Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

100 Hari Prabowo, RI Masih Ketergantungan Ekspor Komoditas Primer

100 Hari Kerja Pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka (IDN Times/Aditya Pratama)
Intinya sih...
  • Indef menilai kinerja neraca perdagangan 100 hari pertama Prabowo-Gibran cukup baik, namun masih bergantung pada ekspor komoditas primer.
  • Ketergantungan ekspor komoditas primer dianggap risiko karena terpengaruh volatilitas harga global, sehingga perlu diversifikasi pasar ekspor dan hilirisasi industri komoditas strategis.
  • Neraca dagang mencatatkan surplus stabil, tetapi tantangan dalam menjaga stabilitas di tengah risiko fluktuasi net ekspor masih ada. Stabilitas impor barang modal perlu dimanfaatkan untuk mendorong investasi di sektor manufaktur.

Jakarta, IDN Times - Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai laju kinerja neraca perdagangan selama 100 hari pertama pemerintahan Prabowo-Gibran cukup baik. Akan tetapi, surplus ini masih bergantung pada ekspor komoditas primer.

Kepala Center of Macroeconomics and Finance Indef, M Rizal Taufikurahman, mengatakan ketergantungan ekspor komoditas primer dapat berisiko karena sangat terpengaruh oleh volatilitas harga komoditas global. Terlebih munculnya kebijakan perdagangan dari Presiden Amerika Serikat, Donald Trump diyakininya akan memberi pengaruh kinerja perdagangan global.

"Selama 100 hari perdagangan, ketergantungan Indonesia pada ekspor komoditas primer menjadi risiko," ujarnya dalam diskusi, Kamis (31/1/2025). 

1. Presiden Prabowo perlu diversifikasi ekspor dan percepat hilirisasi

Ilustrasi ekspor-impor. (Dok. Kementerian Keuangan)

Selain itu, Indef juga melihat tren fluktuatif net ekspor selama 100 hari pertama Prabowo-Gibran. Rizal pun meminta pemerintah melakukan diversifikasi ekspor melalui perluasan pasar ekspor untuk mengurangi ketergantungan pada pasar tradisional.

Selanjutnya, pemerintah juga perlu mendorong hilirisasi dan industri komoditas strategis untuk meningkatkan nilai tambah dan mengurangi ketergantungan pada ekspor barang mentah.

"Kemudian juga pemerintah mendorong industri komoditas strategis yang bisa menghasilkan nilai tambah tinggi dan ini tentu harus dimanfaatkan untuk menarik investasi di sektor manufaktur," ucapnya.

2. Surplus neraca dagang masih stabil

Ilustrasi Ekspor (Dok. IDN Times)

Secara keseluruhan, ia mengapresiasi kinerja neraca perdagangan yang masih mencatatkan surplus dan stabil yang ditopang oleh peningkatan volume ekspor.

Bila dirinci, neraca dagang sejak Prabowo menjabat yakni periode Oktober 2024 mencatatkan surplus sebesar 2,48 miliar dollar AS. Kemudian, surplus perdagangan pada November dan Desember 2024 masing-masing sebesar 4,42 miliar dollar AS dan 2,24 miliar dolar AS.

"Capaian neraca dagang cukup baik dan kami apresiasi. Suprlus perdagangan stabil tapi tetap tantangan ada untuk jaga stabilitas di tengah risiko global termasuk fluktuasi net ekspor," ungkapnya.

3. Kinerja manufaktur kembali masuk jalur ekspansif di Desember

ilustrasi manufaktur (pexels.com/Kateryna Babaieva)

Di sisi lain, ia menilai stabilitas impor barang modal perlu dimanfaatkan untuk mendorong investasi di sektor manufaktur bernilai tambah. "Jadi mendorong hiliriasi dan komoditas stsrategis hadirkan komoditas tinggi bisa menarik inevstasi di manfuaktur," tegasnya.

Rizal menyampaikan kinerja Indeks Manajer Pembelian atau Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur Indonesia selama periode Oktober-November 2024 mengalami fase kontraksi yang cukup dalam di bawah 50, yakni masing-masing berada di level 49,2 dan 49,6.

Kemudian kembali meningkat di Desember di level ekspansif di angka 51,2. Peningkatan ini didorong oleh kenaikan pesanan baru, baik domestik maupun ekspor, serta peningkatan aktivitas pembelian bahan baku oleh perusahaan.

"Pemulihan ini (karena) meningkatnya optimisme pasar dan stabilitas harga kebutuhan pokok yang turut memperbaiki sentimen bisnis di akhir tahun," ungkapnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us