Defisit dalam Asumsi Makro APBN 2021 Diusulkan 3,21 sampai 4,17 Persen

Jakarta, IDN Times - Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan usulan kebijakan makro-fiskal tahun 2021 dalam Rapat Paripurna dengan DPR RI, Selasa (12/5). Usulan itu dituangkan dalam dokumen kebijakan ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal (KEM PPKF) tahun 2021. Dokumen ini akan menjadi bahan pembahasan awal penyusunan RAPBN 2021.
Dalam dokumen tersebut, defisit APBN 2021 diusulkan sebesar 3,21 - 4,17 persen terhadap PDB. Rasio utang juga diusulkan pada kisaran 36,67-37,97 persen terhadap PDB.
Besaran pembiayaan defisit di atas 3 persen ini mengacu kepada Perppu No. 1/2020, agar proses pemulihan berjalan secara bertahap dan tidak mengalami hard landing yang berpotensi memberikan guncangan bagi perekonomian.
"Hal ini mengingat, kebijakan fiskal menjadi instrumen yang sangat strategis dan vital dalam proses pemulihan ekonomi," ujarnya.
1. Pendapatan pajak diperkirakan di kisaran 8,25–8,63 persen dari PDB

Sri Mulyani menyampaikan, reformasi di sektor kesehatan, perlindungan sosial, pendidikan, TKDD, serta proses penganggaran harus didukung dengan reformasi di sisi penerimaan perpajakan.
Kebijakan perpajakan 2021 diarahkan antara lain pada pemberian insentif yang lebih tepat, relaksasi untuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional, optimalisasi penerimaan melalui perluasan basis pajak, serta peningkatan pelayanan kepabeanan dan ekstensifikasi barang kena cukai.
Dengan adanya kebutuhan untuk mempercepat pemulihan ekonomi melalui tambahan insentif perpajakan (tax expenditure) dan aktivitas ekonomi yang masih dalam proses pemulihan maka angka rasio perpajakan tahun 2021 diprakirakan dalam kisaran 8,25–8,63 persen terhadap PDB.
Lalu dari pendapatan negara bukan pajak (PNBP) sekitar 1,60-2,30 persen terhadap PDB, sedangkan pendapatan yang berasal dari hibah sekitar 0,05-0,07 persen dari PDB.
"Konsistensi dalam melakukan reformasi perpajakan dan pemulihan ekonomi diharapkan mampu meningkatkan rasio perpajakan secara bertahap di masa yang akan datang," kata dia.
2. Belanja negara diperkirakan 13,11–15,17 persen dari PDB

Mantan direktur pelaksana Bank Dunia ini menambahkan, reformasi anggaran belanja akan terus dilakukan melalui penajaman fokus prioritas (zero-based budgeting), beorientasi hasil (result-based budgeting), dan perlu alokasi yang bersifat antisipatif (automatic stabilizer) sebagai shock-absorber otomatis dalam menghadapi ketidakpastian.
"Dengan upaya-upaya perbaikan prioritas belanja dan reformasi penganggaran, belanja negara di tahun 2021 diperkirakan berada dalam kisaran 13,11–15,17 persen terhadap PDB," ungkap dia.
Adapun untuk anggaran belanja pemerintah pusat diperkirakan mencapai 8,81-10,22 persen terhadap PDB. Sedangkan untuk anggaran transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) sebesar 4,30-4,85 persen terhadap PDB.
3. Pemerintah bakal siap-siap gali lubang tutup lubang

Selama tahun 2021, pemerintah memperkirakan angka primary balance atau keseimbangan primer mencapai 1,2-2,07 persen terhadap PDB.
Keseimbangan primer merupakan selisih antara penerimaan negara dikurangi belanja yang tidak termasuk pembayaran utang.
Dengan proyeksi itu, pemerintah diperkirakan bakal berjibaku untuk gali lubang tutup lubang di 2021.