5 Fakta White Naped Crane, si Vokal yang Ritual Perkawinannya Sangat Meriah!

- White-naped crane bermigrasi saat musim dingin ke China, Korea, dan Jepang.
- Mereka memiliki menu makanan yang beragam dan unik, serta cara makan yang khas.
- White-naped crane teritorial, aktif mencari makanan, dan memiliki ritual perkawinan megah.
Bangau sudah lama dikaitkan dengan simbol keindahan karena postur tubuh dan perpaduan warna bulunya yang indah. Seperti salah satu spesiesnya yang bernama white-naped crane. Mereka berada dalam famili Gruidae dan memiliki nama ilmiah Antigone vipio. Tubuhnya sepanjang 1,1-1,2 meter, tingginya mencapai 1,3 meter dengan berat 6 kilogram. Bahkan sayapnya sekitar 2-2,1 meter, lho!
Untuk membedakannya dari spesies bangau yang lain, perhatikan lehernya yang bergaris putih dan abu-abu gelap. Selain itu, tengkuk hingga belakang lehernya juga berwarna putih. Ada bercak merah besar di wajahnya dan bulunya didominasi abu-abu gelap. Ada lagi nih, white-naped crane ini satu-satunya spesies bangau yang kakinya merah muda. Jadi akan mudah mengenali mereka. Sekarang mari intip kemeriahan ritual perkawinannya melalui penjelasan di bawah ini.
1. Bermigrasi saat musim dingin

Tempat perkembangbiakan white-naped crane berada di timur laut Asia, mulai dari Rusia, Mongolia hingga China. Ketika musim dingin tiba, mereka bermigrasi ke selatan menuju bagian tengah China, Korea dan Jepang. Salah satu populasi terbesarnya ada di Pulau Kyushu karena di sana ada stasiun pakan khusus (tempat yang dibuat untuk memberi makan satwa liar).
Animalia menginformasikan bahwa white-naped crane menyukai habitat lahan basah dangkal atau padang rumput lembap di lembah sungai. Mereka juga berada di tepian danau hingga kawasan stepa bercampur hutan. Bahkan saat bermigrasi, mereka juga masih menempati lahan basah seperti sawah, ladang pertanian dan dataran berlumpur.
2. Menu makannya menyesuaikan perubahan musim

Hewan yang menu makannya sangat beragam dan fleksibel bisa bertahan hidup di alam liar dengan baik. Seperti white-naped crane ini yang dietnya menyesuaikan perubahan musim. Saat musim kawin, mereka banyak menyantap tumbuhan air, umbi-umbian dan akar. Beda lagi saat sedang dalam perjalanan migrasi, biasanya mengonsumsi padi, biji-bijian dan sisa-sisa gabah di sawah.
Berdasarkan informasi dari iNaturalist, white-naped crane juga punya cara makan yang unik. Mereka akan berdiri diam lalu menggali dalam untuk mencari tumbuhan. Cara makan itu membuatnya berbeda dengan red-crowned crane, jadi tidak usah berebut makanan lagi. Bisa hidup berdampingan dengan damai.
3. Mereka cukup teritorial

Sebagai hewan yang lebih aktif saat siang hari, white-naped crane banyak menghabiskan waktu mencari makan dengan memanfaatkan paruh panjangnya. Mereka ternyata cukup teritorial, terutama saat menggali makanan. Ketika ingin meredakan ketegangan atau agresif antar bangau, spesies ini akan melakukan tarian yang mirip dengan ritual kawinnya. Termasuk gerakan mengepakkan sayap dan melempar ranting atau rumput.
4. Setiap suara yang dikeluarkannya punya tujuan berbeda

Walaupun white-naped crane cukup teritorial ketika sedang cari makanan, mereka tetap berinteraksi, ya. Cara utama yang digunakan melalui vokalisasi. Saat kamu mendengar geraman pendek, itu upaya bangau ini untuk melakukan kontak dengan bangau lain. Jika suaranya bernada tinggi, itu biasanya jaraknya cukup dekat.
Ada lagi panggilan keras yang berbeda antara jantan dan betina. Biasanya berupa teriakan waspada untuk mengusir ancaman atau panggilan khusus ketika ingin terbang. Bicara tentang kemampuan terbangnya, mereka memanfaatkan arus udara panas ketika bermigrasi, biasanya terbang dalam formasi huruf V.
5. Ritual perkawinannya sangat megah

Tidak bisa dipungkiri bahwa ritual pertunjukan dari white-naped crane sangat megah. Mereka punya unison calling yaitu serangkaian panggilan panjang yang dilakukan bersama. Suara itu mengiringi setiap gerakan tarian dari burung ini. Tariannya berupa kombinasi gerakan melompat, membungkuk, berlari, mengepakkan sayap dan bahkan melempar ranting atau rumput. Kamu bisa menyaksikan ritual itu pada bulan April hingga Juni, saat musim kawin berlangsung.
Melansir Smithsonian's National Zoo and Conservation Biology Institute, white-naped crane bersarang di gundukan dari rerumputan kering di area lahan basah terbuka. Betina bertelur sebanyak dua butir yang dierami oleh keduanya secara bergantian selama 28-32 hari. Keduanya sangat kompak dan terlihat siap jadi induk. Anaknya baru bisa terbang pada usia 70-75 hari dan dewasa reproduktif di usia 2-3 tahun.
Burung yang begitu cantik dan elegan, bahkan ritual perkawinan mereka tidak kalah megahnya. Sayangnya, populasinya di alam liar terancam punah. Mereka bisa kehilangan habitat aslinya karena berbagai faktor. Laporan IUCN Red List memaparkan populasinya tersisa 6,250-6,750 sehingga diklasifikasikan sebagai vulnerable.