Xi Jinping di Awal 2025: Gak Ada yang Halangi Penyatuan China-Taiwan

Jakarta, IDN Times – Presiden Xi Jinping, pada Selasa (31/12/2024), mengatakan bahwa tak akan ada pihak yang dapat menghalangi penyatuan China dan Taiwan. Pernyataan dalam pidato tahun barunya itu memberikan ancaman yang jelas kepada pihak pro kemerdekaan Taiwan.
"Masyarakat di kedua sisi Selat Taiwan adalah satu keluarga. Tidak seorang pun dapat memutuskan ikatan keluarga kita, dan tidak seorang pun dapat menghentikan tren historis penyatuan kembali negara," kata Xi dalam pidatonya, dilansir Reuters.
Xi menambahkan bahwa penyatuan kembali China dengan Taiwan tidak dapat dielakkan. Menurutnya, kedua pihak harus terikat oleh tujuan yang sama dan berbagi dalam kejayaan peremajaan bangsa China.
China menganggap Taiwan sebagai bagian dari provinsinya. Sebaliknya, pemerintah Taiwan menolak klaim tersebut. Taiwan mengatakan hanya rakyatnya yang dapat menentukan masa depan wilayah itu dan China harus menghormatinya.
1. China berikan sinyal ancaman kepada Taiwan
Dilansir Daily Express, ketegangan antara kedua pihak semakin meningkat sejak terpilihnya Presiden Taiwan, Lai Ching-te, pada Mei lalu. Oleh Beijing, Lai dianggap sebagai separatis.
Awal bulan ini, China menggelar pengerahan besar-besaran pasukan angkatan lautnya di sekitar Taiwan dan di Laut Cina Timur dan Selatan setelah Lai melakukan kunjungan ke Hawaii dan wilayah AS di Guam. Kunjungan itu dikritik oleh Beijing.
China mengatakan, latihan perang adalah sinyal peringatan kepada para separatis dan berjanji akan mengambil tindakan lebih jika diperlukan.
Penjualan senjata AS ke Taiwan, yang diizinkan oleh Undang-Undang Hubungan Taiwan, juga terus membebani hubungan Beijing dengan Washington. China secara teratur memperingatkan AS terhadap hubungan militer apa pun dengan Taiwan, dan memberikan sanksi kepada pemasok militer dan para eksekutifnya.
2. Taiwan ingin berunding dengan China, tapi ditolak
Lai mengatakan pihaknya akan dengan senang hati melakukan perundingan dengan China. Beijing belakangan memberlakukan pemblokiran hal mendasar kepada Taiwan, seperti pariwisata.
Lai mengatakan bahwa ia telah menawarkan perundingan dengan China, akan tetapi selalunya ditolak.
"Tetapi saya tetap ingin menekankan hal ini, Taiwan berharap dapat menjalin pertukaran yang sehat dan tertib dengan China berdasarkan prinsip timbal balik dan bermartabat," katanya, dikutip Reuters.
Ia mempertanyakan mengapa China tak bisa memperlakukan semua orang dengan setara, khususnya bagi Taiwan.
3. Asal mula perselisihan China dan Taiwan

Hubungan antara China dan Taiwan berakar dari Perang Saudara China yang berakhir pada 1949, ketika Partai Komunis mendirikan Republik Rakyat China (RRC) dan Kuomintang melarikan diri ke Taiwan. Taiwan berkembang sebagai wilayah demokratis, sementara China tetap menjadi negara yang mengklaim Taiwan sebagai bagian dari wilayahnya.
China menekan dunia internasional dengan kebijakan “One China Policy” dengan membatasi pengakuan diplomatik terhadap Taiwan. Meski demikian, Taiwan menjalin hubungan informal yang kuat dengan banyak negara, termasuk dukungan militer dari Amerika Serikat untuk melawan ancaman China.
Identitas “orang Taiwan” semakin menguat di tengah perbedaan budaya dan politik dengan China. Meski mayoritas mendukung status quo untuk menjaga perdamaian, isu ini tetap menjadi tantangan kompleks dengan masa depan yang belum pasti.