Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Bank Ogah Biayai Eksplorasi Migas, RI Mau Tiru Cara Malaysia-Inggris

Ilustrasi hulu migas (Dok. SKK Migas)
Ilustrasi hulu migas (Dok. SKK Migas)
Intinya sih...
  • SKK Migas usul tiru skema pendanaan Inggris dan Malaysia
  • Banyak harta karun migas yang belum tergarap
  • Indonesia pernah jadi negara anggota OPEC
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Djoko Siswanto mengungkapkan masalah pendanaan yang menghambat eksplorasi migas nasional.

"Tidak satu pun bank dalam negeri yang mau membiayai untuk eksplorasi karena risikonya besar," katanya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi XII DPR RI, dikutip IDN Times, Kamis (13/11/2025).

​Padahal, peluang untuk menemukan cadangan migas baru di Indonesia kini sudah mencapai 30 persen, naik drastis dari yang sebelumnya hanya 1 berbanding 10 atau 10 persen. Artinya, dari 10 sumur yang dibor, kemungkinan tiga sumur akan menghasilkan temuan baru. Sayangnya, meski prospek cerah, kendala anggaran dan keengganan perbankan menjadi batu sandungan utama.

1. SKK Migas usul tiru skema pendanaan Inggris dan Malaysia

ilustrasi kilang minyak (unsplash.com/Adzim Musa)
ilustrasi kilang minyak (unsplash.com/Adzim Musa)

​Untuk mengatasi krisis pendanaan eksplorasi, SKK Migas mengusulkan agar Indonesia mencontoh skema Inggris dan Malaysia. Usulan itu diharapkan dapat dibahas dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Migas.

"Nah, kami mengusulkan ke depan, mungkin barangkali nanti ada pembahasan RUU, bagaimana belajar dari Inggris dan Malaysia," paparnya.

​Menurutnya, Inggris, melalui perusahaan seperti BP, pernah menggunakan seluruh pendapatan dari hulu migasnya untuk eksplorasi. Strategi ini berhasil menemukan ladang gas raksasa di North Sea. Sementara itu, Malaysia melalui Petronas juga mengalokasikan sebagian hasil kontrak bagi hasilnya (PEC) untuk kegiatan eksplorasi berkelanjutan.

2. Banyak harta karun migas yang belum tergarap

Ilustrasi kilang yang menjadi pusat sengketa di Blok Ambalat (pexels.com/Jan-Rune Smenes Reite)
Ilustrasi kilang yang menjadi pusat sengketa di Blok Ambalat (pexels.com/Jan-Rune Smenes Reite)

Djoko memaparkan, Indonesia saat ini masih memiliki banyak cekungan migas potensial yang belum tersentuh eksplorasi maupun pengeboran. Guna meningkatkan lifting (produksi) migas, eksplorasi harus digencarkan.

"Dalam hal peningkatan lifting, kita masih banyak cekungan yang belum kita lakukan eksplorasi maupun pemboran," ungkapnya.

Namun, selain masalah perizinan dan fiskal yang sudah diupayakan perbaikannya oleh pemerintah, melalui negosiasi split bagi hasil dan percepatan proses, kendala terbesar tetap ada pada anggaran. Saat ini, anggaran eksplorasi nasional baru berkisar sekitar 1 miliar dolar AS lebih, jumlah yang dianggap sangat kurang untuk membiayai kegiatan eksplorasi yang masif.

3. Indonesia pernah jadi negara anggota OPEC

1001033289.jpg
PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) Unit Cilacap dan Lemigas, KPI resmi melakukan lifting/pengiriman perdana produk Pertamina Sustainable Aviation Fuel (SAF) berbahan baku campuran Used Cooking Oil (UCO) atau minyak jelantah. (Dok. Pertamina)

Sebagai perbandingan, Djoko menyinggung kembali masa kejayaan migas Indonesia. Beberapa tahun lalu, produksi migas nasional pernah mencapai 1,6 hingga 1,7 juta barel per hari, sementara konsumsi domestik saat itu hanya sekitar 600 ribu barel.

Surplus produksi tersebut membuat Indonesia mampu mengekspor minyak hingga lebih dari 1 juta barel per hari, dan menempatkan Indonesia sebagai anggota Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC).

Kondisi itu berbanding terbalik dengan kondisi saat ini, di mana Indonesia kini berbalik menjadi net importer minyak. Oleh karena itu, investasi besar pada eksplorasi adalah kunci untuk mengembalikan kemandirian energi nasional.

"Di kita, beberapa tahun yang lalu produksi kita mencapai 1,7 juta, 1,6 juta, konsumsi kita saat itu 600 ribu, sehingga kita ekspor 1 juta lebih kurang, maka kita menjadi negara OPEC," ujarnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Jujuk Ernawati
EditorJujuk Ernawati
Follow Us

Latest in Business

See More

Bisnis Jasa Penitipan Hewan: Prospek, Risiko dan Strateginya

13 Nov 2025, 21:00 WIBBusiness