Bos OJK: Trump Bikin Volatilitas Pasar Keuangan Naik

- OJK laporkan perekonomian global terbatas, dipengaruhi terpilihnya Trump sebagai Presiden AS
- Berbagai faktor mempengaruhi volatilitas pasar keuangan, inflasi persisten, bank sentral pertahankan posisi netral
Jakarta, IDN Times - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan perkembangan terkini perekonomian global dan domestik usai Rapat Dewan Komisioner (RDK) bulanan edisi Desember 2024.
Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar mengatakan, pemulihan perekonomian dunia masih terbatas. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi, yakni terpilihnya kembali Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat (AS), yang mempengaruhi volatilitas pasar keuangan.
“Pasar juga terus mencermati kebijakan dari Presiden terpilih Trump yang turut mempengaruhi kenaikan volatilitas pasar keuangan,” kata Mahendra dalam konferensi pers RDK bulanan edisi Desember 2024, Selasa (7/1/2025).
1. Bank Sentral AS tahan pemangkasan suku bunga acuan

Pemulihan ekonomi dunia yang terbatas itu yerlihat dari kondisi perekonomian sejumlah negara yang berada di bawah ekspektasi. Namun, menurutnya, inflasi masih persisten.
Kondisi itu menyebabkan bank-bank sentral mempertahankan posisi netral. Akan tetapi, the Fed justru menunjukkan sinyal untuk mempertahankan suku bunga acuan Fed Fund Rate (FFR) di level tinggi, dengan melakukan pemangkasan yang lebih kecil dibandingkan ekspektasi pasar.
“(The Fed) di lain pihak memberikan sinyal high for longer dengan pemangkasan Fed Fund Rate atau FFR di 2025 yang hanya sebesar 50 basis poin dari sebelumnya pemangkasan 75 bps, dan juga ekspektasi pasar antara 75-100 bps,” ucap Mahendra.
2. Permintaan di China belum membaik

Mahendra juga menyampaikan pemulihan sisi pasokan di China sudah membaik. Sayangnya, dari sisi permintaan tak demikian.
“Data Consumer Price Index (CPI) terus menunjukkan disinflasi dan ekspor yang terkontraksi, sementara di sisi lain PMI Manufaktur tercatat di zona ekspansi,” tutur dia.
3. Ekonomi Indonesia stabil

Dari sisi domestik, Mahendra mengatakan kinerja perekonomian Indonesia terjaga stabil. Salah satunya dilihat dari surplus neraca perdagangan yang masih berlanjut hingga 55 bulan berturut-turut, dan PMI Manufaktur terus membaik.
“Tingkat inflasi atau headline CPI menunjukkan 1,55 persen year on year (yoy), dengan inflasi inti naik menjadi 2,26 persen,” ucap Mahendra.
Oleh sebab itu, OJK meminta para lembaga jasa keuangan (LJK) mencermati faktor perekonomian global dan domestik, untuk mengantisipasi risiko dari kondisi perekonomian.
“OJK yang terus mencermati perkembangan terkini dan meminta lembaga jasa keuangan (LJK) agar terus memonitor faktor-faktor risiko tersebut secara berkala dalam rangka mengukur kemampuan LJK untuk menyerap potensi risiko yang terjadi,” tutur Mahendra.