Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Apa yang Terjadi pada Bumi jika Tidak Ada Hujan? Ini Kemungkinannya!

ilustrasi kekeringan (pixabay.com/Moshe Harosh)
ilustrasi kekeringan (pixabay.com/Moshe Harosh)

Dalam kehidupan sehari-hari, banyak orang menganggap kalau hujan itu mengganggu lantaran kita jadi sulit beraktivitas di luar ruangan. Belum lagi petir menyeramkan yang menyertainya, angin kencang, atau bahkan dampak yang ditimbulkan dari hujan itu sendiri, seperti kebanjiran, longsor, hingga angin besar. Namun, nyatanya, hujan merupakan bagian penting yang mendukung dunia berjalan sesuai fitrahnya.

Bumi membutuhkan air untuk bertahan hidup. Hujan merupakan bagian dari siklus air, terjadi ketika air menguap ke atmosfer sebelum mengembun dan jatuh kembali ke permukaan sebagai presipitasi. Meskipun begitu, curah hujan tidak pernah merata.

Kehidupan di darat bergantung pada air tawar. Namun, meskipun sebagian besar permukaan Bumi tertutup air, hanya 3 persen air tawar yang ada di seluruh dunia, lho. Sebagian besar dari air tawar ini bahkan tidak dapat diakses. Bisa kamu bayangkan dari begitu banyak kehidupan Bumi, termasuk seluruh umat manusia, bergantung pada hanya 0,5 persen dari semua air di Bumi. Oleh sebab itu, hujan adalah sumber yang penting bagi kehidupan. Biarpun begitu, perubahan iklim sudah mengganggu sumber penting ini.

Perubahan pola cuaca yang disebabkan oleh perubahan iklim jangka panjang ini memengaruhi ketersediaan air di seluruh dunia. Curah hujan yang menurun dapat berdampak parah pada hamparan tanah yang luas, tetapi jika hujan berhenti turun dan tidak pernah hujan lagi, justru efeknya akan menjadi bencana besar. Dunia tanpa hujan akan menjadi tempat yang sangat gersang dan tidak bersahabat. Yuk, simak penjelasan apa yang terjadi pada Bumi jika tidak ada hujan!

1. Terjadi kekeringan parah dan berkepanjangan

ilustrasi kekeringan (pixabay.com/Marion)
ilustrasi kekeringan (pixabay.com/Marion)

Jika hujan benar-benar berhenti turun dari langit Bumi, hal pertama yang akan terjadi adalah kekeringan yang melanda seluruh dunia. Musim panas 2024 memberi gambaran pada dunia betapa mendidihnya suhu Bumi kita. Seperti yang dilaporkan Administrasi Kelautan dan Atmosfer Nasional atau National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA), kurangnya curah hujan menyebabkan kekeringan di seluruh dunia pada 2024.

Pertanian yang sangat terancam akibat kekeringan terjadi di beberapa wilayah di Amerika, Afrika, Eropa, Rusia barat daya, dan Australia Selatan. Akibatnya, beberapa bagian Amerika Tengah dan Selatan, Asia Barat Daya, dan sebagian besar Afrika mengalami kelaparan parah. Sementara itu, sungai dan waduk mulai mengering di seluruh Eropa, Asia Timur, dan Amerika Utara. Hasilnya adalah lahan pertanian mati dan menguning serta kebakaran hutan akan semakin parah.

Selain dampak ekologis, kekeringan dapat memperburuk kelangkaan air yang memang sudah terjadi. Masyarakat akan semakin kesulitan menemukan air minum bersih yang dibutuhkan untuk bertahan hidup. Kelangkaan air bersih sudah terjadi di banyak bagian dunia. Nah, jika hujan tak lagi turun, maka dampak kekeringan akan memengaruhi manusia dan lingkungan. Hal ini pun bisa sangat parah dan mematikan.

2. Sungai-sungai di seluruh dunia akan mengering

ilustrasi sungai mengering (pixabay.com/ddzphoto)
ilustrasi sungai mengering (pixabay.com/ddzphoto)

Jika hujan berhenti turun sama sekali, kekeringan akan terus memburuk. Hal ini terjadi lumayan cepat, lantaran sungai akan mengering. Jadi, baik populasi manusia maupun satwa liar yang bergantung pada air untuk bertahan hidup akan terancam.

Seperti yang dilaporkan The Guardian, Eropa Selatan dan Timur mengalami kekeringan paling parah dalam setengah milenium, yang membuat beberapa sungai utama di benua itu mengering hingga dapat diseberangi dengan berjalan kaki. Sungai yang kering berdampak besar pada industri manusia dan kehidupan masyarakat, jalur pengiriman tidak tersedia dan menyebabkan pasokan terputus. Namun, dampak paling serius adalah lingkungan. Kurangnya air saat sungai mengering dapat merusak seluruh ekosistem, dan menurunkan kualitas air yang tersisa.

Hutan hujan pasti akan sekarat jika sungai-sungai di Bumi mengering. Seperti yang dicatat Mongabay, hutan hujan dikaitkan dengan beberapa sungai terbesar dan paling terkenal di dunia, seperti Kongo, Orinoco, Mekong, dan Amazon. Jika sungai-sungai ini berhenti mengalir, seluruh hutan yang disokongnya perlahan akan mati. Kesimpulannya, tidak akan ada hutan hujan di Bumi tanpa turunnya hujan.

3. Tanaman yang tahan terhadap kekeringan juga tetap membutuhkan air

ilustrasi kekeringan (pixabay.com/FRANK ELISANTE)
ilustrasi kekeringan (pixabay.com/FRANK ELISANTE)

Seperti yang sudah kita pahami, tanaman akan cepat layu dan mengering tanpa disiram air, kan. Pasalnya, tanaman membutuhkan air yang cukup lewat akarnya untuk mempertahankan dedaunannya. Namun, ada beberapa tanaman yang memang tahan dengan kekeringan, jadi kemungkinan akan bertahan lebih lama jika hujan berhenti turun. Tanaman paling terkenal yang mampu bertahan hidup dalam cuaca terik adalah kaktus.

Selain itu, ada juga pohon baobab. Beberapa spesies baobab tumbuh di seluruh Afrika, dan beberapa yang paling ikonik ditemukan di Madagaskar. Pohon-pohon ini menggunakan trik bertahan hidup yang mirip dengan kaktus. Pasalnya, pohon baobab mampu menampung air di batangnya hingga 75 persen. Namun faktanya, tanaman yang paling tangguh di cuaca terik sekali pun masih membutuhkan air untuk disimpan, yang berarti mereka juga bergantung pada hujan.

4. Air bawah tanah atau akuifer perlahan akan mengering

mata air di Taman Konservasi Wabma Kadarbu dari Great Artesian Basin (commons.wikimedia.org/Tandrew22)
mata air di Taman Konservasi Wabma Kadarbu dari Great Artesian Basin (commons.wikimedia.org/Tandrew22)

Permukaan Bumi dipenuhi dengan akuifer, lapisan air tawar yang tersembunyi di bawah tanah. Akuifer ini bisa sangat luas, menyokong seluruh ekosistem dengan air yang tersimpan di dalamnya. Salah satu contoh yang paling menonjol adalah Cekungan Artesis Besar Australia atau The Great Artesian Basin, yang merupakan sumber air tanah terbesar di dunia. 

Cekungan Artesis Besar Australia adalah salah satu sumber air terpenting di Australia, yang luasnya sekitar 1,7 juta kilometer persegi. Namun, seperti yang dicatat dalam sebuah penelitian yang diterbitkan dalam Wetlands Ecology and Management (2003), berjudul "Spring Wetlands of the Great Artesian Basin, Queensland, Australia," yang ditulis R. J. Fensham, menjelaskan bahwa reservoir bawah tanah yang sangat besar ini juga membutuhkan curah hujan, lho, untuk mengisi ulang. Cadangan airnya pun sudah mulai terkuras karena aktivitas manusia.

Jika curah hujan Bumi berhenti, akuifer air tanah seperti ini memang dapat menyediakan sumber air bersih bagi manusia, tetapi akuifer ini hanya bertahan sementara dan akan habis. Tak hanya Australia, Hawaii juga bergantung pada akuifernya yang sangat besar untuk mendapatkan air tawar. Dikutip Mālamalama, air di akuifer Hawaii membutuhkan waktu 10 sampai 20 tahun untuk meresap perlahan melalui batuan vulkanik setelah hujan turun.

Akuifer seperti ini memang menyediakan tempat berpijak bagi tanaman selama beberapa tahun jika hujan berhenti turun. Namun, akuifer ini tidak akan bertahan selamanya, lho. Kesimpulannya, semua air tanah harus diisi ulang dengan air hujan. Tanpa hujan, bahkan akuifer terbesar di Bumi pun akan mengering.

5. Kadar oksigen akan menurun

ilustrasi kekeringan (pixabay.com)
ilustrasi kekeringan (pixabay.com)

Tanpa hujan, nantinya tanaman akan mati. Bumi pun tidak lagi memiliki oksigen. Saat hujan berhenti dan tanaman mulai mati secara massal, atmosfer akan langsung merasakan dampaknya.

Sebagaimana yang dijelaskan Administrasi Kelautan dan Atmosfer Nasional atau National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA), tanaman laut Bumi menghasilkan sekitar 50 persen hingga 80 persen dari seluruh oksigen dunia, sementara tanaman darat, terutama hutan hujan, menghasilkan sekitar 28 persen, yang berarti kadar oksigen di udara akan anjlok tanpa tanaman atau pohon di darat.

Bahkan, dengan masih turunnya hujan saat ini, kadar oksigen Bumi ternyata sudah mulai berkurang, lho, seiring musim. Seperti yang dijelaskan lebih lanjut oleh Ken Kunkel dari Midwest Climate Center di Chicago Tribune, fluktuasi kadar oksigen berkurang sekitar 0,03 persen. Namun, jika tanaman mulai mati dalam skala besar secara global, hal itu bisa menimbulkan malapetaka yang besar.

Kehadiran tanaman atau pohon tidak hanya penting bagi manusia, tetapi juga bagi Bumi. Pasalnya, pohon menyerap karbon dioksida dari atmosfer. Karbon dioksida saat ini sekitar 0,04 persen dari atmosfer Bumi, tetapi tanpa tanaman untuk menghilangkannya, karbon dioksida akan semakin menumpuk. Jika karbon dioksida mendekati 1 persen, udara pun akan menjadi beracun. Tak hanya itu, Bumi juga akan sangat panas. Namun, jauh sebelum Bumi kehabisan oksigen, akan ada masalah yang lebih mendesak, yakni kekurangan makanan.

6. Semua hewan akan mati

ilustrasi gajah mati karena kekeringan (pixabay.com/Yuri)
ilustrasi gajah mati karena kekeringan (pixabay.com/Yuri)

Saat tanaman mulai layu dan mati karena kurangnya air hujan, Bumi tentunya akan mengalami krisis pangan. Tanaman adalah dasar dari rantai makanan. Dikenal sebagai autotrof, tanaman termasuk di antara sedikit makhluk hidup di Bumi yang memanen energi mentah dalam bentuk sinar matahari. Jadi, tanpa tanaman, seluruh rantai makanan akan runtuh. Setelah tanaman mati, hewan herbivora menjadi sasaran berikutnya.

Beberapa hewan mungkin dapat bertahan lebih lama tanpa vegetasi yang menjaga Bumi tetap hijau. Seperti yang disebutkan National Geographic, soalnya, tidak semua hewan membutuhkan sayuran dalam makanan mereka. Nah, contohnya saja hewan karnivora yang bisa bertahan hidup hanya dengan memakan daging, tetapi dengan kurangnya herbivora untuk dimangsa, jumlah hewan karnivora juga akan turun secara tajam. Beberapa mungkin dapat bertahan hidup untuk waktu yang signifikan dengan saling berburu.

Hewan lain yang dapat bertahan hidup untuk beberapa waktu setelah hujan berhenti turun adalah detritivor. Detritivor adalah organisme heterotrof pemakan materi yang mati dan membusuk. Jadi, dengan begitu banyaknya kehidupan di Bumi yang mati karena dehidrasi dan kelaparan, ada banyak pula yang bisa dimakan detritivor.

Banyak hewan di Bumi yang memang sudah beradaptasi untuk hidup di lingkungan kering, seperti pemakan bangkai dan predator kecil. Banyak dari mereka yang mendapatkan air dari makanan. Namun, kenyataan pahitnya adalah tidak ada makhluk hidup yang dapat bertahan hidup selamanya tanpa air.

7. Lautan akan menguap

ilustrasi lautan (pixabay.com/Pexels)
ilustrasi lautan (pixabay.com/Pexels)

Sejauh ini, lautan mungkin menjadi tempat berlindung yang aman bagi kehidupan di dunia tanpa hujan. Sayangnya, lautan juga tidak akan bertahan selamanya. Lautan Bumi terkait erat dengan curah hujan.

Seperti yang dicatat NASA Earth Observatory, sekitar 86 persen dari semua penguapan di dunia berasal dari lautan, dan 78 persen dari semua curah hujan membuat lautan terus terisi kembali. Tanpa curah hujan itu, permukaan laut akan mengalami penurunan. Pasalnya, sekitar 450.000 kilometer kubik air menguap dari lautan Bumi setiap tahunnya. Ibaratnya, ini hanya setetes air di lautan, karena ada sekitar 1.386 miliar kilometer kubik air di semua lautan Bumi jika digabungkan. Masalahnya pun akan muncul jauh sebelum air di lautan habis.

Saat lautan terus menguap, airnya akan menjadi semakin asin. Di sisi lain, banyak jenis ikan yang memiliki rentang toleransi salinitas yang rendah. Itu berarti, jika kadar garam air berubah terlalu tinggi dari tempat tinggal ikan seharusnya, maka banyak ikan yang akan mati.

Akhirnya, karena lautan terus mengering tanpa air hujan untuk mengisinya kembali, air akan menjadi sangat asin. Pada titik ini, hampir semua makhluk laut kemungkinan besar akan mati. Satu-satunya yang dapat hidup di laut yang sangat asin adalah halofili.

8. Bumi akan menjadi gurun yang sangat panas

ilustrasi kekeringan (pixabay.com/Ton W)
ilustrasi kekeringan (pixabay.com/Ton W)

Jika hujan berhenti turun, Bumi akan menjadi planet gurun yang gersang. Di bawah langit yang tak berawan, permukaan dunia akan menjadi kering dan berdebu, seperti gurun yang ada saat ini. Seperti yang kita tahu, gurun bisa sangat kering karena berada di tempat atau geografi yang tidak tersentuh kelembapan.

Iklim yang dihasilkan tanpa turunnya hujan, siang hari akan terasa sangat panas dan malam harinya akan terasa sangat dingin. Nah, inilah yang menjadi ciri khas wilayah gurun. Air, ternyata sangat penting untuk membantu Bumi mengatur suhunya.

Di sisi lain, meningkatnya jumlah uap air di atmosfer akan menyebabkan efek rumah kaca. Efek rumah kaca yang lembap akan menyebabkan panas menumpuk di permukaan Bumi, membuat air yang tersisa menguap lebih cepat dan perlahan-lahan membakar planet ini. Itu artinya, Bumi akan tampak seperti Venus, dengan atmosfer yang sangat keras dan permukaan yang tidak memiliki apa pun kecuali batuan kering.

9. Manusia bisa memanfaatkan menara pemanen air meski hanya sementara

Menara Warka dirancang untuk memanen air dari atmosfer (hujan, kabut, embun) yang menyediakan sumber air (youtube.com/Warka Water)
Menara Warka dirancang untuk memanen air dari atmosfer (hujan, kabut, embun) yang menyediakan sumber air (youtube.com/Warka Water)

Dikutip Medical News Today, manusia dapat bertahan hidup hanya 3 hari tanpa air sama sekali. Namun, manusia bisa mengandalkan teknologi asalkan dapat bertindak cepat. Salah satu pilihannya adalah dengan mengembunkan air tawar dari udara lembap itu sendiri.

Ada pula penemuan menara pemanen air, yang dapat digunakan untuk mengumpulkan air minum dari kabut atau embun dari udara lembap. Peralatan seperti ini dapat membantu manusia bertahan hidup bahkan saat permukaan dunia terus mengering.

Menara pemanen air ini dapat membantu setidaknya beberapa orang untuk bertahan hidup di wilayah pesisir. Namun, pada akhirnya, tindakan seperti ini juga bersifat sementara. Waduh, memang tidak mungkin, ya, manusia bisa bertahan hidup tanpa air.

10. Kehidupan mungkin bisa bangkit lagi

ilustrasi kekeringan (pixabay.com/svklimkin)
ilustrasi kekeringan (pixabay.com/svklimkin)

Kehidupan di Bumi selalu beradaptasi lantaran ada makhluk hidup yang justru tumbuh subur di tempat yang tidak seorang pun menduga ada makhluk hidup yang mampu bertahan. Makhluk ini dikenal sebagai ekstremofil, organisme yang mampu bertahan hidup di lingkungan yang dapat membunuh sebagian besar makhluk hidup lainnya. Namun, mereka semua membutuhkan air untuk bertahan hidup. 

Ada beberapa ekstremofil yang dapat bertahan hidup dengan sedikit kelembapan, tetapi makhluk seperti ini cenderung tidak aktif jika berada dalam kondisi kering. Mereka menunggu sampai lingkungan mereka menjadi tempat yang lebih layak huni. Jika hujan berhenti turun di Bumi, mereka mungkin harus menunggu lama.

Ekstremofil lain yang mungkin dapat bertahan hidup selama beberapa waktu dikenal sebagai endolit. Endolit hidup di dalam bebatuan, karang, atau cangkang hewan. Jika endolit dapat menemukan sisa-sisa air yang terperangkap di dalam bebatuan, mereka bisa menjadi makhluk hidup terakhir yang ada di Bumi.

Tidak seorang pun tahu apa yang dapat dilakukan kehidupan di Bumi, tetapi kehidupan dapat menulis ulang aturannya sendiri. Seperti yang dilaporkan Nature, telah ditemukan hewan yang dapat bertahan hidup sepenuhnya tanpa oksigen, yakni mikroba dan virus. Di Bumi yang gersang tanpa hujan, siapa yang tahu bentuk kehidupan baru apa yang mungkin bisa berkembang.

Kita mungkin sering mengeluh dengan hujan yang terjadi akhir-akhir ini. Cuaca yang tidak jelas, kadang hujan, kadang panas. Namun, sebaiknya kita tetap bersyukur karena tanpa hujan sama sekali Bumi juga tidak bisa berjalan sebagaimana mestinya. Sebaliknya, tanpa panas pun, Bumi mungkin akan kehilangan pijakannya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Aria Hamzah
Izza Namira
Aria Hamzah
EditorAria Hamzah
Follow Us