Selewengkan Dana Bantuan Ebola, Pemerintah Sierra Leone Dituntut Warga

Dua orang yang selamat dari wabah Ebola menuntut pemerintah Sierra Leone agar menjelaskan ke mana jutaan dolar dana bantuan internasional untuk mengatasi wabah mematikan tersebut di pengadilan internasional.
Dilansir oleh The Guardian, kasus tersebut diajukan ke pengadilan regional Afrika Barat di Nigeria, dengan tuduhan pemerintah Sierra Leone kurang bertanggung jawab dan tidak memiliki transparansi atas dana tersebut.
Hal tersebut kemudian berimbas pada hilangnya hampir sepertiga dari uang yang masuk ke Sierra Leone selama bulan-bulan pertama merebaknya wabah Ebola pada tahun 2014. Lebih jauh, dinyatakan bahwa penyelewengan bantuan adalah pelanggaran hak korban terhadap kesehatan dan kehidupan.
Sebuah audit selama enam bulan pertama wabah menunjukkan bahwa dana sebesar 15 juta dolar AS (Rp 195 milyar), 30% dari total sumbangan yang masuk, hilang tanpa kejelasan.
1. Salah satu pusat karantina penderita Ebola di Sierra Leone pada November 2014. Sierra Leone adalah negara dengan jumlah korban meninggal terbanyak yaitu mencapai hampir 4 ribu orang

Lara Taylor-Pearce, kepala auditor pemerintah Sierra Leone, mengatakan dalam sebuah wawancara dengan Africa Research Institute pada bulan November lalu bahwa keadilan dibutuhkan untuk orang-orang Sierra Leone atas jutaan dolar yang hilang.
"Untuk pelanggaran serius terhadap prosedur manajemen keuangan, saya akan mendukung pemaksaan kepada orang yang bertanggung jawab untuk mengganti rugi. Kembalikan uangnya. Itu akan menjadi pesan yang kuat. Tapi saat ini, hal itu tidak terjadi. Orang yang melakukan pelanggaran selalu lolos,” ujarnya.
Di Sierra Leone terjadi lebih dari 14 ribu kasus Ebola selama dua tahun, di mana 3.956 orang meninggal dunia. Pejabat negara tersebut pernah menjanjikan jaminan kesehatan gratis dan sedikit bantuan uang bagi orang yang selamat, sementara pekerja kesehatan yang selamat dijanjikan akan menerima uang sampai 5.000 dolar AS (Rp 65 juta).
2. Para petugas kesehatan sedang bersiap mengubur seorang korban virus Ebola yang tewas pada Juli 2014. Di Sierra Leone, 250 awak medis juga tewas akibat terpapar virus dari orang-orang yang mereka rawat

Namun presiden Asosiasi Sierra Leone untuk Orang-orang yang Selamat dari Ebola (Sierra Leone Association for Ebola Survivors), Yusuf Kabbah, mengatakan bahwa janji tersebut tidak pernah dilaksanakan.
"Saat kami dirawat di pusat karantina, mereka membakar semua pakaian kami dengan alasan untuk melawan virus tersebut, serta menjanjikan uang untuk pengobatan. Mereka berjanji kepada kami bahwa setelah semua kembali normal, mereka menyediakan tiga hal: mata pencaharian, perawatan kesehatan, dan dukungan psikososial," kata Kabbah.
"Kini anggota kami sekarat karena mereka tidak memiliki hal-hal yang dijanjikan itu."
3. Presiden Ernest Bai Koroma terpampang dalam iklan layanan masyarakat di Freetown yang merupakan ibukota Sierra Leone. Iklan tersebut berisi himbauan agar masyarakat berhenti menjauhi dan memberi stigma negatif terhadap para korban Ebola yang selamat

Dana bantuan dikucurkan atas alasan lambannya organisasi internasional, termasuk WHO, merespon wabah Ebola yang menewaskan hampir 11 ribu orang di Sierra Leone, Guinea dan Liberia di tahun 2014-2016.
Palang Merah Internasional bulan November lalu mengakui bahwa sekitar 5 juta dolar AS (Rp 65 milyar) dari dana bantuan mereka hilang karena “salah urus”.
Kabbah mengatakan bahwa ada bukti fisik yang lebih dari cukup untuk mendukung tuduhan yang diajukan oleh korban selamat, namun perlu perhatian internasional untuk memastikan agar pemerintah menangani kasus penggelapan dana bantuan tersebut secara serius.
Beberapa pengamat politik di Sierra Leone khawatir bahwa pejabat pemerintah memilih untuk tidak mengakui vonis yang dijatuhkan, bahkan jika keputusan dibuat untuk membela kepentingan para korban Ebola.