4 Fakta Bus Troli Pyongyang, Menjaga Ibu Kota Tetap Bergerak

- Bus troli pertama kali muncul pada tahun 1962, menandai peringatan 50 tahun kelahiran Kim Il Sung.
- Pyongyang mengoperasikan sekitar selusin jalur bus troli di seluruh kota, diidentifikasi berdasarkan nama terminal.
- Bus troli diproduksi secara domestik di Pyongyang Trolleybus Works dengan merek Chollima, menjadi transportasi nomor satu bagi warga lokal.
Di Pyongyang, Korea Utara, sistem transportasi umum utama adalah metro, trem, dan bus troli. Bus troli adalah yang tertua di antara ketiganya, pertama kali diperkenalkan pada awal 1960-an. Adapun biaya sekali jalannya sebesar 5 won, sama dengan Pyongyang Metro, setara dengan sekitar Rp92.
Hanya dengan Rp92, wisatawan bisa naik bus troli pulang pergi selama lebih dari dua tahun. Sayangnya, berbeda dengan Pyongyang Metro, mereka tidak bisa naik bus troli bersama penduduk lokal. Meskipun demikian, wisatawan dapat mencoba naik bus troli carteran untuk berkeliling ibu kota Korut. Yuk, simak fakta menarik tentang bus troli Pyongyang berikut ini!
1. Pertama kali muncul pada tahun 1962

Bus troli pertama kali diperkenalkan di Pyongyang pada tahun 1962, menandai peringatan 50 tahun kelahiran Kim Il Sung. Menariknya, Koryo Tours menyebutkan bahwa hal serupa terjadi di Budapest setelah Perang Dunia II. Kota ini membuka jalur bus troli pertamanya untuk merayakan ulang tahun ke-70 Joseph Stalin. Jalur tersebut masih beroperasi hingga saat ini dan masih menggunakan nomor 70.
Rute bus troli pertama di Pyongyang menghubungkan Stasiun Pyongyang dengan bekas lokasi Agricultural Exhibition. Lokasi tersebut kini menjadi lokasi Menara Juche. Korut mulai memproduksi bus trolinya sendiri setahun sebelumnya, pada tahun 1961. Hal ini menandai dimulainya industri bus troli domestik di negara tersebut.
2. Terdapat sekitar selusin jalur
Saat ini, Pyongyang mengoperasikan sekitar selusin jalur bus troli di seluruh kota. Jalur-jalur ini diidentifikasi berdasarkan nama terminal, alih-alih nomor. Salah satu terminal utama terletak tepat di sebelah timur Stasiun Pyongyang. Ia berfungsi sebagai titik penting dalam jaringan bus troli kota.
Sistem bus troli membentang hampir di seluruh Pyongyang. Terlepas dari penampilannya, sistem penomoran tetap ada. Angka 1—3 dapat dilihat pada rambu berhenti dan bagian depan bus. Setiap halte di sepanjang rute menampilkan nomor tertentu dan hanya bus dengan nomor yang sesuai yang akan berhenti di sana.
3. Sebagian besar dibuat secara domestik

Berbeda dengan kereta Pyongyang Metro yang diimpor dari Jerman Barat dan trem dari Cekoslowakia, bus troli diproduksi di dalam negeri. Produksi dimulai di Pyongyang Trolleybus Works pada tahun 1961. Hebatnya, metode produksinya hampir tidak berubah sejak saat itu. Bahkan hingga kini, badan bus masih dibuat dengan tangan.
Bus troli buatan Pyongyang diproduksi dengan merek Chollima. Meskipun diproduksi secara lokal, beberapa desainnya awalnya dilisensikan dari perusahaan bekas Blok Timur seperti Ikarus (Hungaria) dan Skoda (Cekoslovakia). Model yang paling umum saat ini beroperasi yaitu Chollima 091 gandeng, yang diperkenalkan pada tahun 2010. Model populer lainnya adalah Chollima 316, bus troli satu unit yang pertama kali diluncurkan pada tahun 2018.
4. Transportasi nomor satu bagi warga lokal

Karena langkanya mobil pribadi dan tingginya biaya taksi, bus troli menjadi moda transportasi utama bagi masyarakat Pyongyang. The Rambling Wombat menambahkan bahwa ia merupakan pilihan yang paling diandalkan selain berjalan kaki. Tarifnya sangat rendah, sehingga terjangkau bagi hampir semua orang. Namun, keterjangkauan ini juga berarti bus troli seringkali penuh sesak.
Bus troli produksi domestik dibuat tanpa menggunakan mesin press hidrolik, menunjukkan keterampilan para pekerja lokal. Panel-panelnya seringkali menunjukkan tanda-tanda pengerjaan tangan yang cermat. Sistem transportasi kota diperkuat oleh kerja sama antara bus troli dan bus reguler. Hal ini membantu memastikan tersedianya transportasi umum yang andal, baik yang bertenaga listrik maupun diesel.
Bus troli Pyongyang mewakili lebih dari sekadar transportasi umum, ia merupakan perwujudan warisan kota. Konstruksi buatan tangan mencerminkan karakter kehidupan sehari-hari. Ia menghubungkan lingkungan dan warga di seluruh kota. Dalam gerakannya, tersimpan denyut nadi kota yang bergerak mengikuti ritmenya sendiri.


















