5 Fakta Greenland dan Iceland, kok Namanya Terbalik dan Tidak Diganti?

- Asal usul nama Greenland dan Iceland
- Mengapa namanya terbalik dan tidak diganti?
- Greenland diselimuti lapisan es, sementara lanskap hijau terbentang di Iceland
Di belahan bumi utara yang dingin, ada dua pulau yang namanya seolah tertukar, yaitu Greenland dan Iceland. Kontradiksi ini bukan sekadar kebetulan, melainkan cerita yang mengakar dalam sejarah dan strategi penamaan yang unik. Meskipun namanya dikenal luas, tetapi kedua pulau ini sesungguhnya adalah dua entitas yang sangat berbeda. Bahkan, perbedaan mereka jauh melampaui nama yang terbalik.
Lantas, seperti apa sejarah dan perbedaan dari kedua pulau ini? Kira-kira, mengapa namanya terbalik dan tidak diganti, ya? Mari kita telusuri!
1. Asal usul nama

Nama "Greenland" diberikan oleh Erik the Red, seorang Viking Norwegia, sekitar tahun 985 Masehi. Dalam saga Islandia, Erik yang diasingkan dari Islandia karena kasus pembunuhan ini memutuskan untuk menjelajahi daratan di sebelah barat yang lebih hijau. Penamaan Greenland merupakan bagian dari strategi pemasaran. Erik meyakini bahwa nama yang baik akan menarik para pemukim ke wilayah baru yang lebih subur, meskipun nyatanya wilayah tersebut diselimuti salju.
Sebaliknya, nama “Iceland” diberikan oleh Flóki Vilgerðarson, seorang penjelajah Viking, sekitar tahun 870 Masehi. Di pulau ini, Flóki justru bernasib malang, ia mengalami musim dingin yang sangat keras, buah hatinya meninggal karena tenggelam, ternaknya pun mati kelaparan. Merasa kecewa, lantas ia mendaki gunung dan melihat gletser yang penuh dengan bongkahan es. Flóki pun menamainya "Iceland”, sebagai gambaran betapa dinginnya pulau tersebut.
2. Mengapa namanya terbalik dan tidak diganti?

Nama Greenland dan Iceland (Islandia) terkesan terbalik jika dilihat dari kondisi geografisnya. Greenland mayoritas ditutupi es, sementara Iceland memiliki banyak area yang subur dan hijau. Ada dua alasan mengapa nama-nama ini tidak diganti dan tetap digunakan hingga sekarang.
Alasan pertama karena sejarah. Nama Greenland dan Iceland bukan sekadar deskripsi fisik, melainkan penanda waktu dan kisah para pendahulu yang menemukan serta menghuni wilayah-wilayah ini. Mengubahnya sama saja dengan menghapus bagian krusial dari narasi sejarah. Alasan kedua karena identitas. Nama kedua negara ini sudah diakui secara internasional selama berabad-abad. Semua peta, dokumen, perjanjian, dan literatur juga sudah terlanjur menggunakan nama Greenland dan Iceland. Jika namanya diubah, maka akan menimbulkan kebingungan yang akan berdampak besar terhadap kekuatan politik, administrasi, maupun komunikasi sehari-hari.
Bagi penduduk setempat, nama ini juga menjadi bagian dari identitas dan budaya nasional mereka. Seperti penduduk Greenland, yang menyebut tanah airnya sebagai “Kalaallit Nunaat” artinya "Negeri Orang Greenland", yang mencerminkan mayoritas penduduk asli di pulau tersebut, yaitu suku Inuit, khususnya kelompok Kalaallit. Sementara Iceland memiliki ibu kota bernama Reykjavík, yang berarti "Teluk Berasap", yaitu sebuah nama yang terinspirasi oleh uap mata air panas lokal.
3. Greenland diselimuti lapisan es, sementara lanskap hijau terbentang di Iceland

Greenland adalah pulau terbesar di dunia, dengan luas 2.166.086 kilometer persegi, dan merupakan bagian dari Amerika Utara. Garis pantainya sekitar 39.330 km, setara dengan keliling Bumi di Khatulistiwa. Hampir 80% atau sekitar 1.800.000 km persegi wilayahnya tertutup oleh lapisan es raksasa, dengan ketebalan rata-rata 1.500-3.000 meter. Sementara 20% wilayah yang tidak tertutup es didominasi oleh fjord, gletser, dan pegunungan berbatu. Greenland memiliki iklim Arktik dan sedikit dipengaruhi oleh Gulf Stream di barat daya. Suhu rata-rata musim dingin berkisar antara -7°C hingga -34°C dan musim panas rata-rata mencapai 7°C. Selama musim panas, negara ini mengalami sekitar dua bulan midnight sun atau matahari tengah malam.
Sebaliknya, Iceland memiliki luas wilayah sekitar 103.000 km persegi, yang berada di pertemuan lempeng tektonik Eurasia dan Amerika Utara. Garis pantainya membentang lebih dari 4.800 km, berbatasan dengan Laut Greenland di utara, Laut Norwegia di timur, Samudra Atlantik di selatan dan barat, serta Selat Denmark di barat laut. Meskipun dijuluki "Tanah Api dan Es," tetapi hanya sekitar 10% wilayahnya yang tertutup gletser. Lanskapnya lebih hijau dan banyak aktivitas vulkanik, mencakup 200 gunung berapi, gletser, geyser (mata air panas), air terjun yang megah, dan padang lava yang luas. Iceland memiliki iklim subarktik maritim yang dipengaruhi oleh pertemuan arus udara kutub dan tropis, serta dipengaruhi oleh Arus Teluk dan Arus Greenland Timur. Suhu rata-rata bulan Januari adalah −0,5 °C dan suhu rata-rata bulan Juli adalah 11 °C.
4. Menyaksikan matahari tengah malam di Greenland, dan aurora borealis di Iceland

Meskipun Greenland ukurannya sangat besar, tetapi populasinya sangat jarang, yaitu sekitar 57.000 jiwa. Budaya Greenland merupakan perpaduan antara warisan tradisional Inuit dan pengaruh Eropa, terutama Denmark. Greenland sangat luas, tetapi transportasi darat terbatas, sehingga perjalanan seringkali dilakukan melalui udara atau laut menggunakan kapal pesiar atau feri. Meskipun memiliki keterbatasan dalam infrastruktur pariwisata, tetapi Greenland menawarkan pengalaman unik melalui aktivitas wisata, seperti safari paus, dog sledding, hiking, kayaking, berlayar di antara gunung es, mengunjungi pemukiman Inuit, dan festival menarik.
Sangat kontras dengan Greenland, Iceland memiliki wilayah yang lebih kecil, dengan populasi yang cukup padat, yaitu sekitar 383.100 jiwa. Iceland memiliki warisan sastra yang kuat sejak abad ke-12, meliputi seni tradisional tenun, kerajinan perak, dan ukiran kayu. Reykjavík menawarkan lingkungan budaya yang semarak dengan pertunjukan teater, orkestra simfoni, galeri seni, museum, dan festival seni internasional dua tahunan. Berbeda dengan Greenland, pariwisata Iceland berfokus pada daya tarik geologis dan alam yang mudah diakses, seperti pemandian air panas di Blue Lagoon, gunung berapi, gletser, geyser, air terjun, dan aurora borealis.
5. Isu lingkungan dan pengaruhnya di masa depan

Baik Greenland maupun Iceland memiliki isu lingkungan yang menjadi indikator penting dari perubahan iklim global. Lapisan es Greenland mencair dengan sangat cepat akibat kenaikan suhu global sejak tahun 1990-an. Jika seluruh lapisan es Greenland mencair, permukaan air laut naik hingga 7,4 meter. Seiring dengan pencairan es, lapisan permafrost juga ikut mencair dan dapat merusak infrastruktur, memicu longsor, dan melepaskan gas rumah kaca yang mempercepat pemanasan global.
Situasi dan kondisi ini lambat laun dapat mempengaruhi ekosistem serta kehidupan sosial dan budaya penduduk Greenland. Sejak tahun 1970-an, para ilmuwan dari Amerika Serikat, Denmark, dan Swiss telah menyelenggarakan Program Lapisan Es Greenland, yang bertujuan untuk memahami dinamika lapisan es Greenland dan dampak pencairannya, guna memprediksi dan mengurangi dampak perubahan iklim di masa depan.
Begitupun dengan Iceland yang mengalami kenaikan suhu lebih cepat, sehingga menyebabkan gletsernya mencair. Iceland juga menghadapi masalah emisi gas rumah kaca dan eksploitasi berlebihan terhadap sumber daya ikan. Untuk mengatasinya, Iceland menciptakan masyarakat berbasis hidrogen guna mengurangi emisi gas rumah kaca dan menghilangkan ketergantungan negara pada minyak impor. Hampir 100% kebutuhan listrik dan 85% pemanas diproduksi dari energi panas bumi dan tenaga air. Pembatasan ketat terhadap penangkapan ikan juga telah diberlakukan demi mengatasi masalah menipisnya stok ikan.
Meskipun pada awalnya membingungkan, baik Greenland maupun Iceland, namanya sudah terlanjur melekat di kancah dunia, dengan segala keunikan bentang alam, budaya, dan pariwisata. Terlepas dari kondisi geografisnya yang bertolak belakang, kedua negara ini membuktikan bahwa nama hanyalah permulaan cerita, bukan keseluruhan isinya.