistem pendidikan di negara pecahan Uni Soviet tersebut dengan memperketat kecurangan dalam ujian kelulusan SMA yang marak pada saat itu.
Melansir The Economist, berkat kepemimpinannya, lingkaran korupsi dalam sistem pendidikan Moldova yang melibatkan murid, guru, orang tua, dan pekerja di pekerja di kementerian berhasil diberantas. Namun, hasil itu berdampak pada turunnya angka kelulusan dari 95 persen menjadi 59 persen.
Pada 2014, Sandu mulai masuk ke dunia politik dan bergabung dengan Partai Liberal Demokratik Moldova. Pada Desember 2015, ia akhirnya meluncurkan pergerakan politiknya sendiri yang dijuluki "In step with Maia Sandu" sebagai bentuk perlawanan terhadap korupsi yang mengakar di Moldova.
Pada 2016, Sandu akhirnya mendirikan partai politiknya sendiri, Partai Aksi dan Solidaritas (PAS). Di tahun yang sama, ia kalah dalam pilpres Moldova 2016 oleh calon pro-Rusia, Igor Dodon. Ketika menjabat sebagai ketua partai, ia juga ditunjuk untuk mengisi kursi Perdana Menteri Moldova pada Juni hingga November 2019.
3. Berhasil mengalahkan Igor Dodon di pilpres Moldova 2020

Setelah kalah dalam pilpres 2016, Sandu kembali maju untuk menantang calon petahana Igor Dodon pada pilpres 2020. Ia akhirnya berhasil memenangkan pilpres di tengah masyarakat yang menganut patriarkal dan menjadi presiden perempuan pertama di Moldova.
Melansir TV6 News, selama kampanye, Sandu mendapat kritikan hebat terutama di pedesaan dan pinggiran kota karena faktanya ia tidak menikah dan tidak mempunyai anak. Pandangan tersebut menjadi senjata utama lawannya dan Rusia untuk mencoreng namanya dan menurunkan elektabilitasnya.
Awalnya, Sandu masih mengupayakan hubungan pragmatik dengan Rusia karena membutuhkan pasokan gas alam dan mendekatkan diri dengan Eropa. Setelah Rusia memerangi Ukraina, ia mengupayakan abgar negaranya bergabung dengan UE dan mengurangi ketergantungan dari Rusia.
Di sisi lain, kemenangan Sandu dalam pilpres tahun ini mendapat penolakan dari Rusia. Juru Bicara Kepresidenan Rusia Dmitry Peskov mengklaim pemilu di Moldova tidak berjalan dengan adil dan bebas karena banyak warga Moldova di Rusia yang tidak dapat memilih. Ia menyebut Moskow tidak akan mengakui kemenangan Sandu.