10 Teori Konspirasi Tergila dalam Politik Amerika Abad Ke-19

Dalam sejarah Amerika, teori konspirasi berada di puncak kejayaannya pada abad ke-19. Ini wajar saja mengingat negara itu diguncang oleh partai-partai politik yang saling berebut kekuasaan dan adanya ketegangan yang parah terkait isu perbudakan. Bahkan, setelah Amerika pulih dari Perang Saudara, konspirasi masih ada. Hal ini menunjukkan adanya aktor-aktor tersembunyi dalam sistem politik Amerika. Seperti spekulasi yang bertebaran di masyarakat dari waktu ke waktu, banyak dari teori konspirasi ini yang tidak masuk akal.
Teori konspirasi sudah ada sejak ribuan tahun yang lalu

Jika kamu mengira kalau teori konspirasi itu baru, kamu salah. Soalnya, konspirasi sudah ada sejak berabad-abad lamanya. Faktanya, teori konspirasi paling tidak masuk akal sekali pun sudah menggelegak dalam kesadaran manusia selama ribuan tahun, dimulai dari orang Romawi Kuno yang membuat teori konspirasi tentang siapa yang membakar sebagian besar ibu kota mereka pada 64 M.
Kemudian, orang-orang Yahudi di Eropa abad pertengahan pernah mengalami kekerasan bahkan dibunuh oleh massa. Ini karena dipicu oleh rumor palsu yang mengatakan kalau orang Yahudi mencemari air sumur mereka. Teori konspirasi ini sengaja dibuat oleh non-Yahudi untuk melenyapkan orang-orang Yahudi.
Sekitar waktu yang sama, banyak juga yang khawatir tentang organisasi rahasia yang sangat kuat. Konon, organisasi ini dipimpin oleh Kesatria Templar. Lalu, ada kepercayaan tentang kedatangan Antikristus yang belum terungkap. Adapun, kemunculannya telah dinubuatkan dalam Alkitab. Selengkapnya, mari, kita bahas satu per satu teori konspirasi tergila dalam politik Amerika abad ke-19.
1. Konspirasi politik abad ke-19 dimulai dengan kepercayaan tentang kelompok jahat bernama Illuminati

Politik Amerika selalu terperosok dalam teori konspirasi. Kurang dari 1 dekade setelah Revolusi Amerika berakhir pada 1783, partai-partai politik sudah saling beradu gagasan tentang kesepakatan-kesepakatan gelap. Masalah itu dimulai pada dekade terakhir abad ke-18.
Seperti yang dikutip TIME, pendeta Massachusetts bernama Jedidiah Morse berkhotbah tentang "Illuminati Bavaria". Morse menyampaikan kalau kelompok ini telah menyusup ke masyarakat Amerika untuk menggulingkan pemerintahan dan agama Kristen itu sendiri. Morse merujuk pada revolusi yang saat itu sedang memecah belah Prancis, seperti kaum Jacobin ateis yang membuat kericuhan dan menutup paksa gereja-gereja di Prancis serta menyebar luaskan cara hidup sekuler. Illuminati, katanya, juga siap untuk menyebarluaskan cara hidup yang mengarah pada kejahatan atau kemusyrikan. Kelompok ini menolak masalah kesetiaan, kesucian, dan ketertiban sosial.
Jedidiah Morse bahkan mengaitkan calon Presiden Thomas Jefferson dan partai Demokrat-Republiknya terlibat dalam kelompok Illuminati. Morse sendiri adalah seorang Federalis yang taat. Ia adalah salah satu lawan politik Demokrat-Republik.
Tak lama kemudian, banyak orang yang mengikuti kepercayaan pendeta Jedidiah Morse. Lalu, saat abad baru dimulai, konspirasi itu tidak lagi seheboh dulu. Namun, konspirasi tersebut tidak pernah hilang. Bahkan, hingga saat ini, beberapa orang di Amerika hingga dunia masih takut dengan kelompok Illuminati yang misterius ini. Mereka diduga sedang menjalankan berbagai tindakan kejahatan meski hal ini masih diperdebatkan.
2. Imigran umat Katolik menjadi sasaran teori konspirasi

Pada awal abad ke-19, kaum nativis Amerika (kelompok yang membenci imigran) memperjuangkan hak-hak mereka untuk melawan para penjajah. Hanya saja, kaum nativis ini bukanlah penduduk asli Amerika Utara. Mereka adalah anggota perkumpulan semirahasia yang mengaku memiliki warisan Anglo-Saxon murni. Lalu, siapa yang mereka sebut sebagai para penjajah? Jawabannya adalah umat Katolik.
Kemudian, kaum nativis ini membuat sebuah partai yang disebut Partai Know Nothing. Partai politik ini tumbuh kuat. Namun, ketakutan utama partai ini ialah imigran dari negara-negara mayoritas Katolik, seperti Irlandia, yang dianggap dapat merusak tatanan masyarakat Amerika.
Pada 1840-an, Amerika Serikat memang kedatangan gelombang imigran Katolik dari Irlandia, seperti yang dilaporkan Politico. Menurut teori konspirasi ini, umat Katolik asal Irlandia ini bukanlah warga Amerika sejati, melainkan hanya setia kepada Paus, yang bertekad memecah belah kaum Protestan Amerika. Perwakilan Katolik dituduh bersalah atas perbuatan buruknya, seperti dituduh membunuh bayi dan menculik gadis-gadis di bawah umur.
Pada kenyataannya, tidak ada bukti kejahatan semacam itu. Namun, Partai Know Nothing dan kelompok politik nativis lainnya membantu meloloskan undang-undang yang membatasi konsumsi alkohol serta imigrasi. Kebijakan ini membuat para pendatang baru kesulitan untuk berpartisipasi dalam bermasyarakat atau mencari pekerjaan.
3. Partai Know Nothing punya pengaruh besar di Amerika pada masanya berkat teori konspirasi yang mereka buat

Partai Know Nothing pertama kali terbentuk sebagai perkumpulan rahasia, yang awalnya disebut Ordo Amerika Serikat. Kemudian, ia berganti nama menjadi Ordo Bintang Berkilau. Smithsonian Magazine melansir kabar bahwa ordo tersebut akhirnya menjadi organisasi yang cukup kuat. Mereka pun mendirikan partai politiknya sendiri dan pengaruhnya di Amerika sangat mendominasi pada 1850-an.
Anggota Partai Know Nothing menjadi gubernur dan legislator di seluruh Amerika. Adapun, pengaruhnya sangat besar dalam politik Amerika. Mereka dipilih masyarakat karena pandangan konspirasi mereka terhadap imigran, yang menuduh imigran ingin menghancurkan cara hidup masyarakat Amerika. Bukan hanya umat Katolik Irlandia yang menjadi sasaran konspirasi politik mereka, lho. Rupanya, Partai Know Nothing juga menuduh imigran Jerman dan hak pilih perempuan sebagai kelompok yang jahat. Masyarakat pun terbius dengan konspirasi politik oportunistis ini sehingga mereka membakar gereja dan membentuk geng-geng meresahkan.
Partai Know Nothing akhirnya terkenal dengan mempermainkan rasa takut dan amarah sesama warga Amerika. Namun, seiring berjalannya waktu, semakin sulit bagi partai ini untuk mengabaikan isu perbudakan, yang selama ini mereka hindari. Lebih jauh, anggota partainya menyadari bahwa visi mereka yang ingin membuat Amerika hanya dihuni oleh Protestan kulit putih yang murni sangatlah tidak masuk akal. Akibatnya, partai ini bubar.
4. Para pemilik budak sebelum Perang Saudara AS khawatir dengan adanya teori konspirasi yang melibatkan Partai Republik Kulit Hitam

Menjelang Perang Saudara Amerika, teori konspirasi politik menyebar luas dan dipercaya banyak warga AS. Konspirasi tersebut merupakan isu yang memecah belah dalam sejarah perbudakan di Amerika. Bagaimana hal ini bisa terjadi?
Di Amerika Bagian Selatan, pemilik budak sangat yakin kalau agen dari Amerika Bagian Utara menyusup ke komunitas mereka untuk merusak tatanan hidup orang-orang dari Selatan. Selama era 1830-an, ada salah satu teori konspirasi yang bilang kalau para abolisionis (antiperbudakan) sebenarnya dikendalikan oleh Inggris. Mereka berniat menghancurkan demokrasi Amerika dan terkait dengan persaingan ekonomi. Ada juga yang berteori kalau seruan itu datang dari internal. Petinggi di Partai Republik terlibat dengan melarang perbudakan. Partai Republik ini pun dikenal sebagai "Republik Kulit Hitam".
Beberapa bukti kebenaran semakin mengobarkan teori konspirasi ini. Seperti yang dilaporkan The Guardian, Abraham Lincoln (yang juga seorang Republikan), memberlakukan kebijakan untuk memberantas perbudakan pada 1858. Meski partai tersebut berupaya membatasi perbudakan, sebelum Perang Saudara kaum Republikan justru tidak berbuat apa-apa untuk menghentikan praktik perbudakan tersebut atau mencabut institusi perbudakan yang telah mengakar di Amerika Bagian Selatan.
Bagi beberapa pemimpin di Selatan, teori konspirasi tersebut tidak memengaruhi mereka. William Harris, misalnya, yang menganjurkan pemisahan diri Mississippi, menulis bahwa negaranya tidak akan pernah tunduk pada prinsip dan kebijakan pemerintahan Republik kulit hitam ini. Meski tidak benar, konspirasi tersebut justru punya beberapa dampak yang sangat nyata.
5. Para penganut paham abolisionis memiliki teori konspirasi mereka sendiri

Sementara pemilik budak di Amerika Bagian Selatan khawatir dengan adanya teori konspirasi yang mengatakan kalau orang Inggris menyusup ke Amerika dan berupaya merusak budaya serta ekonomi mereka, para penganut antiperbudakan justru memiliki kecurigaan sendiri. Konspirasi yang mereka yakini menuduh pemilik budak menyusup ke semua tingkat pemerintahan dan berupaya menanamkan cara hidup mereka serta menjadikannya sebagai norma di masyarakat.
Meski para penganut abolisionis sendiri tidak dapat mencapai Proklamasi Emansipasi, mereka mendapat dorongan dari konspirasi tentang masalah perbudakan dan kecurigaan serupa. Orang-orang di Amerika Bagian Utara yang sebelumnya acuh tak acuh terhadap perbudakan, bahkan yang punya keyakinan rasis, mulai percaya bahwa mungkin saja orang di Amerika Bagian Selatan berusaha untuk meraih kekuasaan dengan cara-cara keji.
Meski tidak ada bukti untuk mendukung hal ini, faktanya konspirasi ini sangat bertentangan dengan konspirasi yang populer di Selatan. Nah, akibat saling curiga inilah, mereka membentuk banyak kelompok yang nantinya berujung pada Perang Saudara AS. Dalam buku yang ditulis Michael Butter, Plots, Designs, and Schemes, para ahli berpendapat bahwa konspirasi ini menyebabkan munculnya Partai Republik pada abad ke-19.
6. Beberapa negara bagian Amerika memisahkan diri karena teori konspirasi yang mereka percaya

Pada awal abad ke-19, ketegangan terkait masalah perbudakan meningkat, begitu pula perselisihan terkait negara bagian mana yang seharusnya menangani masalah tersebut. Akhirnya, masalah ini mencapai titik didihnya. Pada 20 Desember 1860, Carolina Selatan menjadi negara bagian pertama yang memisahkan diri dari Union (wilayah Utara). Menurut National Park Service, pemisahan diri ini dipicu oleh pemilihan Abraham Lincoln dari Partai Republik pada 1860. Namun, jika kita cermati masalah deklarasi pemisahan diri ini, sebenarnya ini terlihat adanya peran teori konspirasi dalam perpecahan tersebut.
Dalam deklarasi pemisahan dirinya, Texas meyakini kalau pihak Utara mengirim orang untuk merusak tatanan di wilayahnya. Hal ini merusak budaya Selatan atau menyebarkan ketakutan dan keraguan di benak orang Selatan. Selain itu, mereka juga menuduh kalau penyusup dari Utara itu mencemari pasokan air masyarakat dan membakar rumah-rumah di kota di seluruh negara bagian.
Nah, negara bagian Selatan juga membuat klaim serupa. Mereka percaya bahwa Abraham Lincoln dan sekutunya ingin mengubah cara hidup mereka serta membunuh orang Selatan. Mengingat niat Abraham Lincoln yang ingin berdamai dengan Selatan setelah Perang Saudara berakhir, sampai-sampai sekutunya pun berpikir kalau Abraham Lincoln terlalu lembek terhadap para pemberontak.
7. Pemberontakan budak yang terjadi di AS dibesar-besarkan dengan adanya teori konspirasi

Pada abad ke-19, pemilik budak Amerika mengira kalau ancaman pemberontakan budak sudah sangat jelas. Mungkinkah orang-orang yang diperbudak sudah sangat lelah dengan perlakuan tidak manusiawi yang mereka terima sehingga mereka merencanakan pemberontakan berskala besar? Pertanyaan ini cukup masuk akal.
Di samping itu, Revolusi Haiti berakhir pada 1804, setelah para budak yang memberontak berhasil menggulingkan Prancis. Mereka pun mampu mendirikan negara kulit hitam pertama di luar Afrika yang dipimpin oleh mantan budak. Nah, fakta inilah yang membuat para pemilik budak di Amerika ketar-ketir. Mereka membayangkan kalau pemberontakan serupa bisa saja terjadi di tanah AS.
Seperti yang ditunjukkan The Atlantic, pemberontakan para budak memang terjadi di AS. Begitu pula teori konspirasi yang beredar tentang budak-budak terorganisasi yang berada di ambang revolusi, kemungkinan dibantu oleh para abolisionis. Selain itu, tokoh abolisionis bernama John Brown mendorong para pemberontak untuk melakukan aksi kekerasan menggunakan senjata di Virginia pada 1859.
Meski serangan yang dipimpinnya gagal, John Brown harus dieksekusi mati pada akhir 1859. Bagi sebagian orang, pemberontakan yang dipimpin John Brown ini menjadi bukti yang cukup jelas kalau pemberontakan budak akan meluas dan mereka berprasangka kalau pemberontak ini sangat kejam serta terorganisasi dengan baik. Namun, seperti yang diperjelas dalam sejarah Amerika Serikat, setelah Proklamasi Emansipasi 1863 prasangka seperti itu tidak pernah terjadi.
8. Surat kabar berteori kalau pembunuhan Abraham Lincoln didalangi oleh tokoh-tokoh yang punya kekuasaan

Pada 14 April 1865, acara hiburan Presiden Abraham Lincoln di Ford's Theater berakhir dengan pembunuhannya yang dilakukan oleh aktor John Wilkes Booth. Seperti yang dijelaskan History, John Wilkes Booth telah mengumpulkan sekelompok konspirator untuk menculik Abraham Lincoln terlebih dahulu. Namun, rencana itu gagal. Mereka malah memutuskan untuk membunuh sang presiden.
Namun, apakah benar pembunuhan itu hanya didalangi oleh beberapa orang saja? Mungkinkah orang sekelas John Wilkes Booth bisa menembus keberadaan presiden kalau bukan ada kekuatan yang lebih besar di baliknya? Seperti yang ditulis Ford's Theatre, beberapa orang mengira bahwa rencana itu sangat mustahil dilakukan John Wilkes Booth dan teman-temannya. Tepat setelah Abraham Lincoln meninggal dunia, surat kabar berspekulasi kalau kematian presiden merupakan hasil gagasan dari pemberontak Selatan yang punya kekuatan besar dan lebih terorganisasi.
Dalang yang diduga ada di balik rencana upaya pembunuhan Abraham Lincoln adalah Presiden Konfederasi, Jefferson Davis, dan Menteri Luar Negeri Konfederasi, Judah P Benjamin. Beberapa orang berpendapat kalau Judah P Benjamin (yang beragama Yahudi) punya keterlibatan dengan jaringan bankir besar di Eropa, yang anti-Abraham Lincoln. Namun, hal ini hanyalah teori konspirasi.
Ada pula spekulasi yang mengatakan kalau pembunuhan itu diperintahkan oleh pejabat Union yang tidak menyukai tindakan lunak Abraham Lincoln terhadap bekas Konfederasi. Namun, tidak satu pun dari konspirasi ini yang pernah terbukti benar. Sebaliknya, pernyataan resmi pemerintah mengatakan kalau pembunuhan itu murni aksi penembakan yang dilakukan John Wilkes Booth dan beberapa rekannya.
9. Para dokter bikin teori konspirasi tentang kesehatan Presiden AS yang tertembak

Teori konspirasi biasanya tidak masuk akal. Bagi kebanyakan orang, teori konspirasi dianggap menggelitik, seperti teori konspirasi yang bilang kalau umat manusia sebenarnya dipimpin oleh kadal atau bahwa Bumi itu datar. Namun, kadang, teori konspirasi bisa benar, lho, seperti peristiwa Iran-Contra yang diduga menjual senjata dan melakukan pemberontakan di Nikaragua. Ternyata ini benar adanya, sebagaimana yang dilaporkan oleh New Scientist.
Pada abad ke-19, satu teori konspirasi bahkan berhasil mengelabui seorang presiden. Pada 2 Juli 1881, Charles Guiteau percaya konspirasi kalau penembakan Presiden AS, James Garfield, di sebuah stasiun didalangi oleh kalangan elite politik. Nah, saat menangani Presiden AS yang tertembak ini, dokter tidak menggunakan perlengkapan dan tangan yang steril. Akibatnya, sang presiden meninggal dunia pada 19 September karena infeksi parah setelah bertahan selama berminggu-minggu.
Sebelum kematian Presiden AS ini, dokter membawa kabar baik kepada surat kabar. Dokter mengatakan bahwa James Garfield sedang tidur dengan nyenyak dan terbangun dengan mata yang berbinar. Pernyataan dokter ini rupanya untuk mengelabuhi warga Amerika. Meski begitu, para dokter yang menangani presiden akhirnya harus mengakui kebohongan mereka setelah presiden dinyatakan meninggal dunia.
10. Undang-Undang Pengecualian Tionghoa didasarkan pada teori konspirasi

Dalam dunia politik Amerika pasca-Perang Saudara, konsep mengasingkan suatu kelompok berhasil mencapai puncaknya dengan disahkannya Undang-Undang Pengecualian Tionghoa pada 1882. Undang-undang ini membatasi imigran berdasarkan latar belakang ras Tionghoa. Undang-undang tersebut tidak muncul begitu saja. Akan tetapi, ini terjadi setelah meningkatnya kekhawatiran warga AS tentang pekerja Tionghoa, yang memasuki Amerika untuk bekerja pada masa pertumbuhan pesat pertambangan dan konstruksi pada pertengahan abad ke-19, akan merusak tatanan masyarakat serta ekonomi AS. Nah, teori konspirasi ini dibarengi dengan krisis ekonomi, meningkatnya persaingan tenaga kerja, dan rasa khawatir warga AS terkait ras campuran. Itu sebabnya, undang-undang ini akhirnya disahkan.
Para pendukung undang-undang tersebut, seperti Wali Kota San Francisco, James D Phelan, menuduh kalau imigran Tionghoa itu biadab dan licik. Orang Tionghoa juga disangka akan menghancurkan Amerika melalui penyakit dan budaya mereka. Sentimen anti-China ini pun kembali terjadi di AS dengan munculnya pandemik COVID-19.
Betapa pun liarnya, teori konspirasi dapat menimbulkan beberapa konsekuensi yang sangat serius di dunia nyata. Teori tersebut digunakan sebagai alasan untuk memulai perang, memperoleh kekuasaan, dan menjual surat kabar. Bahkan, ketika sebuah teori konspirasi tidak dapat menghancurkan suatu negara, teori tersebut masih dapat digunakan untuk mengasingkan kelompok tertentu tanpa alasan yang jelas, selain alasan perbedaan.