Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Trump Undang Presiden Suriah ke Gedung Putih, Perdana dalam 2 Dekade

IMG_1919.jpeg
Presiden AS Donald Trump undang Presiden interim Suriah Ahmad al-Sharaa. (Yonhap)
Intinya sih...
  • Ahmad al-Sharaa, Presiden Suriah, akan kunjungi Gedung Putih untuk pertama kalinya dalam 2 dekade.
  • Penandatanganan perjanjian kerja sama anti-ISIS menjadi agenda utama kunjungan ini.
  • Pertemuan Trump-al-Sharaa terjadi di tengah situasi rapuh di Timur Tengah, meski Israel dan Hamas telah menandatangani gencatan senjata.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Presiden Amerika Serikat (AS0 Donald Trump akan menerima Presiden Suriah Ahmad al-Sharaa di Gedung Putih pada 10 November mendatang. Pertemuan ini akan menjadi kunjungan pertama seorang pemimpin Suriah ke Washington dalam sejarah modern AS.

Seorang pejabat pemerintahan AS mengatakan, kunjungan ini belum diumumkan secara resmi, tetapi persiapan sudah dilakukan sejak awal bulan. Pertemuan tersebut diharapkan menjadi langkah diplomatik besar antara dua negara yang selama puluhan tahun berada di sisi berlawanan dalam berbagai konflik.

Trump dan al-Sharaa sebelumnya sempat bertemu di Arab Saudi pada Mei lalu, dalam pertemuan Dewan Kerja Sama Teluk (GCC). Momen itu menjadi pertemuan pertama antara pemimpin Suriah dan AS dalam 25 tahun terakhir.

Selama ini, Suriah berjuang keluar dari bayang-bayang isolasi internasional setelah lebih dari setengah abad dikuasai oleh keluarga Assad. Pemerintahan baru al-Sharaa menandai era baru bagi negara tersebut, dengan fokus pada rekonsiliasi dan normalisasi hubungan luar negeri.

Menurut sumber di Washington, al-Sharaa dijadwalkan menandatangani kesepakatan bergabung dengan koalisi pimpinan AS untuk memerangi ISIS. Langkah ini dipandang sebagai sinyal perubahan arah kebijakan luar negeri Suriah menuju kerja sama internasional yang lebih luas.

Kunjungan ini juga bertepatan dengan upaya AS mendorong stabilitas di Timur Tengah, setelah Israel dan Hamas mulai melaksanakan gencatan senjata dan perjanjian pertukaran sandera di Gaza awal bulan ini.

1. Dari musuh Amerika jadi tamu kehormatan di Washington

Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed Bin Salman, Presiden AS Donald Trump dan Presiden Suriah Ahmed al-Sharaa. (White House, Public domain, via Wikimedia Commons)
Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed Bin Salman, Presiden AS Donald Trump dan Presiden Suriah Ahmed al-Sharaa. (White House, Public domain, via Wikimedia Commons)

Ahmad al-Sharaa yang dikenal dengan nama samaran Abu Mohammed al-Golani, dan pernah memiliki hadiah buruan sebesar 10 juta dolar AS dari Washington. Ia bahkan sempat dipenjara oleh pasukan Amerika di Irak karena keterlibatannya dengan kelompok al-Qaida.

Namun, setelah konflik Suriah berakhir dan rezim Assad runtuh, al-Sharaa naik ke tampuk kekuasaan dengan janji reformasi politik dan ekonomi. Ia menekankan pentingnya menutup masa lalu kelam dan membangun hubungan baru dengan dunia Barat.

Dalam pertemuan di Arab Saudi, Trump dan al-Sharaa membahas kerja sama keamanan serta stabilisasi regional. Pertemuan itu menandai titik balik diplomasi antara Washington dan Damaskus yang sempat beku selama lebih dari dua dekade.

“Pertemuan ini adalah simbol bahwa tidak ada musuh abadi dalam politik. Yang ada hanyalah kepentingan yang terus berubah,” kata seorang pejabat senior Departemen Luar Negeri AS, dikutip dari The Korea Herald, Minggu (2/11/2025).

Jika kunjungan ke Gedung Putih terealisasi, al-Sharaa akan menjadi pemimpin Suriah pertama yang bertemu presiden AS sejak Hafez Assad bertemu Bill Clinton di Jenewa pada 2000.

2. Langkah besar kerja sama melawan ISIS

potret bendera Suriah berkibar di tengah suasana jalanan kota (pexels.com/Abd Alrhman Al Darra)
potret bendera Suriah berkibar di tengah suasana jalanan kota (pexels.com/Abd Alrhman Al Darra)

Salah satu agenda utama kunjungan ini adalah penandatanganan perjanjian untuk bergabung dalam koalisi internasional anti-ISIS. Washington menilai keikutsertaan Suriah penting untuk menekan sisa-sisa kekuatan ekstremis di Timur Tengah.

Pejabat Gedung Putih mengatakan bahwa kerja sama ini bisa mengubah dinamika keamanan kawasan jika dilaksanakan dengan komitmen penuh dari kedua pihak.

Al-Sharaa, dalam beberapa kesempatan, menyatakan bahwa Suriah tidak lagi ingin menjadi medan perang kekuatan besar. Ia menegaskan komitmennya untuk membawa stabilitas dan pembangunan ke wilayah yang hancur akibat perang.

Langkah ini juga akan membantu Suriah menghapus citra lama sebagai negara yang terisolasi dan sering dikaitkan dengan terorisme. Dalam konteks geopolitik, ini adalah peluang bagi Damaskus untuk membangun kembali ekonominya melalui jalur kerja sama keamanan dan investasi. Namun, para pengamat memperingatkan bahwa perubahan citra ini tidak akan mudah.

“Suriah perlu menunjukkan bahwa mereka benar-benar berkomitmen pada rekonsiliasi dan tidak sekadar mencari legitimasi politik,” kata analis Timur Tengah dari Brookings Institution, Leila Haddad.

3. Momentum damai di Timur Tengah masih rapuh

Bendera Suriah. (unsplash.com/shvanharki)
Bendera Suriah. (unsplash.com/shvanharki)

Pertemuan Trump–al-Sharaa terjadi di tengah situasi rapuh di Timur Tengah. Meski Israel dan Hamas telah menandatangani gencatan senjata dan kesepakatan pertukaran sandera, ketegangan di Gaza masih tinggi.

Awal pekan ini, serangan udara Israel menewaskan 104 orang, termasuk puluhan perempuan dan anak-anak, menurut otoritas kesehatan Gaza. Serangan itu menjadi yang paling mematikan sejak gencatan senjata diberlakukan pada 10 Oktober lalu.

Trump sendiri mendorong negara-negara di kawasan untuk memanfaatkan momentum perdamaian. Dalam pernyataannya, ia mengatakan bahwa ini adalah kesempatan bagi Timur Tengah untuk menulis bab baru tanpa perang dan kebencian.

Sementara itu, al-Sharaa menyambut inisiatif tersebut. “Ini langkah awal menuju masa depan yang lebih stabil,” katanya.

Ia menilai dialog dan pembangunan ekonomi sebagai kunci untuk mengakhiri konflik panjang di kawasan. Meski begitu, banyak pihak skeptis apakah kunjungan ini akan menghasilkan perubahan nyata. Namun, satu hal jelas bagi Suriah, kesempatan ini adalah momen penting untuk menegaskan kembali posisinya di panggung global bukan sebagai musuh, tapi sebagai mitra.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Jujuk Ernawati
EditorJujuk Ernawati
Follow Us

Latest in News

See More

Perdana Menteri China ke Australia di 2026, Hubungan Bilateral Makin Mesra

02 Nov 2025, 18:28 WIBNews