BI Sebut Kebijakan Tarif Trump Tambah Ketidakpastian Global

- Pertumbuhan ekonomi global hanya mencapai 3 persen pada 2025
- Laju ekonomi kuartal II akan ditopang oleh investasi non bangunan
- BI memproyeksikan pertumbuhan ekonomi tahun ini capai 4,6-5,4 persen
Jakarta, IDN Times – Bank Indonesia menyebut ketidakpastian global kembali meningkat pasca pengumuman kenaikan tarif efektif resiprokal oleh Amerika Serikat (AS) terhadap sejumlah negara maju dan berkembang.
Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, menyampaikan kebijakan kenaikan tarif resiprokal AS direncanakan mulai berlaku pada 1 Agustus 2025. Hal itu diperkirakan akan memperlemah prospek pertumbuhan ekonomi global, terutama di negara-negara maju.
"Pertumbuhan ekonomi di AS, Eropa, dan Jepang berada dalam tren menurun, meskipun tengah diterapkannya kebijakan fiskal ekspansif dan pelonggaran kebijakan moneter di negara-negara tersebut. Kinerja ekonomi Tiongkok juga diperkirakan masih belum kuat, di tengah berbagai strategi diversifikasi ekspor," kata Perry Warjiyo dalam Konferensi Pers RDG BI, Rabu (16/7/2025).
1. Pertumbuhan ekonomi global diproyeksi hanya capai 3 persen

Sementara itu, kinerja perekonomian India diperkirakan tetap solid, didukung kuatnya permintaan domestik. Bank Indonesia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global pada 2025 masih belum akan menguat, dengan laju pertumbuhan diperkirakan hanya sekitar 3,0 persen.
Tekanan inflasi di Amerika Serikat juga terus menurun, sehingga memperkuat ekspektasi terhadap arah penurunan suku bunga acuan Federal Reserve (Fed Funds Rate/FFR) ke depan.
Di sisi lain, pergeseran aliran modal dari AS ke Eropa dan negara-negara berkembang, serta ke aset-aset yang dianggap aman seperti emas, terus berlanjut. Hal ini sejalan dengan meningkatnya risiko ekonomi AS, termasuk risiko fiskal yang mengemuka.
"Perkembangan ini mendorong berlanjutnya pelemahan indeks nilai tukar dolar AS terhadap mata uang negara-negara maju (DXY) maupun negara-negara berkembang (ADXY)," ujar Perry.
Ke depan, kewaspadaan serta respons dan koordinasi kebijakan yang lebih kuat sangat diperlukan guna memitigasi tingginya ketidakpastian dalam perekonomian dan pasar keuangan global. Hal ini juga penting untuk menjaga ketahanan eksternal, stabilitas makroekonomi, serta mendorong pertumbuhan ekonomi domestik.
2. Laju ekonomi kuartal II akan ditopang oleh investasi non bangunan

Di sisi lain, Perry menegaskan pertumbuhan ekonomi Indonesia masih perlu terus didorong di tengah prospek perekonomian global yang melemah. Dalam catatannya, pertumbuhan ekonomi pada kuartal II diperkirakan akan ditopang investasi nonbangunan, terutama terkait kegiatan di sektor transportasi, serta oleh kinerja ekspor yang cukup baik, yang didukung ekspor berbasis sumber daya alam dan produk manufaktur.
Sementara itu, konsumsi rumah tangga dinilai masih perlu ditingkatkan, tercermin dari melambatnya pertumbuhan penjualan eceran. Secara sektoral, Lapangan Usaha (LU) Pertanian tetap tumbuh positif, didorong kinerja subsektor perkebunan dan dukungan program pemerintah.
Namun, kinerja beberapa LU utama lainnya, seperti LU Industri Pengolahan serta LU Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum, masih belum menunjukkan penguatan yang signifikan.
Secara spasial, pertumbuhan ekonomi di wilayah Sulawesi, Maluku, dan Papua (Sulampua) masih mencatat pertumbuhan di atas 5 persen, sementara pertumbuhan di wilayah lainnya belum menunjukkan peningkatan yang berarti.
3. BI proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun ini capai 4,6-5,4 persen

Dengan demikian, Perry memproyeksi pertumbuhan ekonomi pada semester II tahun 2025 akan membaik, sehingga secara keseluruhan pertumbuhan ekonomi tahun 2025 diperkirakan berada dalam kisaran 4,6–5,4 persen.
Selain didorong oleh membaiknya permintaan domestik, perbaikan ini juga didukung oleh kinerja ekspor yang tetap positif, seiring dengan hasil perundingan tarif bersama Pemerintah Amerika Serikat. Berbagai respons bauran kebijakan dari Pemerintah dan Bank Indonesia juga meningkatkan keyakinan pelaku ekonomi, yang pada akhirnya akan mendorong aktivitas ekonomi secara lebih luas.
"Selain menjaga stabilitas, kebijakan Bank Indonesia juga diarahkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui penurunan BI-Rate, pelonggaran likuiditas, serta peningkatan insentif makroprudensial kepada perbankan guna mendorong kredit dan pembiayaan ke sektor-sektor prioritas. Bank Indonesia akan terus memperkuat bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran, bersinergi erat dengan stimulus fiskal dan kebijakan sektor riil dari Pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi," bebernya menegaskan.