5 Fakta Bam, Kota Tanah Liat yang Bertahan Ribuan Tahun

- Bam, kota tanah liat di Iran, berdiri sejak 2.000 tahun lalu sebagai pusat perdagangan kuno.
- Konstruksi bangunan menggunakan teknik khesht dari tanah, jerami, dan air yang efisien dan ramah lingkungan.
- Bam pernah hancur total oleh gempa bumi pada 2003 namun berhasil direstorasi dan masuk dalam Warisan Dunia UNESCO.
Di jantung gurun Iran berdiri sebuah kota yang seolah menantang waktu: Bam. Kota ini terkenal karena arsitektur tanah liatnya yang megah dan sejarah panjangnya yang membentang lebih dari dua milenium. Meskipun sempat luluh lantak akibat gempa besar, Bam terus menjadi simbol ketangguhan manusia dan warisan peradaban kuno.
Kota ini dulu merupakan titik penting di Jalur Sutra, tempat pedagang dari Timur dan Barat bertemu membawa rempah, sutra, dan cerita. Dari jauh, benteng besar Arg-e Bam tampak seperti istana pasir raksasa yang muncul dari padang gurun. Berikut 5 fakta menarik kota tanah liat ini.
1. Didirikan lebih dari 2.000 tahun lalu

Bam sudah ada sejak masa Kekaisaran Achaemenid, sekitar abad ke-6 SM. Kota ini tumbuh subur karena letaknya strategis di jalur perdagangan kuno yang menghubungkan Persia dengan Asia Tengah. Arsitektur tanah liatnya dibangun dari bahan lokal yang sederhana namun tahan panas ekstrem.
Seiring waktu, Bam berkembang menjadi kota penting dengan benteng yang berfungsi sebagai pusat administrasi dan perlindungan warga. Benteng itu dikenal sebagai Arg-e Bam, struktur tanah liat terbesar di dunia. Sisa-sisanya masih berdiri kokoh, menjadi saksi hidup kebesaran masa lalu.
2. Dibangun dari tanah, jerami, dan air

Keunikan Bam terletak pada teknik bangunannya yang disebut khesht, yaitu bata tanah liat yang dikeringkan di bawah sinar matahari. Dilansir ArchDaily, campuran sederhana dari tanah, air, dan jerami menciptakan struktur yang kuat namun lentur terhadap perubahan suhu gurun. Teknik ini sudah digunakan sejak ribuan tahun lalu dan masih diwariskan hingga kini.
Menariknya, bahan ini membuat bangunan terasa sejuk di siang hari dan hangat di malam hari. Arsitektur Bam membuktikan bahwa teknologi kuno bisa sangat efisien tanpa bantuan bahan modern. Kini, banyak arsitek meneliti cara ini untuk diterapkan dalam desain ramah lingkungan modern.
3. Pusat kehidupan jalur sutra

Bam pernah menjadi kota perdagangan yang ramai di jalur sutra selatan Iran. Iran Chamber Society menyebutkan bahwa para pedagang dari India, China, dan Arab singgah di sini untuk beristirahat, berdagang, dan bertukar budaya. Kota ini dikenal karena produksi sutra, kapas, dan kurma yang melimpah.
Sebagai titik persinggahan penting, Bam juga menjadi tempat berkembangnya budaya multinasional. Tradisi dan gaya arsitekturnya mencerminkan campuran Timur Tengah dan Asia Tengah. Jejak peradaban yang terbentuk di sana masih bisa ditemukan pada desain bangunan dan tata kota kunonya.
4. Pernah hancur total oleh gempa besar

Pada Desember 2003, gempa bumi dahsyat mengguncang Bam dan menghancurkan sebagian besar kotanya. Dilansir Smithsonian Magazine, sekitar 75% bangunan runtuh, termasuk benteng bersejarah Argh-e Bam yang menjadi simbol kota. Namun tragedi ini justru memicu upaya restorasi global untuk menghidupkan kembali situs bersejarah tersebut.
Restorasi Bam menjadi proyek kolaboratif antara UNESCO, pemerintah Iran, dan berbagai negara. Prosesnya menggunakan teknik tradisional agar keaslian struktur tetap terjaga. Kini, Bam kembali berdiri sebagai lambang kebangkitan dari kehancuran.
5. Simbol ketahanan dan warisan dunia

Pada 2004, Bam dan lanskap budayanya resmi masuk daftar Warisan Dunia UNESCO. Keputusan ini menegaskan nilai universalnya sebagai contoh luar biasa arsitektur tanah liat dan sejarah urban kuno. Kota ini menjadi bukti bahwa manusia bisa menciptakan keindahan abadi bahkan dari bahan paling sederhana.
Kini, Bam tak hanya menarik wisatawan dan arkeolog, tapi juga para arsitek modern yang mencari inspirasi dari masa lalu. Kombinasi keindahan, kesederhanaan, dan daya tahan membuatnya disebut sebagai kota tanah liat abadi. Dari reruntuhan, Bam terus menunjukkan bahwa keindahan sejati bisa lahir dari keteguhan.
Bam bukan sekadar kota tua di tengah gurun—ia adalah simbol kekuatan dan kebijaksanaan manusia dalam menghadapi waktu dan alam. Dari tanah, air, dan sinar matahari, tercipta peradaban yang menantang logika modern. Setiap bata di Bam bercerita tentang masa lalu yang terus hidup di hati dunia.



















