Menlu Israel: Kesepakatan Gencatan Senjata di Gaza Berbiaya Tinggi

- Menteri Luar Negeri Israel menyatakan gencatan senjata di Gaza dan kesepakatan pertukaran tahanan dengan Hamas menimbulkan biaya tinggi bagi Israel.
- Israel berkomitmen untuk memulangkan sandera dan membubarkan Hamas, namun gencatan senjata bersifat sementara dan tidak akan dinegosiasikan hingga hari ke-16 kesepakatan.
- Hamas telah membebaskan tiga tawanan Israel sebagai bagian dari perjanjian gencatan senjata tahap pertama, namun masih banyak yang ditawan di Gaza.
Jakarta, IDN Times - Menteri Luar Negeri (Menlu) Israel, Gideon Sa'ar mengatakan bahwa gencatan senjata di Gaza dan kesepakatan pertukaran tahanan dengan Hamas telah menimbulkan biaya tinggi bagi Israel.
Sa'ar mengklaim bahwa kekuasaan Hamas di Gaza menimbulkan ancaman signifikan terhadap keamanan Israel dan rakyat Palestina.
"Tidak akan ada perdamaian, stabilitas, dan keamanan di masa depan bagi kedua belah pihak, jika Hamas tetap berkuasa di Gaza," ujarnya dalam jumpa pers di Yerusalem pada Minggu (19/1/2025), dikutip dari Anadolu Agency.
1. Ambisi Israel untuk menyingkirkan Hamas
Sa'ar menuturkan bahwa Israel berkomitmen untuk mencapai tujuannya dalam perang Gaza, termasuk memulangkan sandera dan membubarkan Hamas. Namun, menurutnya meski Israel belum berhasil sepenuhnya menyingkirkan Hamas, pihaknya telah membuat kemajuan dalam melemahkan kelompok tersebut.
"Gencatan senjata ini bersifat sementara dan gencatan senjata yang lebih permanen tidak akan dinegosiasikan hingga hari ke-16 kesepakatan," sambungnya.
Menlu Israel tersebut memperingatkan bahwa jika kesepakatan yang memuaskan tidak tercapai, termasuk penarikan Hamas dan pengembalian semua tawanan Israel, maka Tel Aviv akan melanjutkan perangnya di Gaza.
2. Pembebasan tawanan Palestina dan Israel
Dilansir Associated Press, tiga tawanan Israel, Romi Gonen, Emily Damari, dan Doron Steinbrecher, telah dibebaskan dari Gaza oleh Hamas. Menurut dokter Israel, ini sebagai bagian dari perjanjian gencatan senjata tahap pertama dan mereka dalam keadaan sehat.
Mereka bertiga adalah yang pertama di antara 33 sandera Israel yang akan dibebaskan dalam enam minggu mendatang berdasarkan kesepakatan yang mencakup jeda pertempuran, pembebasan hampir 2 ribu tahanan Palestina, dan peningkatan pengiriman bahan bakar dan bantuan untuk Gaza.
Meski begitu, masih banyak yang mempertanyakan mengenai nasib hampir 100 orang lainnya yang diculik dalam serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, yang masih ditawan di Gaza
Sementara itu, pasukan Israel membebaskan 90 warga Palestina yang ditahan di penjara Ofer, dekat kota Ramallah di Tepi Barat. Mereka yang dibebaskan adalah wanita atau remaja, yang telah ditahan atas apa yang disebut Israel sebagai pelanggaran yang terkait dengan keamanannya. Hal ini mulai dari melempar batu dan mempromosikan kekerasan di media sosial hingga tuduhan yang lebih serius, seperti percobaan pembunuhan.
Banyak di antara mereka yang dibebaskan mengungkapkan kegembiraan bercampur duka atas kehancuran yang ditimbulkan perang di Gaza. Salah satu dari mereka adalah Khalida Jarrar, 62 tahun, yang merupakan anggota terkemuka Front Populer untuk Pembebasan Palestina. Sejak penangkapannya pada akhir 2023, ia ditahan di bawah penahanan administratif yang dapat diperpanjang tanpa batas waktu, yakni sebuah praktik yang banyak dikritik yang digunakan oleh Israel terhadap warga Palestina.
"Ada perasaan ganda yang sedang kita alami, di satu sisi perasaan kebebasan yang membuat kita berterima kasih kepada semua orang, dan di sisi lain rasa sakit karena kehilangan begitu banyak martir Palestina," ujarnya.
3. Gencatan senjata Israel-Hamas yang dimulai pada 19 Januari 2025
Pembebasan sandera dan tahanan berikutnya akan dilakukan pada 25 Januari mendatang. Dalam waktu dua minggu, pembicaraan akan dimulai pada tahap kedua perjanjian gencatan senjata yang jauh lebih menantang.
Gencatan senjata antara Israel dan Hamas mulai berlaku pada Minggu (19/1/2025), dan memunculkan harapan sederhana untuk mengakhiri perang. Langit di atas Gaza dan Israel pun hening untuk pertama kalinya setelah 15 bulan, dan warga Palestina mulai kembali ke rumah-rumah yang tersisa yang mereka tinggalkan di daerah kantong yang dilanda perang, mulai memeriksa kerabat yang ditinggalkan, hingga menguburkan orang yang meninggal.
Setelah berbulan-bulan pembatasan ketat Israel, lebih dari 600 truk yang membawa bantuan kemanusiaan meluncur ke wilayah Gaza. Al Jazeera melaporkan, perang Israel di Gaza telah menewaskan 47.107 warga Palestina dan melukai 111.147 orang sejak Oktober 2023.