Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Dampak Negatif Penambangan Nikel terhadap Lingkungan

Ilustrasi tambang nikel (Vecteezy.com/ Muhammad Ilham Marlis)
Ilustrasi tambang nikel (Vecteezy.com/ Muhammad Ilham Marlis)
Intinya sih...
  • Kerusakan hutan dan keanekaragaman hayati akibat deforestasi dan pembukaan lahan pertambangan.
  • Pencemaran air laut dan udara oleh material pertambangan, termasuk pembentukan asam tambang dan debu.
  • Degradasi tanah, erosi, limbah tailing, dan zat kimia berbahaya sebagai dampak negatif tambang nikel.

Saat ini tengah ramai isu mengenai pertambangan nikel. Tahukah kamu mengenai pertambangan nikel? Pertembangan nikel adalah kegiatan ekstraksi atau pengambilan bijih nikel dari dalam bumi untuk kemudian diolah menjadi logam nikel yang dapat dimanfaatkan dalam berbagai industry, terutama baterai kendaraan Listrik, baja tahan karat (stainless steel), dan elektronik.

Indonesia yang memiliki kondisi geologi yang strategis menyebabkan memiliki banyak potensi sumber daya alam geologi yang melimpah, salah satunya nikel. Hal tersebut membuat negara ini memiliki sejarah yang panjang mengenai pertambangan nikel. Sejak ditemukannya nikel pertama kali di Indonesia pada tahun 1901 hingga saat ini, eksplorasi nikel masih menjadi andalan industri yang menyumbang nilai ekonomi yang besar baik secara langsung maupun tidak langsung.

Di sisi dampak sumbangan yang signifikan untuk perekonomian, pertambangan nikel memiliki rentetan dampak negatif terhadap lingkungan dan manusia. Tahukah kamu apa saja dampaknya? Simak ulasan berikut ini, yuk!

1. Kerusakan hutan dan keanekaragaman hayati

Ilustrasi kerusakan hutan (vecteezy.com/architechphd)
Ilustrasi kerusakan hutan (vecteezy.com/architechphd)

Pembukaan lahan untuk pertambangan dapat menyebabkan deforestasi, menghilangkan kanopi hutan primer dan sekunder. Adapun, deforestasi dapat menyebabkan kehilangan habitat spesies endemik seperti burung, serangga, dan flora khas Kawasan tropis. Sehingga, hal tersebut dapat memperlemah keseimbangan ekologi yang berujung pada penurunan populasi spesies.  Selain berdampak pada kelangsungan flora dan fauna dalam hutan, pembukaan lahan di area hutan dapat mengurangi fungsi hutan sebagai penghasil oksigen, penyerap karbon dioksida, pencegah banjir dan longsor, pengatur tata air. Dampak-dampak tersebut akan membuat terganggunya fungsi ekologis hutan sebagai penyeimbang iklim mikro, penyerap karbon, dan pelindung tanah dari erosi.

2. Pencemaran air

Ilustrasi pencemaran air (Pexels.com/Emiliano Arano )
Ilustrasi pencemaran air (Pexels.com/Emiliano Arano )

Area laut dan pesisir di sekitar kawasan pertambangan nikel akan mengalami pencemaran oleh masuknya material-material pertambangan ke area laut, sehingga mengganggu ekosistem pesisir yang ada. Padahal, Kabupaten Kolaka memiliki Lokasi strategis pesisir sebagai Kawasan agroindustry yang memproduksi rumput laut terbesar kedua di Provinsi Sulawesi Tenggara. Sehingga, kondisi tersebut mengancam kondisi lingkungan, petani rumput laut, dan merusak sumberdaya yang ada di sekitar Kawasan pertambangan.

Selain itu, salah satu penyebab utama tercemarnya air di sekitar Kawasan pertambangan yaitu pembentukan air asan tambang (acid mine drainage) yaitu reaksi kimia antara mineral sulfida di dalam batuan dengan air dan oksigen yang menghasilkan asam sulfat. Asam tersebut dapat melarutkan logam berat seperti nikel, kromium, arsenic, dan cadmium yang mengalir ke Sungai atau meresap ke dalam air tanah. Sehingga, akibatnya ekosistem perairan terganggu, organisme air mati atau mengalami mutase, dan air menjadi tidak layak konsumsi oleh manusia dan hewak ternak. Kontaminasi logam berat juga beresiko terakumulasi dalam rantai makanan yang berbahaya dalam jangka panjang.

3. Pencemaran udara

Ilustrasi polusi udara (Pexels.com/Marek Piwnicki)
Ilustrasi polusi udara (Pexels.com/Marek Piwnicki)

Pertambangan nikel dapat memicu pencemaran udara karena menghasilkan polusi dari proses pertambangan seperti melalui asap kendaraan pengangkut maupun material hasil penampangan.  Selain itu, polusi yang dihasilkan dari debu siswa material tanah tambang yang diangkut kendaraan. Polusi dari debu biasanya dihasilkan dari pertambangan nikel terbuka yang menghasilkan gas emisis juga dari proses peleburan bijih. Debu tersebut dihasilkan dari proses penggalian, peledakkan.

 Debu yang dilepaskan dari penambangan nikel mengandung partikel halus (PM10 dan PM2.5) yang dapat mengganggu pernapasan manusia. Selain itu, proses smelting atau peleburan logam menghasilkan emisi sulfur dioksida (SO2), karbon monoksida (CO), dan kadang senyawa nitrogen oksida (NO) yang dapat memicu terjadinya hujan asam dan merusak vegetasi di sekitarnya. Jika todak dilengkapi sistem pengendalian emisi yang efektif, udara di sekitar tambang bisa menjadi bahaya untuk Kesehatan dan sangat tercemar.

4. Degredasi tanah dan erosi tanah

Ilustrasi degradasi tanah (Pexels.com/Kelly)
Ilustrasi degradasi tanah (Pexels.com/Kelly)

Dampak lainnya yang berbahaya untuk alam dan juga manusia yaitu tanah longsor. Penambangan dapat menyebabkan tanah longsor dikarenakan adanya aktivitas pengerukan tanah pada lereng gunung atau perbukitaran, atau pengerukan tanah yang ada dalam bumi. Pertambangan terbuka dapat merusak struktur tanag dan menyebabkan hilangnya lapisan humus tanah yang subur. Tanah yang terganggu tersebut dapat mudah tererosi apalagi jika tidak segera dilakukan revegetasi. Curah hujan yang tinggi di daerah tropis dapat memperparah laju erosi sehingga bisa menyebabkan tanah longsor dan sedimentasi di Sungai-sungai sekitar tambang. Hal ini berdampak pada kualitas air, mempercepat pendangkalan Sungai, serta menurunkan kesuburan tanah yang pada akhirnya menyulitkan pemulihan fungsi ekologis lahan pascatambang. Tanah bekas tambang juga sering mengandung residu logam berat yang bersifat toksik dan sulit diolah kembali menjadi lahan produktif tanpa teknologi pemuihan khusus.

Adapun jika Lokasi penambangan berdekatan dengan laut, sedimentasi akibat pembukaan lahan tambang menyebabkan lumpur terbawa ke laut, menutupi terumbu karang. Ini mengganggu fotosintesis dan menyebabkan kematian karang, yang berdampak langsung pada populasi ikan dan biota laut lainnya.

5. Limbah tailing dan zat kimia berbahaya

Ilustrasi tambang nikel (Vecteezy.com/ Muhammad Ilham Marlis)
Ilustrasi tambang nikel (Vecteezy.com/ Muhammad Ilham Marlis)

Tailing adalah sisa hasil pemisahan bijih nikel yang biasanya berbentuk lumpur atau bubur padat, mengandung logam berat dan bahan kimia residu. Jika tidak dikelola dengan benar, tailing dapat mencemari tanah dan air di sekitarnya. Kolam tailing yang bocor atau runtuh menimbulkan risiko besar berupa limpasan zat berbahaya ke lingkungan. Beberapa proses ekstraksi juga menggunakan bahan kimia korosif seperti asam sulfat yang dapat merembes ke tanah. Dalam jangka panjang, limbah tailing bisa mengakibatkan kontaminasi kronis, baik bagi ekosistem maupun kesehatan masyarakat sekitar. Penanganan limbah ini membutuhkan teknologi canggih dan pemantauan jangka panjang.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Siantita Novaya
EditorSiantita Novaya
Follow Us