Trump Tidak Yakin Gencatan Senjata di Gaza Akan Bertahan Lama

- Presiden AS Donald Trump meragukan keberlangsungan gencatan senjata antara Israel dan Hamas di Gaza
- Gencatan senjata dimulai pada Minggu (19/1/2025), dengan rencana pemulangan 33 sandera dari Gaza dan pencabutan sanksi terhadap pemukim Israel di Tepi Barat
- Otoritas Palestina memperingatkan bahwa pencabutan sanksi terhadap pemukim akan menyebabkan peningkatan kekerasan terhadap warga Palestina
Jakarta, IDN Times - Presiden AS Donald Trump mengungkapkan bahwa ia tidak yakin gencatan senjata antara Israel dan Hamas di Gaza akan bertahan lama. Hal itu disampaikannya saat menandatangani serangkaian perintah eksekutif, beberapa jam setelah pelantikannya pada Senin (20/1/2025).
"Itu bukan perang kita; itu perang mereka. Tetapi saya tidak yakin," katanya, menjawab pertanyaan jurnalis tentang kesepakatan gencatan senjata yang mulai berlaku pada akhir pekan.
“Gaza seperti tempat penghancuran besar-besaran. Tempat itu benar-benar harus dibangun kembali dengan cara yang berbeda," tambahnya.
1. Implementasi dari kesepakatan gencatan senjata akan berlangsung di bawah pemerintahan Trump
Gencatan senjata di Gaza dimulai pada Minggu (19/1/2025), menghentikan konflik selama 15 bulan yang telah menewaskan hampir 47 ribu warga Palestina. Konflik ini bermula setelah Hamas melancarkan serangan ke Israel pada 7 Oktober 2023, yang menewaskan 1.139 orang dan mengakibatkan lebih dari 200 lainnya disandera.
Meskipun sebagian besar kesepakatan antara Israel dan Hamas dinegosiasikan di bawah pemerintahan Joe Biden, pelaksanaannya akan berlangsung di bawah pemerintahan Trump. Utusannya untuk Timur Tengah, Steve Witkoff, turut serta dalam perundingan yang dimediasi di Qatar.
Jika semuanya berjalan sesuai rencana, selama tahap pertama gencatan senjata yang berlangsung selama 6 minggu, sebanyak 33 sandera akan dipulangkan dari Gaza dengan imbalan sekitar 1.900 tahanan Palestina. Selama 6 minggu tersebut, pihak-pihak yang terlibat diharapkan untuk merundingkan gencatan senjata permanen.
2. Trump cabut sanksi yang dijatuhkan oleh Biden terhadap pemukim Israel di Tepi Barat
Dalam langkah awalnya sebagai presiden, Trump mencabut sanksi terhadap pemukim Israel di Tepi Barat yang sebelumnya diterapkan oleh pemerintahan Biden terkait serangan terhadap warga Palestina. Sanksi tersebut membekukan aset-aset mereka di AS dan melarang warga Amerika berurusan dengan mereka.
Sejak dimulainya perang di Gaza pada Oktober 2023, ratusan warga Palestina telah terbunuh akibat serangan pemukim dan tentara Israel di Tepi Barat
Dilansir Middle East Eye, Otoritas Palestina (PA), pada Selasa (21/1/2025), memperingatkan bahwa pencabutan sanksi terhadap pemukim akan menyebabkan peningkatan kekerasan terhadap warga Palestina.
“Pencabutan sanksi terhadap pemukim ekstremis mendorong mereka melakukan lebih banyak kejahatan terhadap rakyat kami,” kata Kementerian Luar Negeri Palestina dalam sebuah pernyataan, merujuk pada serangan baru-baru ini yang dilakukan oleh pemukim di seluruh Tepi Barat yang menyebabkan 21 orang terluka.
3. Lebih dari 2.400 truk bantuan masuk ke Gaza
Sementara itu, Abdul Rabbo, seorang pengungsi di Gaza, mengatakan bahwa ia berharap gencatan senjata akan tetap berlaku dengan atau tanpa dukungan Trump, dan meminta agar pemerintah dunia turut membantu menjaga ketenangan ini.
Di Gaza selatan, Ammar Barbakh menghabiskan malam pertama gencatan senjata di tenda di atas reruntuhan rumahnya.
“Ini pertama kalinya saya tidur dengan nyaman dan saya tidak takut. Perasaan yang indah dan saya berharap gencatan senjata terus berlanjut," ujar pria berusia 35 tahun itu.
Dilansir Reuters, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan bahwa hampir 900 truk bantuan kemanusiaan memasuki Jalur Gaza pada Selasa (21/1/2025). Dengan jumlah ini, total truk yang telah memasuki wilayah tersebut sejak Minggu mencapai lebih dari 2.400 truk.
Qatar, yang memainkan peran penting dalam negosiasi gencatan senjata, mengatakan bahwa 12,5 juta liter bahan bakar akan masuk ke Gaza selama 10 hari pertama.