Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Fakta Kelelawar Brasil, Mamalia yang Bisa Terbang Sangat Cepat 

potret kelelawar brasil yang beristirahat di gua (commons.wikimedia.org/Dolovis/U.S. Fish and Wildlife Service Headquarters)

Kelelawar jadi salah satu keluarga mamalia yang punya peta persebaran paling luas di dunia. Mereka bisa dijumpai hampir di seluruh benua yang ada, kecuali Arktik, Antartika, dan beberapa pulau kecil. Amerika Utara dan Amerika Selatan jadi dua benua yang menyumbang begitu banyak spesies kelelawar dengan keunikannya masing-masing. Salah satunya adalah kelelawar brasil (Tadarida brasiliensis).

Nama dari kelelawar ini berasal dari kebiasaan mereka untuk bermigrasi dari Amerika Utara menuju Brasil di Amerika Selatan. Selain itu, mereka juga memiliki nama lain, yakni kelelawar meksiko. Bulunya berwarna kecokelatan dengan ciri khas telinga besar, moncong pendek, dan ekor yang menonjol hingga bagian posterior. Ukuran mereka sekitar 7,9—9,8 cm dengan bobot 7—12 gram dan memiliki rentang sayap rata-rata yakni 28 cm.

Ada beberapa fakta menarik dari kelelawar brasil ini. Beberapa di antaranya bahkan bisa membuat kita tertegun kagum karena kemampuan atau sifatnya yang luar biasa. Makin penasaran, kan, buat mengenal mamalia terbang yang satu ini? Langsung gulir ke bawah, ya!

1. Peta persebaran, habitat, dan makanan favorit

potret kelelawar brasil dari dekat (commons.wikimedia.org/Dolovis/U.S. Fish and Wildlife Service Headquarters)

Kelelawar brasil bisa dibilang jadi salah satu jenis kelelawar dengan peta persebaran yang sangat luas. Mereka bisa ditemukan mulai dari bagian selatan Amerika Serikat, Meksiko, negara-negara Amerika Tengah, Kepulauan Karibia bagian selatan, hingga hampir di seluruh Amerika Selatan. Pilihan habitat favorit kelelawar brasil cukup beragam, mulai dari hutan dengan gua-gua, aliran air, hingga bangunan buatan manusia.

Dilansir Animal Diversity, kelelawar ini dapat bergelantungan pada berbagai objek, seperti langit-langit gua, pohon yang berlubang, di bawah jembatan, sampai langit-langit bangunan manusia. Kelelawar brasil tergolong sebagai karnivor atau tepatnya insektivor. Mereka akan memanfaatkan kemampuan ekolokasi untuk mencari ngengat, capung, kumbang, lalat, tawon, lebah, hingga semut. Sama seperti kelelawar pada umumnya, kelelawar ini aktif pada malam hari. Mereka bisa berburu serangga sambil tetap terbang di langit.

2. Tinggal dalam kelompok dengan jumlah sangat besar

potret koloni kelelawar brasil di Gua Bracken (commons.wikimedia.org/Dolovis/U.S. Fish and Wildlife Service Headquarters)

Sama pula seperti jenis kelelawar lainnya, kelelawar brasil juga hidup secara berkelompok. Kelompok ini akan mencari makan bersama-sama pada malam hari dan bergerak bersama juga saat musim migrasi sudah tiba. Hebatnya, jumlah kelelawar brasil dalam satu kelompok itu bukan hanya puluhan, ratusan, atau ribuan individu saja, lho.

Mengutip Arizona-Sonora Desert Museum, rata-rata jumlah satu kelompok atau koloni kelelawar brasil bisa berjumlah jutaan ekor. Pada koloni yang ditemukan di Gua Bracken, San Antonio, Texas, bahkan diestimasikan jumlah individunya mencapai 20 juta individu! Sebagai perbandingan, Jakarta yang merupakan salah satu kota paling padat di dunia saja "hanya" memiliki sekitar 10,6 juta penduduk di dalamnya. Dengan koloni sebesar itu, maka tak mengherankan kalau kelelawar brasil bisa menghabiskan hingga 250 ton serangga tiap malamnya.

3. Mamalia dengan kemampuan terbang terbaik

potret inframerah dari kelelawar brasil yang sedang membuka sayap (commons.wikimedia.org/CDC)

Selain punya koloni dalam jumlah yang sangat masif, ada rekor menakjubkan yang dipegang oleh kelelawar brasil dalam hal terbang. Sebenarnya, spesies mamalia yang bisa terbang itu sangat terbatas, bahkan mayoritasnya adalah keluarga kelelawar. Akan tetapi, kemampuan terbang dari kelelawar brasil ini layak disandingkan dengan burung-burung dengan kecepatan terbang luar biasa, lho.

Menurut Live Science, dalam urusan kecepatan terbang rata-rata, kelelawar brasil yang mencatatkan angka 160 km per jam yang menjadikannya sebagai salah satu makhluk terbang tercepat di dunia. Mungkin banyak yang berpikir kalau alap-alap kawah (Falco peregrinus) lah yang seharusnya memegang gelar ini. Akan tetapi, sebenarnya kecepatan 390 km per jam yang dicatatkan alap-alap kawah itu merupakan kecepatan terbang menukik ke bawah, bukan terbang lurus. 

Sementara, angka 160 km per jam yang dicatatkan kelelawar brasil itu merupakan kecepatan terbang lurus. Berdasarkan kategori itu, maka sebenarnya hanya kapinis-jarum asia (Hirundapus caudacutus) yang bisa terbang lebih cepat dari kelelawar brasil dengan kecepatan yang tipis, yakni 168 km per jam.

Sebagai perbandingan, kecepatan terbang lurus alap-alap kawah itu sekitar 40—112 km per jam. Ditambah lagi, kelelawar ini juga memegang rekor sebagai jenis kelelawar dengan ketinggian terbang paling tinggi, yakni mencapai 3.300 meter di atas permukaan laut!

4. Sistem reproduksi

pasangan kelelawar brasil yang ditemukan di gua (commons.wikimedia.org/Matti Mero)

Tiap musim kawin tiba, kelelawar brasil jantan akan menunjukkan aroma dan perilaku yang berbeda pada betina. Mereka akan jadi lebih berisik dan menandai berbagai lokasi agar bisa menarik perhatian betina yang sebenarnya hanya menunggu di sarang koloninya. Saat pasangan terbentuk, si jantan akan menunjukkan perilaku agresif sambil mengawini betinanya. Baik jantan maupun betina akan kawin beberapa kali dengan individu lain selama musim kawin berlangsung, yakni sekitar musim semi.

Dilansir Animal Diversity, setelah masa kawin, betina akan mengandung anaknya selama 11—12 minggu. Dalam satu masa kehamilan, betina umumnya hanya akan melahirkan satu anak saja. Uniknya, masing-masing induk kelelawar brasil akan mengumpulkan anak-anaknya dalam satu tempat yang sama. Di tempat inilah seluruh anak kelelawar brasil dalam satu koloni akan diberi makan setidaknya selama 4—7 minggu sebelum mereka bisa hidup secara mandiri.

Induk kelelawar brasil punya cara tersendiri untuk mengenali anaknya dalam tempat 'pengumpulan' anak dalam jumlah besar itu. Mereka akan menggunakan sejumlah suara khusus serta menghafal bau yang dikeluarkan dari anaknya. Uniknya, walaupun induknya punya mekanisme untuk mengenali anaknya di tempat pengumpulan itu, ternyata anak-anak kelelawar brasil tak mau menunggu sang induk terlalu lama untuk menyusuinya. Siapapun kelelawar betina yang lewat dan ada dalam jangkauannya, maka si anak tak akan ragu untuk menyusui dari betina tersebut.

5. Hewan komunikatif yang tak tahan dingin

Koloni kelelawar brasil di Gua Bracken sedang melakukan perjalanan migrasi menuju Amerika Selatan. (commons.wikimedia.org/Dolovis/U.S. Fish and Wildlife Service Headquarters)

Selain untuk berburu, kelelawar brasil juga mengandalkan ekolokasi untuk berkomunikasi dengan satu sama lain. Mereka bisa menghasilkan suara secara konstan dalam beberapa frekuensi yang berbeda, mulai dari 75—25 kHz. Tentunya frekuensi suara itu disesuaikan dengan kondisi dan tujuan komunikasi mereka saat itu.

Sebelumnya, sudah disebutkan kalau mereka merupakan hewan yang rutin bermigrasi. Alasan kelelawar brasil bermigrasi sebenarnya untuk menghindari musim dingin, mengutip Fact Animal. Saat wilayah di Amerika Utara memasuki musim dingin, maka mereka akan bermigrasi dalam jumlah besar ke Amerika Selatan dan begitu sebaliknya. Kelelawar ini sangat tidak tahan pada cuaca dingin. Bahkan, tercatat banyak kasus anggota koloni kelelawar brasil yang mati akibat kedinginan.

Cukup mengejutkan, ya, ternyata dalam kategori makhluk terbang lurus paling cepat di dunia, ada sosok mamalia yang bisa bersaing dengan burung-burung tercepat. Bahkan, siapa sangka kalau ternyata ada mamalia lain yang tinggal dalam jumlah besar hingga melebihi kota-kota manusia yang paling padat. Menarik banget, ya, si kelelawar brasil ini!

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anjar Triananda Ramadhani
EditorAnjar Triananda Ramadhani
Follow Us