Zelenskyy Sebut Putin Manipulatif dan Ogah Gencatan Senjata

- Zelenskyy sebut Putin manipulatif karena menolak gencatan senjata 30 hari yang diajukan AS dan Kiev.
- Rusia menolak perdamaian, menginginkan pelucutan senjata Ukraina selama gencatan berlangsung, dengan penentuan akhir oleh Rusia.
Jakarta, IDN Times – Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy, menyebut Presiden Rusia Vladimir Putin bertindak manipulatif. Hal itu disebabkan oleh langkah Putin yang tampaknya tak menyetujui usulan gencatan senjata 30 hari yang telah dibicarakan oleh Washington dan Kiev.
"Kita semua kini telah mendengar kata-kata Putin yang sangat mudah ditebak dan sangat manipulatif dalam menanggapi gagasan gencatan senjata," kata Zelensky dalam pidato malamnya, dilansir The Moscow Times, Jumat (14/3/2025).
Meskipun menyatakan mendukung, Putin mempertanyakan teknis gencatan senjata selama 30 hari pada Kamis. AS meminta Rusia menerima usulan tanpa prasyarat, tetapi Moskow mengatakan masih ada hambatan yang menghalanginya.
"Seperti yang selalu kami katakan, satu-satunya pihak yang akan mengulur-ulur waktu, satu-satunya pihak yang tidak konstruktif adalah Rusia," tambah Zelenskyy.
1. Putin gak mau terbuka ke AS

Zelenskyy melanjutkan bahwa Putin sebenarnya ogah menyetujui gencatan senjata. Namun ia menolak mengatakan langsung kepada AS.
“Rusia membingkai gagasan gencatan senjata dengan prasyarat sedemikian rupa sehingga tidak akan ada yang berhasil sama sekali, atau selama mungkin," kata Zelenskyy.
Pada Kamis, Putin mengungkapkan kekhawatirannya bahwa Ukraina akan memanfaatkan gencatan senjata untuk keuntungan militernya. Ia juga mengatakan bahwa pihaknya terus bergerak maju ke Ukraina.
Putin kemudian mempertanyakan bagaimana gencatan senjata akan dipantau di garis depan yang panjangnya ribuan kilometer. Namun Zelenksyy mengatakan, AS dan Eropa bakal siap menjadi pemantau gencatan senjata tersebut.
2. Dorongan demiliterisasi Ukraina

Dalam konferensi pers bersama Presiden Belarusia Alexander Lukashenko pada Kamis, Putin mendesak pelucutan senjata Ukraina selama gencatan senjata berlangsung. Ia juga mengatakan bahwa bantuan militer harus dihentikan selama periode tersebut.
Dilansir The Guardian, Ukraina sebelumnya telah mengindikasikan akan melanjutkan upaya mobilisasinya selama gencatan senjata. Langkah ini tak diterima oleh Rusia.
”Bagaimana 30 hari gencatan senjata ini akan digunakan? Untuk melanjutkan mobilisasi paksa di Ukraina? Untuk memasok senjata ke Ukraina? Ini adalah pertanyaan yang sah,” katanya.
Sebagai langkah lanjutan, ia kemudian meminta agar kedua pihak berkonsultasi dengan mediator, AS.
3. Eropa tolak upaya demiliterisasi terhadap Ukraina

Adapun Eropa telah menyatakan penolakan terhadap berbagai upaya demiliterisasi Ukraina. Alih-alih mendukung hal itu, negara-negara Eropa justru akan meningkatkan bantuan militer ke Kiev.
"Tanpa kemampuan untuk mempertahankan diri, Ukraina tidak punya masa depan. Mereka yang mendukung pelucutan senjatanya pada dasarnya mendukung demokrasi yang telah kehilangan pijakannya," kata Menteri Pertahanan (Menhan) Italia, Guido Crosetto.
Prancis dan Inggris sepakat dengan Italia. Menhan Prancis Sebastian Lecornu mengatakan bahwa tanpa jaminan keamanan yang kuat, gencatan senjata tidak akan efektif. Jaminan keamanan yang paling penting bagi Ukraina, kata Lecornu, adalah tentaranya sendiri.
Kiev sebelumnya menyatakan siap menerima usulan gencatan senjata 30 hari. Pengumuman itu muncul sebagai salah satu kesimpulan utama dari perundingan AS-Ukraina di Jeddah, Arab Saudi.
Setelah Ukraina, keputusan akhir untuk gencatan senjata seharusnya ditentukan oleh Rusia. Semua mata tertuju pada Moskow.