Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Fakta tentang Afrika Selatan, Negara dengan 12 Bahasa Resmi

potret rakyat Afrika Selatan (unsplash.com/Steward Masweneng)
Intinya sih...
  • Afrika Selatan memiliki 12 bahasa resmi, semuanya diakui secara setara dan tercermin dalam kehidupan sehari-hari.
  • Negara ini dijuluki "Rainbow Nation" oleh Nelson Mandela, menggambarkan keberagaman etnis, ras, budaya, dan agama yang menyatu dalam satu tanah air.
  • Afrika Selatan menjalankan sistem demokrasi yang melibatkan banyak bahasa dalam proses politik dan administratifnya.

Afrika Selatan bukan sekadar negara yang dikenal lewat safari atau pegunungan indah Table Mountain. Negara ini menyimpan banyak keunikan yang gak bisa ditemukan di tempat lain. Mulai dari kekayaan budaya, sejarah panjang perjuangan melawan apartheid, hingga fakta mencengangkan soal jumlah bahasa resmi yang mencapai angka 12, Afrika Selatan memang layak disebut sebagai “World in One Country”.

Setiap sudut negara ini seperti potongan puzzle yang berbeda, tapi tetap saling melengkapi. Multikulturalisme terasa begitu kuat, sampai bahasa pun dijadikan simbol perwakilan identitas tiap kelompok. Gak heran kalau keberagaman ini membuat Afrika Selatan jadi negara yang dinamis, penuh warna, dan sarat makna. Yuk, selami lebih dalam lewat beberapa fakta menarik berikut.

1. Punya 12 bahasa resmi, semua diakui secara setara

potret pasar Afrika Selatan (unsplash.com/Sebastian Canaves)

Afrika Selatan adalah satu-satunya negara di dunia yang mengakui 12 bahasa sebagai bahasa resmi di tingkat nasional. Bahasa-bahasa ini termasuk Zulu, Xhosa, Afrikaans, Inggris, dan tujuh bahasa lokal lainnya seperti Tswana dan Venda. Setiap bahasa memiliki status yang setara dalam konstitusi, tanpa ada yang diprioritaskan secara hukum. Hal ini menjadi cerminan dari komitmen negara ini dalam merangkul keberagaman etnis dan budaya.

Pengakuan resmi terhadap banyak bahasa ini bukan hanya simbolis, tapi juga diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Dokumen resmi negara, materi pendidikan, dan siaran media tersedia dalam berbagai bahasa. Sekolah-sekolah juga memberikan pilihan bahasa ibu bagi siswa, demi menjaga identitas budaya mereka tetap hidup. Ini bukan hal mudah untuk dilakukan, tapi Afrika Selatan menjadikannya sebagai landasan persatuan nasional.

2. Dijuluki "Rainbow Nation" oleh Nelson Mandela

potret rakyat Afrika Selatan (unsplash.com/Steward Masweneng)

Julukan "Rainbow Nation" pertama kali digunakan oleh Desmond Tutu dan kemudian dipopulerkan oleh Nelson Mandela setelah runtuhnya sistem apartheid. Istilah ini menggambarkan visi Afrika Selatan sebagai bangsa yang beragam tapi hidup berdampingan secara damai. Pelangi menjadi simbol indah dari kombinasi etnis, ras, budaya, dan agama yang menyatu dalam satu tanah air. Julukan ini bukan hanya metafora, tapi juga gambaran nyata dari kehidupan sosial masyarakatnya.

Meski perjalanan menuju rekonsiliasi dan keadilan sosial masih terus berlangsung, semangat “Rainbow Nation” tetap menjadi fondasi identitas nasional. Ada kesadaran kolektif untuk saling menghargai, meskipun sejarah negara ini pernah dipenuhi luka yang dalam. Keberagaman bukan dianggap sebagai hambatan, tapi kekuatan yang bisa membuat negara ini lebih kaya secara manusiawi dan budaya.

3. Sistem politiknya mengadopsi demokrasi multibahasa

potret Nkoana Mashabane Menteri Luar Negeri Afrika Selatan (commons.wikimedia.org/U.S. Department of State)

Afrika Selatan menjalankan sistem demokrasi yang cukup unik karena melibatkan banyak bahasa dalam proses politik dan administratifnya. Sidang parlemen bisa berlangsung dalam berbagai bahasa resmi, tergantung siapa yang berbicara. Di media massa, debat politik juga sering disajikan dalam lebih dari satu bahasa, agar bisa diakses oleh masyarakat luas. Ini memperlihatkan bagaimana negara ini benar-benar mengakomodasi warganya yang berasal dari latar belakang berbeda.

Pemerintahnya juga menyediakan penerjemah resmi dan perangkat teknologi untuk memastikan komunikasi berjalan lancar. Gak cuma di tingkat nasional, di tingkat lokal pun bahasa daerah tetap dijaga dan difungsikan secara administratif. Sistem ini menuntut kerja ekstra, tapi juga menunjukkan keseriusan dalam membangun demokrasi yang inklusif dan berkeadilan. Demokrasi mereka tidak hanya tentang suara terbanyak, tapi juga tentang keterwakilan yang seimbang.

4. Budayanya sangat beragam dan kuat dalam tradisi lisan

potret Nadine Gordimer (commons.wikimedia.org/Vogler)

Kebudayaan Afrika Selatan berkembang dari berbagai suku dan etnis yang tinggal berdampingan. Salah satu kekayaan utamanya terletak pada tradisi lisan yang kuat, seperti cerita rakyat, puisi pujian (praise poetry), dan musik tradisional. Masing-masing kelompok etnis memiliki gaya penceritaan yang unik, dan bahasa lokal menjadi jantung utama dalam menyampaikan nilai-nilai kehidupan. Tradisi ini diwariskan lintas generasi tanpa harus tergantung pada tulisan.

Karya sastra Afrika Selatan banyak yang lahir dari akar oral tersebut, lalu berkembang menjadi sastra modern dalam berbagai bahasa. Bahkan penulis sekelas Nadine Gordimer dan JM Coetzee muncul dari lingkungan yang sangat dipengaruhi keberagaman budaya lokal. Kekuatan bahasa daerah mereka bukan hanya dalam struktur kata, tapi dalam makna sosial dan historis yang terkandung di dalamnya. Itulah kenapa pelestarian bahasa menjadi bagian vital dari pelestarian budaya.

5. Bahasa Inggris gak jadi bahasa mayoritas

potret masyarakat Afrika Selatan (unsplash.com/Nqobile Vundla)

Meskipun sering diasumsikan sebagai bahasa utama karena pengaruh kolonialisme dan globalisasi, nyatanya bahasa Inggris bukan bahasa yang paling banyak digunakan sehari-hari di Afrika Selatan. Bahasa Zulu dan Xhosa justru menempati posisi teratas dalam penggunaan domestik. Bahasa Inggris lebih dominan digunakan dalam bisnis, pendidikan tinggi, dan urusan pemerintahan, tapi tetap menjadi salah satu dari sebelas bahasa resmi.

Fakta ini cukup mengejutkan bagi banyak orang luar yang mengira bahasa Inggris sepenuhnya mendominasi. Realitanya, masyarakat Afrika Selatan sangat terbiasa berpindah-pindah bahasa tergantung situasi dan lawan bicara. Multilingualisme menjadi keterampilan yang wajar dan bahkan dianggap sebagai bagian dari identitas nasional. Kemampuan ini menjadi modal sosial yang penting dalam membangun koneksi lintas komunitas.

Afrika Selatan membuktikan bahwa keberagaman bukan hambatan, melainkan kekayaan yang bisa dikelola dengan niat dan kesadaran kolektif. Dengan 12 bahasa resmi dan budaya yang saling menghormati, negara ini menjadi salah satu contoh terbaik dari harmoni dalam kompleksitas. Dunia bisa banyak belajar dari Afrika Selatan tentang bagaimana pluralisme bisa menjadi fondasi, bukan ancaman.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ane Hukrisna
EditorAne Hukrisna
Follow Us