Tahanan Palestina Alami Kekerasan dan Penghinaan sebelum Pembebasan

- Tahanan Palestina yang dibebaskan oleh Israel terlihat kelelahan dan kekurangan gizi.
- Pihak berwenang Israel membebaskan 90 tahanan, termasuk perempuan dan anak-anak, setelah kesepakatan gencatan senjata.
- Penjara-penjara Israel terkenal dengan perlakuan buruk terhadap tahanan Palestina, termasuk penyiksaan hingga kematian.
Jakarta, IDN Times - Kondisi para tahanan Palestina yang dibebaskan oleh Israel pada Senin (20/1/2025), memprihatinkan. Mereka terlihat kelelahan, kekurangan gizi, dan dalam beberapa kasus, tampak jauh berbeda dengan penampilan mereka sebelum masuk ke penjara Israel.
Pihak berwenang Israel di Tepi Barat yang diduduki telah membebaskan 90 tahanan, termasuk perempuan dan anak-anak, dalam gelombang pembebasan pertama setelah kesepakatan gencatan senjata berlaku pada Minggu (19/1/2025).
Khalida Jarrar, tokoh penting dalam Front Populer untuk Pembebasan Palestina (PFLP) yang berhaluan kiri, keluar dari penjara dengan rambut yang memutih. Perempuan berusia 61 tahun ini, yang juga anggota parlemen, feminis, dan pembela hak-hak tahanan, telah ditahan dalam penahanan administratif, sebuah kebijakan yang memungkinkan pihak berwenang Israel untuk menahan individu tanpa dakwaan atau pengadilan, sejak 26 Desember 2023.
Menurut Klub Tahanan Palestina, ia dipindahkan ke sel isolasi pada Agustus 2024 dan ditahan selama 6 bulan di sel berukuran 1x1,5 meter di penjara Ayalon (Ramla).
1. Kondisi kehidupan di penjara Israel sangat tidak manusiawi
Menurut politisi Palestina Hanan Ashrawi, semua tahanan yang dibebaskan pada Senin telah mengalami perlakuan buruk, termasuk kekerasan verbal dan fisik, perampasan hak dan isolasi.
“Penjara Israel terkenal karena kekerasan dan penyiksaan terhadap tahanan Palestina. Kami bergembira atas pembebasan para tawanan perempuan dan anak-anak kami, dan menantikan pembebasan 11 ribu tahanan lainnya. Kebebasan sangat berharga,” katanya dalam sebuah pernyataan di media sosial X.
Ablaa Sadaat, yang ditahan di penjara Ofer dalam penahanan administratif, menyebut kondisi kehidupan di penjara Israel benar-benar tidak manusiawi.
“Dari kurangnya makanan dan perawatan medis, hingga perlakuan terhadap (tahanan), sungguh mengerikan. Mereka berusaha menghancurkan rasa percaya diri para tahanan, dan membuat kami merasa lebih rendah dari mereka dan bahwa mereka lebih tinggi serta memiliki otoritas atas kami. Mereka mencoba menghancurkan rasa percaya diri dan harga diri kami,” kata Sadaat kepada Middle East Eye.
Hanya seminggu setelah penahanannya, Sadaat mengungkapkan bahwa ia dibawa untuk diinterogasi dengan dalih pemeriksaan medis, di mana ia dituduh mengancam keamanan penjara dan Israel secara keseluruhan. Ia kemudian diisolasi selama 2 minggu di dalam sel berukuran 2x2 meter.
“Mereka biasa menyemprotkan gas ke dalam sel penjara sebelum merantai dan menutup mata kami, dan memaksa kami berlutut di ruang sidang penjara,” terangnya. Ia menambahkan bahwa penyiksaan semakin meningkat setelah serangan yang dipimpin Hamas di Israel pada 7 Oktober 2023.
2. Para tahanan perempuan sempat disiksa sebelum dibebaskan
Hari-hari menjelang Senin menjadi hari-hari yang sangat sulit bagi mereka yang dibebaskan. Yasmine Abu Surur mengatakan bahwa mereka diisolasi sepenuhnya seminggu sebelum kesepakatan gencatan senjata diberlakukan.
“Kami sudah seminggu tidak mendapat kabar, dan kami tidak tahu apa yang terjadi di luar. Hingga Minggu pagi, kami tidak yakin ini adalah hari kebebasan,” ujarnya.
Amal Shujaiya dari Ramallah mengatakan bahwa mereka dipaksa menjalani pemeriksaan tubuh setiap hari, penggeledahan ruangan, diberikan sedikit makanan, dan tidak mendapatkan perawatan medis.
“Ini tidak mudah, dan masalah pelanggaran privasi tahanan perempuan ini harus disoroti, karena hal ini menyebabkan kerugian besar bagi kami,” katanya kepada wartawan usai dibebaskan.
Raghad Amr, perempuan berusia 23 tahun dari Hebron, menceritakan bahwa beberapa jam sebelum pembebasan mereka, para tahanan perempuan mengalami penyiksaan, pemukulan dan penghinaan oleh petugas Israel.
"Tahanan Israel dikatakan dalam kondisi baik dan bahkan diberikan hadiah. Sementara kami diseret dengan rambut kami, dipukuli, dihina. Saya tidak akan pernah melupakan perbandingan ini antara satu pihak dan pihak lainnya," katanya, membandingkan kondisi para sandera Israel yang dibebaskan oleh Hamas pada Minggu.
3. Israel tidak akan ubah kondisi penahanan di penjara mereka
Penjara-penjara Israel terkenal dengan perlakuan buruknya terhadap para tahanan Palestina. Badan-badan PBB, penyelidik dan organisasi hak asasi manusia telah mendokumentasikan penangkapan sewenang-wenang, perlakuan yang tidak manusiawi dan merendahkan martabat, penyiksaan dan kematian warga Palestina dalam tahanan Israel.
Pada April 2024, Adnan al-Bursh, kepala ortopedi di Rumah Sakit Al-Shifa di Kota Gaza, meninggal di Penjara Ofer Israel. Keluarganya mengatakan bahwa Bursh disiksa hingga tewas.
“Pembebasan tahanan Palestina, termasuk perempuan dan anak-anak, tidak berarti bahwa kondisi penahanan telah berubah. Negosiator Israel bersikeras bahwa tidak ada yang akan berubah di dalam penjara-penjara Israel,” kata Basil Farraj, asisten profesor di Universitas Birzeit, kepada Al Jazeera.
Menurutnya, sistem penahanan ini bertujuan menghancurkan tahanan Palestina, dengan cara menghancurkan semangat dan jiwa mereka.
"Ini sebenarnya sangat mengkhawatirkan, dan ini menjelaskan mengapa keluarga-keluarga berkumpul untuk menerima orang-orang tercinta mereka karena mereka tahu neraka yang telah dialami oleh para tahanan itu sangat brutal," tambah Farraj.