Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Cerita Ramadan: Belajar Puasa dan Es Cekek

ilustrasi anak-anak berpuasa (freepik.com/freepik)

Ramadan sering kali menjadi momen yang menyenangkan dan berkesan bagi umat Muslim. Sejak di usia dini, biasanya kita mulai dibiasakan untuk belajar berpuasa. Gak terkecuali bagi saya, seorang anak kecil berusia 6 tahun belasan tahun silam. 

Bukan hal yang mudah bagi anak seusia saya untuk berpuasa penuh. Puasa bedug, begitu istilahnya kata orang-orang. Meski begitu, si anak perempuan 6 tahun ini berkeyakinan besar untuk berpuasa sampai magrib.

Hari demi hari terlewati, sampai lah di pertengahan Ramadan. Saya memutuskan untuk bermain bersama teman-teman. Di tengah terik sinar matahari, teman saya tiba-tiba mengajak,

"Eh, beli es, yuk?" katanya, dengan semangat.

Saya menjawab, "Lho, kan kita puasa?"

Dengan cukup percaya diri, dia mengatakan, "Gapapa tau! 'Kan bisa wudu lagi kalau abis batal puasa, nanti puasanya bisa lanjut!"

'Wah, gitu ternyata, seru banget,' batin si anak 6 tahun yang polos itu. Tanpa pikir panjang, saya pun mengikuti dia untuk membeli es cekek dan mengorbankan puasa saya yang sudah berlangsung setengah bulan. 'Gapapa, kan bisa wudu lagi,' mindset saya, waktu itu.

Kami pun membeli es cekek, dan tepat setelah itu, kami mencari musola untuk mengambil wudu. Selanjutnya apa? Betul, kami melanjutkan puasa sebagaimana mestinya, tetap ikut buka puasa, dan tarawih.

Ajaibnya, konsep puasa yang bikin geleng-geleng kepala itu berlangsung selama berhari-hari. Saya tetap sahur, tapi minum di siang hari, lalu wudu, dan melanjutkan berpuasa. Tak pernah sekali pun terbesit untuk bertanya kepada orangtua saya atas kebenaran 'konsep' itu.

Sampai ada momen di mana ayah saya menangkap basah ketika saya sedang minum di siang hari. Lalu ia terkejut dan bertanya, 'Lho, Teh, udah gak puasa?' Saya dengan percaya diri menjawab, 'Puasa, dong! Kan abis ini wudu lagi.' 

Seperti yang saya sebutkan sebelumnya, 'konsep puasa bikin geleng-geleng kepala' ini betul-betul membuat ayah saya menggelengkan kepalanya. Namun setelah itu ia menjelaskan kebenarannya.

Oh, konsepnya gak sama kayak salat ternyata, hehe.

Begitu lah kira-kira bagaimana akhirnya saya benar-benar menjalankan puasa sebagaimana mestinya.

Ya... namanya juga belajar, 'kan? Tapi jangan ditiru, ya!

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Pinka Wima
Nisa Zarawaki
Pinka Wima
EditorPinka Wima
Follow Us