Senegal Pulangkan 117 Warganya dari Lebanon

Jakarta, IDN Times - Hussein Hachem langsung memeluk putrinya setelah ia mendarat di bandara Senegal. Mariam, yang berusia 11 tahun, termasuk di antara 117 warga Senegal yang dipulangkan dari Lebanon melalui penerbangan repatriasi oleh pemerintah. Kakak laki-lakinya tewas setelah rumah mereka dihantam oleh serangan udara Israel.
"Saya kehilangan segalanya. Saya kehilangan putra saya. Saya kehilangan rumah saya. Semua impian saya," kata Hachem di luar Bandara Internasional Leopold Sedar Senghor pada Sabtu (19/10/2024) malam.
“Kami mempunyai seorang putra berusia 14 setengah tahun yang menghilang begitu saja. Sepuluh menit sebelumnya, saya berbicara dengannya. 'Halo?' Dia berkata, 'Ayah, Ayah akan menjemputku?' Saya mengatakan kepadanya 'ya. Sepuluh menit kemudian, mereka menelepon saya: 'tidak ada lagi rumah, tidak ada lagi putra'," tambahnya.
Terletak di Afrika Barat, Senegal menampung banyak komunitas diaspora Lebanon. Negara ini juga memiliki hubungan sejarah dengan Lebanon serta Palestina.
1. Senegal kecam agresi militer Israel
Dilansir dari Reuters, Menteri Luar Negeri Senegal, Yassine Fall, megutuk agresi militer Israel di Lebanon. Ia mengatakan bahwa ada sekitar 1.000 warga negara Senegal di Lebanon. Beberapa di antaranya telah meninggalkan negara itu sebelum dilakukannya penerbangan repatriasi.
“Senegal, tentu saja, mengutuk pemboman tentara Israel di Lebanon, pemboman warga sipil, penghancuran infrastruktur,” kata Menteri Luar Negeri Senegal, Yassine Fall, pada Sabtu malam.
Ia juga menyoroti hubungan jangka panjang negaranya dengan Palestina, yang dimulai sejak 1975 ketika Senegal memimpin Komite PBB untuk Pelaksanaan Hak-Hak Asasi Rakyat Palestina yang Tak Dapat Dicabut.
"Kami sangat kecewa melihat dunia menyaksikan genosida terjadi di depan mata kami, anak-anak dibunuh, ditembak di kepala, rumah sakit dibom, orang sakit tidak bisa dievakuasi, orang-orang di kamp pengungsi yang tidak berperang, yang merupakan warga sipil, cacat dan terbunuh," katanya, mengacu pada perang antara Israel dan Hamas di Gaza.
“Jadi Senegal, dan negara-negara lain, kami benar-benar mengutuk hal ini dan menyebutnya apa adanya: ini adalah genosida," tambahnya.
2. Warga lakukan protes di Dakar
Israel telah membantah segala tuduhan genosida, termasuk dalam kasus yang diajukan Afrika Selatan di Mahkamah Internasional (ICJ). Mereka berdalih bahwa tindakan mereka merupakan bentuk pembelaan diri terhadap serangan Hamas di Israel pada 7 Oktober 2023, yang menyebabkan 1.200 orang tewas dan sekitar 250 lainnya disandera. Agresi militer Israel telah menewaskan lebih dari 42 ribu warga Palestina di Gaza.
Sebelumnya pada Sabtu, para demonstran menggelar demonstrasi di ibu kota Senegal, Dakar, untuk memprotes tindakan Israel di Gaza dan Lebanon. Mereka juga menyerukan aksi dari komunitas internasional untuk menghentikan kekerasan tersebut dan mengkritik apa yang mereka anggap sebagai perlakuan tidak setara terhadap Israel di forum-forum global.
3. Israel tetap lanjutkan perang usai kematian Yahya Sinwar
Israel telah meningkatkan operasi militernya, baik di Gaza maupun Lebanon, beberapa hari setelah terbunuhnya pemimpin Hamas, Yahya Sinwar.
Menjelang pemilu Amerika Serikat (AS), para pejabat, diplomat, dan sumber-sumber lainnya di kawasan tersebut mengatakan bahwa Israel berupaya melakukan operasi militer untuk melindungi perbatasannya dan memastikan musuh-musuhnya tidak dapat berkumpul kembali.
Israel juga sedang mempersiapkan pembalasan atas serangan rudal Iran bulan ini, meski Washington telah mendesaknya untuk tidak menyerang fasilitas energi atau situs nuklir Iran.
Pada Minggu (20/10/2024) pagi, Israel mengumumkan bahwa mereka telah menyerang markas intelijen Hizbullah dan pabrik senjata bawah tanah di Beirut. Pesawat tempur Israel juga dilaporkan membunuh tiga komandan Hizbullah.
Kelompok yang didukung Iran itu belum memberikan komentar mengenai serangan tersebut, tetapi mengatakan bahwa mereka telah meluncurkan rudal ke arah pasukan Israel di Lebanon dan sebuah pangkalan di Israel utara.
Sementara itu, Kementerian Kesehatan di Gaza melaporkan bahwa sedikitnya 87 orang tewas atau hilang akibat serangan Israel di kota Beit Lahiya, Gaza utara, pada Sabtu. Peristiwa itu terjadi dua minggu setelah dimulainya serangan besar-besaran di sekitar Jabalia, tepat di selatan Beit Lahiya, di mana Israel mengatakan bahwa pasukannya berusaha membasmi sisa-sisa pejuang Hamas.