Sejarah Ganja Medis di Era Victoria, Obati Migrain hingga Nyeri Haid

- William Brooke O'Shaughnessy, dokter asal Irlandia yang menemukan ganja medis di India.
- Ganja digunakan untuk mengobati penyakit ringan hingga sedang, seperti migrain dan rematik.
- Kisah bahwa Ratu Victoria memakai ganja untuk mengatasi nyeri haid sampai saat ini masih simpang siur.
Di banyak negara, ganja menjadi tanaman terlarang sejak abad ke-20 hingga sekarang. Namun, dikutip Sydney University, ganja justru digunakan sebagai obat sejak 2800 SM dan diperkirakan diperkenalkan dari Asia Tengah ke India, Yunani kuno, hingga masyarakat Romawi.
Namun, penggunaan ganja di Barat kemudian dibatasi setelah Paus Innocent VIII melakukan pelarangan pada 1484. Ganja baru mulai kembali digemari di Barat sebagai psikoaktif pada abad ke-16 dan diperkenalkan sebagai obat rekreasional pada 1833. Puncaknya pada awal era Victoria, seorang dokter asal Irlandia, menggunakan ganja sebagai pengobatan di Inggris secara besar-besaran. Bagaimana sejarahnya? Yuk, simak selengkapnya di artikel ini!
1. William Brooke O'Shaughnessy menemukan ganja medis di India

Seseorang yang memperkenalkan kembali ganja pada era Victoria adalah seorang dokter Irlandia bernama William Brooke O'Shaughnessy. Ia lahir pada 1808 di Limerick, Irlandia, dan kuliah kedokteran di Trinity College dan University of Edinburgh. Namun, William tidak mendapatkan lisensi untuk praktik kedokterannya di London setelah lulus kuliah. Meski begitu, ia mendirikan laboratoriumnya sendiri dan terkenal karena karyanya yang menganalisis darah dan feses korban kolera.
Pada 1838, William pun menjadi asisten dokter bedah di Bengal Medical Service milik East India Company. Bermarkas di Calcutta (sekarang Kolkata, India), William menyadari penggunaan ganja untuk pengobatan dan rekreasi. Metode penggunaan ganja yang dia pelajari bermacam-macam, mulai dari daun ganja kering yang dihisap langsung dengan tembakau, daunnya yang dicampur dengan susu dan gula untuk dibuat permen, hingga resin tanaman ganja yang kemudian digunakan William dalam pengobatan.
2. Ganja digunakan untuk mengobati penyakit ringan hingga sedang

Setelah bereksperimen pada hewan dan tidak menemukan adanya cedera, William memutuskan menggunakan ganja dalam bentuk resin untuk mengobati tiga pasien laki-laki yang menderita rematik. Awalnya, obat itu hanya memengaruhi satu orang yang menjadi sangat cerewet dan lapar sebelum tertidur. Pasien itu juga kemudian mengalami kaku, sementara dua pasien lainnya tertawa histeris. Namun, ketiga pasien itu mengaku tidak merasakan sakit (rematiknya tidak kambuh) pada hari berikutnya.
William akhirnya memperluas uji cobanya dan menemukan bahwa ganja dapat meredakan diare, membantu pemulihan pasien secara alami, termasuk menghentikan kejang dan menyembuhkan tetanus. Namun, ganja tetap tidak mempan untuk penderita rabies.
Hasil temuan-temuan tersebut kemudian William tuliskan dalam Provincial Medical Journal pada 1842. Tulisan itupun menggemparkan dunia medis pada era Victoria, sehingga banyak rekan-rekannya yang ingin mempelajari lebih lanjut tentang ganja. Bahkan, karya William pun dikutip dalam banyak buku farmakologi di Inggris dan Eropa.
3. Konon, Ratu Victoria memakai ganja untuk mengatasi nyeri haid

Di era Victoria, ganja biasanya diberikan dalam bentuk ekstrak yang dilarutkan dalam alkohol dan diminum secara oral. Selain beberapa penyakit yang berhasil diobati dengan ganja oleh William, ganja juga diadopsi sebagai obat penenang bagi penderita gangguan jiwa.
Menariknya dikutip Gresham College, ketika itu ganja juga digunakan dalam proses melahirkan, termasuk dianggap bermanfaat dalam mengobati dismenore atau nyeri saat menstruasi. Salah satu dokter yang mempromosikan ganja sebagai obat nyeri menstruasi adalah John Russell Reynolds yang menerbitkan penelitiannya dalam The Lancet pada 1890. Sementara, John sudah didapuk menjadi dokter keluarga kerajaan sejak 1879.
Banyak yang menduga bahwa John adalah dokter pribadi Ratu Victoria sehingga beberapa sumber menulis bahwa Ratu Victoria selalu mengonsumsi ganja untuk mengatasi nyeri haid. Namun, Ratu Victoria disebut sudah berusia 60 tahun saat John baru menjadi dokter di kerajaan sehingga kebenaran tentang ganja dan Ratu Victoria pun masih menjadi perdebatan.
4. Ganja medis masih punya banyak kekurangan di era Victoria

Meskipun masyarakat era Victoria menganggap ganja sebagai obat yang ampuh untuk beberapa penyakit, ganja tetap bukan obat yang bisa diandalkan untuk mengobati semua penyakit. Pasalnya, farmakologi sintetis mulai berkembang pada akhir abad ke-19, dan ganja digolongkan sebagai obat organik. Di samping itu, kemanjuran dan efek samping ganja pada seseorang itu sangat bervariasi, tergantung seberapa banyak ganja yang dikonsumsi.
Ganja juga punya kelemahan dibandingkan dengan pengobatan lain di era Victoria. Sebagaimana dijelaskan National Museums Scotland, jarum hipodermik atau jarum suntik mulai dikembangkan pada 1853 dan pengobatan ini menawarkan cara yang lebih baik. Sementara, ganja sendiri tidak larut dalam air, sehingga tidak bisa diberikan ke pasien melalui suntikan. Di antara inovasi teknologi dan pengembangan obat-obatan sintetis, ganja dan obat-obatan herbal lainnya secara bertahap mulai kehilangan popularitasnya.
5. Reputasi baik ganja medis semakin menurun dan disebut bisa menyebabkan gangguan jiwa

Pada akhir era Victoria hingga pertengahan abad ke-19, reputasi ganja medis kian memburuk justru di Inggris dan Amerika. Pasalnya, pada 1891, Allahabad Pioneer melaporkan pertumbuhan penjualan ganja dan dampaknya terhadap pasien yang mengalami sakit mental di India. Laporan tersebut menjelaskan bahwa efek samping ganja sebanding dengan opium, dan bahkan dianggap lebih buruk.
Klaim ini pun menarik perhatian House of Commons (DPR) di Inggris, khususnya di antara politisi yang aktif dalam kampanye melawan opium. Selain dampak buruknya, opium dianggap sebagai simbol kejahatan imperialisme bagi politisi liberal yang menentang kekaisaran Inggris.
Meski demikian, sebuah komisi dibentuk untuk melakukan studi terhadap efek ganja antara tahun 1893 sampai 1894. Komisi tersebut tidak menemukan bukti bahwa ganja menyebabkan masalah kejiwaan. Namun, komisi tersebut memperingatkan bahwa penggunaan ganja yang berlebihan dapat merusak kesehatan mental.
Sampai saat ini, ganja medis masih menjadi perdebatan sengit di banyak kalangan. Pasalnya, ganja masuk sebagai psikotropika dan dianggap sebagai narkoba golongan I. Walaupun jika kembali menengok sejarah, era Victoria menjadi pencetus mengapa ganja dijadikan pengobatan medis di era modern.