Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Sekitar 225 Orang Mati Kelaparan di Tigray Ethiopia 

ilustrasi kekeringan yang melanda Afrika (unicef.org)
ilustrasi kekeringan yang melanda Afrika (unicef.org)

Jakarta, IDN Times - Lebih dari 200 orang meninggal karena kelaparan sejak Juli di kota Edaga Arbi, di wilayah Tigray, Ethiopia. Sebanyak 16 orang lainnya juga dilaporkan tewas di kota tetangga Adwa.

Ethiopia Utara telah dilanda kekurangan pangan akut sejak pecahnya Perang Tigray pada November 2020, yang menewaskan sekitar 600 ribu orang. Selain konflik tersebut, serangan belalang dan kekeringan yang berkepanjangan di Tanduk Afrika juga telah memperburuk krisis ini.

Para pejabat Tigray memperingatkan, wilayah tersebut kini berada di ambang kelaparan dalam skala yang pernah terjadi pada 1984. Saat itu, sekitar 1 juta orang akibat meluasnya krisis kelaparan.

1. Bantuan datang terlambat

Kelaparan sendiri merupakan topik yang sangat sensitif di Ethiopia. Pemerintah pusat di Addis Ababa menyangkal adanya bencana kelaparan dan menegaskan bahwa pihaknya berupaya memberikan bantuan.

Namun, para petugas medis dan aktivis kemanusiaan mengatakan bahwa penyaluran bantuan cukup lambat, sehingga membuat mereka tidak berdaya untuk menyelamatkan nyawa.

"Sebagai seorang dokter, saya menyaksikan kematian tanpa henti. Memiliki pengetahuan dan keterampilan tetapi tidak punya sarana untuk membantu masyarakat adalah hal yang sia-sia," kata Desta Kahsay di kota Shire, dikutip BBC.

Ia menggambarkan kondisi tersebut seperti hari kiamat, dengan banyak orang mati sia-sia karena hal yang sebenarnya bisa dicegah. Sebagian besar dari mereka yang meninggal adalah anak-anak dan remaja.

Kahsay khawatir banyak orang kini mulai putus asa.

“Orang-orang telah menerima duka dan pemakaman setiap hari, dan mereka memahami bahwa mereka ditakdirkan untuk mati," tambahnya.

2. Hampir 1.500 orang mati kelaparan di Tigray saat bantuan pangan ditangguhkan tahun lalu

Warga Tigray, Abrehet Kiros mengaku rutin memeriksa tetangganya yang lanjut usia dan hidup sebatang kara, setelah ditinggal mati cucunya dalam perang saudara baru-baru ini.

“Semua orang di sini miskin, kami semua menghadapi kelaparan. Kami meminta semua orang yang mampu untuk mendukung kami,” katanya kepada saluran TV regional.

Abrehet Kiros mengungkapkan bahwa kehidupan di distrik Degua Temben sangat memprihatinkan setelah program Pangan Dunia (WFP) dan Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID) menemukan dugaan penjarahan bantuan pangan pada musim semi lalu. Akibatnya, mereka menangguhkan bantuan ke Ethiopia selama berbulan-bulan, sebelum kemudian melanjutkannya kembali pada Desember.

Hampir 1.500 orang dilaporkan meninggal akibat kelaparan di Tigray selama periode tersebut.

3. Setengah juta orang bisa mati kelaparan jika tidak ada tindakan segera

Menurut perkiraan PBB, ada 20 juta orang yang membutuhkan bantuan makanan di Ethiopia akibat konflik, kekeringan, dan banjir.

Pada pertengahan 2024, Jaringan Sistem Peringatan Dini Kelaparan memperkirakan bahwa krisis pangan akan menjadi keadaan darurat nasional. Kondisi ini berdampak pada wilayah utara Amhara yang dilanda perang, sebagian wilayah selatan Ethiopia, dan Tigray.

Analis Alex de Waal mengatakan, ada banyak faktor yang membuat situasi di Tigray sangat buruk.

"Negara ini belum pulih dari perang, perampasan dan penghancuran aset yang mengerikan, perpindahan massal, kegagalan membayar gaji, kehancuran lapangan kerja. Dan yang lebih penting lagi, terjadi kekeringan yang parah," kata de Waal.

"Kita bisa melihat setengah juta orang atau lebih meninggal karena kelaparan di tahun mendatang – jika tidak ada tindakan segera," tambahnya. 

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Fatimah
EditorFatimah
Follow Us