Bisa Picu Biaya Tinggi dan Inflasi, Redenominasi Rupiah Dinilai Belum Perlu

- Redenominasi akan timbulkan biaya tinggi untuk pemerintah dan swasta. Swasta akan menanggung biaya penyesuaian sistem kerja yang mencapai ratusan miliar.
- Risiko kegagalan redenominasi akan bermuara ke inflasi. Perbedaan pemahaman masyarakat dapat memicu kenaikan harga, inflasi meningkat, dan daya beli masyarakat tertekan.
- Redenominasi diproyeksi bisa tingkatkan efisiensi dalam perekonomian. RUU Redenominasi diajukan untuk mencapai efisiensi perekonomian, peningkatan daya saing nasional, dan menjaga nilai rupiah yang stabil.
Jakarta, IDN Times - Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, menilai rencana redenominasi rupiah sebaiknya dipertimbangkan matang-matang. Menurutnya, kondisi ekonomi dan keuangan negara serta masyarakat saat ini belum mendukung pelaksanaan redenominasi.
"Kita harus mempertimbangkan baik-baik kondisi ekonomi dan keuangan negara dan masyarakat. In this economy, tampaknya masih tidak diperlukan redenominasi rupiah,” ujar Huda kepada IDN Times, Selasa (11/11/2025).
1. Redenominasi akan timbulkan biaya tinggi untuk pemerintah dan swasta

Tak hanya itu, Huda menyebut, rencana redenominasi rupiah akan menimbulkan biaya tinggi yang harus ditanggung baik oleh negara maupun sektor swasta.
"Swasta akan menanggung biaya untuk penyesuaian sistem kerja. Ada biaya yang tidak sedikit, bahkan bisa mencapai ratusan miliar yang ditanggung oleh ekonomi," ungkapnya.
2. Risiko kegagalan redenominasi akan bermuara ke inflasi

Selain biaya tinggi, Nailul Huda juga menyoroti risiko kegagalan redenominasi yang dapat memicu inflasi. Salah satu faktor utama adalah perbedaan pemahaman masyarakat mengenai perubahan nilai rupiah.
“Masyarakat di Jakarta mungkin lebih cepat memahami redenominasi karena akses informasi lebih mudah. Namun, di daerah-daerah terpencil, masyarakat bisa bingung dengan nilai baru uang," ungkapnya.
Misalnya, harga kebutuhan pokok yang biasanya Rp10.000 menjadi Rp10, setelah redenominasi. Jika pedagang dan konsumen salah memahami, harga bisa melonjak, inflasi meningkat, dan daya beli masyarakat tertekan.
"Pemahaman yang berbeda bisa menimbulkan kenaikan harga. Inflasi akan meningkat tajam, daya beli semakin tertekan," ungkapnya.
3. Redenominasi diproyeksi bisa tingkatkan efisiensi dalam perekonomian

Wacana untuk penyusunan RUU redenominasi rupiah masuk dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 Tahun 2025 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2025-2029.
Berdasarkan dokumen Rencana Strategis (Renstra) Kemenkeu 2025-2029, RUU Redenominasi diajukan dengan beberapa pertimbangan urgensi. Kebijakan penyederhanaan mata uang itu dipandang perlu untuk mencapai efisiensi perekonomian, yang dapat dicapai melalui peningkatan daya saing nasional. Selain itu, regulasi tersebut bertujuan menjaga kesinambungan perkembangan perekonomian nasional.
Pemerintah juga memandang langkah tersebut diperlukan untuk menjaga nilai rupiah yang stabil, sebagai wujud terpeliharanya daya beli masyarakat. Pada akhirnya, redenominasi diharapkan dapat meningkatkan kredibilitas rupiah.


















