Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

[OPINI] Laki-Laki Rusak: Ketika Perempuan Hanya Jadi Objek Obrolan

ilustrasi perempuan (unsplash.com/@tregubov)

Ada satu jenis laki-laki yang harus kita waspadai—mereka yang setiap nongkrong menjadikan perempuan sebagai topik utama, tapi bukan dalam konteks hormat atau kekaguman yang sehat, melainkan sebagai objek seksual yang bebas dikomentari seenaknya. Mereka membicarakan tubuh perempuan seperti barang dagangan: siapa yang "montok", siapa yang "menggoda", bagian mana yang "menggairahkan". Obrolan semacam ini bukan cuma menjijikkan, tapi juga tanda jelas kehancuran moral dan intelektual.

Laki-laki seperti ini sering merasa itu hal biasa—candaan antar teman, bagian dari “kebebasan berekspresi”. Padahal, itu bukan kebebasan; itu bentuk kebodohan dan kekejian yang dibungkus tawa. Mereka memperlakukan perempuan bukan sebagai manusia, tapi sebagai benda—dipajang, dinilai, diperbincangkan, tanpa rasa malu sedikit pun.

Apa yang lebih menyedihkan? Banyak dari mereka berpendidikan. Kuliah tinggi, paham teori-teori besar, hafal istilah filsafat dan politik identitas, tapi tetap gagal pada satu hal mendasar: memanusiakan manusia. Di situlah kita tahu, intelektual tak selalu berbanding lurus dengan akhlak. Gelar akademik tak berarti apa-apa jika lisan dipakai untuk merendahkan.

Obrolan seperti ini bukan cuma masalah etika pribadi. Ini adalah bagian dari budaya patriarki yang membusuk. Ketika perempuan terus-menerus dijadikan bahan konsumsi verbal, kita menciptakan ruang sosial yang tidak aman, tempat perempuan dianggap sah untuk dievaluasi tubuhnya, bukan isi pikirannya. Dan parahnya, banyak laki-laki lain yang diam saja—karena takut dikira sok suci, atau karena mereka memang bagian dari kebusukan itu.

Jika kamu laki-laki dan kamu terlibat dalam obrolan semacam ini, sadarilah: kamu bukan keren, kamu bukan dewasa, kamu bukan “lelaki sejati”. Kamu pengecut yang hanya berani membahas perempuan saat mereka tidak ada. Kamu sedang mempermalukan dirimu sendiri tanpa sadar.

Sudah waktunya kita mendefinisikan ulang maskulinitas. Menjadi laki-laki bukan berarti harus kasar, vulgar, dan seenaknya bicara. Justru keberanian terbesar ada pada laki-laki yang bisa menghentikan candaan seksis dan bilang, "Ini salah." Dan yang tidak kalah penting: laki-laki sejati tidak perlu merendahkan perempuan untuk merasa berharga.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Siantita Novaya
EditorSiantita Novaya
Follow Us