Dewan Pengawas Meta Kecam Perombakan Kebijakan Perusahaan

- Dewan Pengawas Meta kritik perombakan kebijakan perusahaan pada Januari lalu.
- Perubahan mencakup pengurangan pemeriksaan fakta dan pelonggaran pembatasan topik sensitif.
- Rekomendasi Dewan Pengawas untuk peningkatan penegakan aturan terhadap konten berbahaya di platform media sosial.
Jakarta, IDN Times - Dewan Pengawas Meta mengeluarkan kritik tajam terhadap perombakan kebijakan perusahaan yang dilakukan pada Januari lalu. Perubahan tersebut, yang mencakup pengurangan pemeriksaan fakta dan pelonggaran pembatasan pada topik sensitif seperti imigrasi dan identitas gender, memicu kekhawatiran global tentang potensi penyebaran misinformasi.
Kritik ini menyoroti langkah Meta yang dianggap mengorbankan tanggung jawab moderasi konten demi kebebasan berekspresi, terutama menjelang pelantikan presiden terpilih Amerika Serikat (AS). Dewan Pengawas, yang dibentuk untuk memastikan keputusan kebijakan yang independen, menilai perubahan ini dilakukan tanpa konsultasi memadai, sehingga memicu perdebatan tentang relevansi keberadaan dewan tersebut.
1. Kebijakan baru Meta dan dampaknya
Perombakan kebijakan Meta pada Januari 2025 mencakup penghentian program pemeriksaan fakta pihak ketiga di AS dan pelonggaran aturan terkait ujaran kebencian di platform global seperti Facebook, Instagram, dan Threads.
Langkah ini, yang oleh beberapa pihak dianggap sebagai respons terhadap tekanan politik, memungkinkan diskusi yang lebih bebas namun meningkatkan risiko penyebaran konten berbahaya. Dewan Pengawas menyoroti bahwa kebijakan baru ini berpotensi memperburuk polarisasi sosial dan budaya.
“Kami prihatin dengan kurangnya penilaian dampak sebelum kebijakan ini diterapkan,” ujar Paolo Carozza, Co-Chair Dewan Pengawas, pada Rabu (23/4/2025).
Dewan juga mencatat bahwa Meta tidak melibatkan mereka dalam proses pengambilan keputusan, yang menimbulkan pertanyaan tentang independensi dewan.
2. Rekomendasi dan tantangan implementasi
Sebagai respons, Dewan Pengawas mengeluarkan 17 rekomendasi untuk memperbaiki kebijakan Meta, termasuk peningkatan penegakan aturan terhadap perundungan dan pelecehan serta klarifikasi ideologi kebencian yang dilarang.
Rekomendasi ini bertujuan untuk menyeimbangkan kebebasan berekspresi dengan tanggung jawab platform dalam mencegah konten berbahaya, terutama pada isu-isu sensitif. Namun, implementasi rekomendasi ini menghadapi tantangan.
“Meta telah menunjukkan komitmen untuk bekerja dengan kami, tetapi perubahan substansial membutuhkan waktu dan sumber daya,” kata Carozza, dilansir dari The Financial Times.
Sejak Januari, Meta terus mengirimkan kasus baru ke dewan dengan volume yang konsisten, menunjukkan bahwa perusahaan masih mengakui peran dewan meskipun ada ketegangan internal.
3. Kontroversi dan reaksi global
Perubahan kebijakan Meta memicu reaksi keras dari berbagai pihak, termasuk kelompok masyarakat sipil dan pemerintah asing. Koalisi Global untuk Keadilan Teknologi bahkan mendesak Dewan Pengawas untuk mengundurkan diri secara massal sebagai protes atas perubahan yang dianggap melemahkan moderasi konten, yang diumumkan pada Kamis (13/2/2025).
Pemerintah Brasil juga menyatakan kekhawatiran bahwa pelonggaran aturan ujaran kebencian dapat melanggar hukum nasional. Di sisi lain, beberapa kalangan konservatif di AS memuji langkah Meta, menyebutnya sebagai kemenangan bagi kebebasan berbicara.
“Keputusan ini mencerminkan keberanian Meta untuk tidak tunduk pada sensor,” ujar seorang analis teknologi yang tidak disebutkan namanya, dikutip dari NPR.
Namun, tanpa mekanisme pengawasan yang kuat, para ahli memperingatkan bahwa platform Meta berisiko menjadi sarang misinformasi, yang dapat mengikis kepercayaan publik dan memperdalam perpecahan sosial.