BI: Aliran Modal Asing Masuk Indonesia Capai 700 Juta Dolar AS

- Arus modal asing kembali positif setelah November mencatat net outflow senilai 0,8 miliar dolar AS.
- Neraca pembayaran Indonesia tetap sehat dengan surplus neraca transaksi modal dan finansial, serta defisit transaksi berjalan dalam kisaran rendah.
Jakarta,IDN Times - Bank Indonesia (BI) melaporkan arus modal asing kembali positif atau masuk pasar keuangan domestik setelah bulan sebelumnya investor nonresiden membukukan net outflow (aliran modal asing keluar).
Gubernur BI, Perry Warjiyo, mengatakan, di tengah tingginya ketidakpastian pasar global, aliran modal asing telah kembali mencatat net inflow sebesar 0,7 miliar dolar AS atau sekitar 700 juta dolar AS pada 16 Desember 2024.
"Sampai data 16 Desember lalu kembali mencatat net inflow sebesar 0,7 miliar dolar AS setelah pada November mencatat outflow senilai 0,8 miliar dolar AS," kata Perry dalam Konferensi Pers Rapat Dewan Gubernur di Gedung BI, Rabu (18/12/2024).
1. Neraca pembayaran Indonesia tetap berdaya tahan

Di sisi lain, posisi cadangan devisa sampai akhir November masih tinggi di 150,2 miliar dolar AS atau menurun sekitar 1 miliar dolar AS dari 151,2 miliar dolar AS. Nilai itu setara dengan pembiayaan 6,5 bulan impor atau 6,3 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri.
"Dengan perkembangan tersebut, neraca pembayaran Indonesia pada 2024 tetap berdaya tahan seiring berlanjutnya surplus neraca transksi modal dan finansial didukung aliran modal masuk asing dan terjaga defisit transaksi berjalan kisaran rendah 0,1 persen sampai 0, persen dari Produk Domestik Bruto," ujar Perry.
Perry bilang, prospek neraca pembayaran Indonesia yang tetap sehat diperkirakan akan berlanjut pada tahun depan didukung aliran masuk modal asing dan defisit transaksi berjalan terjaga dalam kisaran defisit 0,5 persen hingga 1,3 persen dari PDB.
2. Ekonomi dunia diproyeksi melambat ke level 3,1 persen tahun depan

Ia mengatakan, ketidakpastian pasar keuangan global semakin meningkat disertai dengan risiko perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia.
Hal ini dipicu rencana kebijakan perdagangan di Amerika Serikat (AS) melalui kenaikan tarif impor, komoditas, dan cakupan negara yang lebih luas telah menyebabkan risiko peningkatan fragmentasi perdagangan dunia.
"Perkembangan ini yang disertai eskalasi ketegangan geopolitik di banyak negara mengakibatkan pertumbuhan ekonomi dunia 2025 diperkirakan melambat menjadi 3,1 persen dari sebesar 3,2 persen pada 2024," ucap Perry.
3. Penurunan suku bunga The Fed diperkirakan lebih lambat

Di sisi lain, inflasi dunia meningkat dibandingkan perkiraan sebelumnya yang dipengaruhi gangguan rantai suplai. Di AS, penurunan Fed Funds Rate (FFR) diperkirakan lebih lambat akibat inflasi yang lebih tinggi tersebut.
Sementara itu, kebijakan fiskal AS yang lebih ekspansif mendorong yield US Treasury tetap tinggi, baik pada tenor jangka pendek maupun jangka panjang.
Penguatan mata uang dolar AS secara luas terus berlanjut disertai berbaliknya preferensi investor global dengan memindahkan alokasi portofolionya kembali ke AS.
"(Penguatan dolar) memberikan tekanan pelemahan berbagai mata uang dunia dan menahan aliran masuk modal asing ke negara berkembang," kata Perry.