AS Sebut Tiongkok Gagal Melindungi Kekayaan Intelektual di Perdagangan

Jakarta, IDN Times – Amerika Serikat (AS) melayangkan kritik pada Tiongkok, mitra sekaligus musuh dagangnya, pada Jumat (30/4/2021). Kritik itu terkait langkah Tiongkok dalam perlindungan teknologi dan kekayaan intelektual.
Dalam sebuah laporan tahunan tentang perlindungan kekayaan intelektual, Perwakilan Dagang AS (USTR) mengatakan Tiongkok telah mengambil langkah-langkah awal untuk meningkatkan perlindungan pengetahuan (know-how) AS di bawah pakta perdagangan “Fase Satu”. Namun Tiongkok harus melangkah lebih jauh untuk bisa menerapkan langkah-langkah itu.
Perwakilan Dagang juga menyebut Tiongkok sebagai sumber dari sebagian besar barang palsu yang digunakan untuk memerangi pandemik COVID-19, termasuk masker dan pembersih.
1. Tiongkok belum penuhi janji

AS dan Tiongkok, dua negara dengan perekonomian terbesar di dunia, telah menandatangani pakta perdagangan “Fase Satu” pada Januari 2020. Tujuannya adalah untuk mengakhiri perang dagang mereka yang sudah berlangsung selama dua tahun.
Dalam perjanjian itu, kedua negara menyepakati berbagai hal, termasuk janji Tiongkok untuk meningkatkan perlindungan kekayaan intelektual (IP), kata seorang pejabat senior USTR kepada wartawan.
“Namun, langkah-langkah menuju reformasi ini membutuhkan implementasi yang efektif dan gagal mencapai berbagai perubahan mendasar yang diperlukan untuk meningkatkan lanskap IP di China,” kata pejabat tersebut, mengutip Channel News Asia.
2. Masuk daftar pengawasan prioritas

Tiongkok juga disebut masih ada di dalam “daftar pengawasan prioritas” USTR. Daftar itu mengamanatkan pengawasan yang lebih intensif, kata USTR dalam laporan “Khusus 301”-nya tersebut.
Pada Jumat lalu, USTR juga baru menambahkan India ke dalam tersebut. Negara lain yang sudah masuk daftar itu yaitu Argentina, Cile, Tiongkok, Indonesia, Rusia, Arab Saudi, Ukraina dan Venezuela.
Perwakilan Dagang AS Katherine Tai pada hari Senin mengatakan AS meneliti semua aspek kinerja Tiongkok bawah pakta perdagangan, dan akan menegakkan ketentuan tersebut.
Tai menambahkan bahwa pertemuan dengan mitranya dari Tiongkok, yang dalam perjanjian disepakati untuk diadakan setiap enam bulan, belum dijadwalkan.
3. Tiongkok sumber alat kesehatan palsu

Dalam laporan juga disebutkan bahwa pandemik COVID-19 menegaskan jika perlindungan IP adalah masalah global. Laporan itu juga mencatat bahwa Tiongkok adalah sumber sejumlah besar alat uji virus corona, alat pelindung diri (APD) seperti N-95 dan masker sejenis, dan pembersih, deterjen, dan desinfektan palsu.
“Dan perpindahan massa selama pandemi ke penjualan online memperburuk pemalsuan yang meluas di pasar e-commerce China,” kata USTR.
Laporan juga menyebut bahwa perlindungan teknologi dan paten adalah prioritas utama karena industri intensif IP menghasilkan lebih dari 38 persen produk domestik bruto AS.
“Kegagalan untuk secara memadai dan efektif melindungi hak-hak itu di pasar luar negeri merugikan ekonomi AS, dinamisme inovator Amerika dan mata pencaharian pekerja kami,” kata Tai dalam sebuah pernyataan.