Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Ekonom: Peluang bagi RI Lakukan Lompatan Besar Manfaatkan Tarif Trump

Trump menunjukkan rincian tarif timbal balik AS. (The White House, Public domain, via Wikimedia Commons)
Trump menunjukkan rincian tarif timbal balik AS. (The White House, Public domain, via Wikimedia Commons)
Intinya sih...
  • Ekspor RI ke AS hanya berkontribusi 12 persen dari total ekspor nasional
  • Nilai ekspor Indonesia ke AS naik hampir 48 persen dalam lima tahun terakhir, mencapai 26,31 miliar dolar AS pada 2024
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Ekonom sekaligus Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat membantah pernyataan Wakil Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Mari Elka Pangestu yang menyebutkan tarif impor Amerika Serikat (AS) terbaru sebagai "ancaman eksistensial" bagi ekspor Indonesia.

Mari menyatakan hal tersebut lewat tulisannya yang dimuat di Harian Kompas pada Kamis (3/4/2025). Menurut Achmad, klaim yang disampaikan Mari terlalu berlebihan dan tidak sesuai dengan fakta terakhir.

"Faktanya, ekspor Indonesia ke AS hanya menyumbang 12 persen dari total ekspor nasional. Angka yang jauh lebih kecil dibandingkan ketergantungan Vietnam (28 persen) atau Meksiko (36 persen)," kata Achmad dalam catatannya yang diterima IDN Times, Jumat (4/4/2025).

Meski begitu, nilai ekspor Indonesia ke AS memang mengalami lonjakan hampir 48 persen dalam lima tahun terakhir, dari 17,84 miliar dolar AS pada 2019 menjadi 26,31 miliar dolar AS pada 2024.

Komoditas tekstil dan rajutan menjadi salah satu produk yang paling besar diekspor ke negeri Paman Sam. Oleh karena itu, AS sering dijadikan surga ekspor untuk produk tekstil dan rajutan Indonesia.

Di tengah kekhawatiran dari kebijakan tarif Trump tersebut, dia menilai ada peluang bagi Indonesia untuk memanfaatkannya.

1. Penyebab anjloknya industri tekstil dan alas kaki dalam negeri bukan hanya gegara Trump

Suasana pabrik tekstil dan garmen PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex di Sukoharjo Jawa Tengah. IDN Times/Anggun Puspitoningrum.
Suasana pabrik tekstil dan garmen PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex di Sukoharjo Jawa Tengah. IDN Times/Anggun Puspitoningrum.

Tak heran jika kemudian Mari dan banyak ekonom lainnya menganggap kenaikan tarif impor dan penerapan tarif resiprokal bakal menjadi kiamat bagi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) serta alas kaki dalam negeri. Namun, Achmad melihat kedua sektor tersebut pada dasarnya telah lama mengalami sakit kronis akibat ketiadaan inovasi dan ketergantungan secara berlebihan pada tenaga kerja murah.

"Jadi sektor yang terdampak dari tarif 32 persen Trump, yaitu TPT dan alas kaki tersebut sebenarnya sejak lama kehilangan daya saing akibat ketergantungan pada tenaga kerja murah, bukan semata karena tarif AS," kata Achmad.

2. Peluang bagi Indonesia untuk lakukan lompatan besar

Ilustrasi Ekspor. (IDN Times/Aditya Pratama)
Ilustrasi Ekspor. (IDN Times/Aditya Pratama)

Di sisi lain, Achmad menilai ada peluang emas bagi Indonesia untuk melakukan lompatan besar dengan memanfaatkan tarif baru Trump. Pertama, industri elektronik bisa beralih dari sekadar perakitan menjadi penguasaan teknologi, mengikuti jejak Vietnam yang sukses menarik investasi semikonduktor.

"Kedua, sektor pertanian dan kelautan memiliki potensi besar di pasar Timur Tengah dan Afrika yang selama ini terabaikan. Selain itu, kenaikan tarif pada produk kayu justru bisa menjadi momentum untuk mengembangkan industri furnitur bernilai tambah tinggi, bukan sekadar ekspor kayu gelondongan," tutur Achmad.

3. Daftar produk RI dengan ekspor terbesar ke AS

Ilustrasi Ekspor. (IDN Times/Aditya Pratama)
Ilustrasi Ekspor. (IDN Times/Aditya Pratama)

Sebelumnya diberitakan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) sepanjang Januari-Desember 2024, berikut komoditas Indonesia yang paling sering diekspor ke AS:

  1. Mesin dan perlengkapan elektrik (HS 85), nilainya 4,18 miliar dolar AS
  2. Pakaian dan aksesorinya (rajutan) (HS 61), nilainya 2,48 miliar dolar AS
  3. Alas kaki (HS 64) nilainya 2,39 miliar dolar AS
  4. Pakaian dan aksesori pakaian yang tidak dirajut atau dikait (HS 62) nilainya 2,1 miliar dolar AS
  5. Lemak dan minyak hewan/nabati (HS 15), nilainya 1,78 miliar dolar AS
  6. Karet dan barang dari karet (HS 40), nilainya 1,68 miliar dolar AS
  7. Perabotan dan alat penerangan (HS 94), nilainya 1,43 miliar dolar AS
  8. Ikan dan udang (HS 03), nilainya 1,09 miliar dolar AS
  9. Mesin dan peralatan mekanis (HS 84), nilainya 1,01 miliar dolar AS
  10. Olahan dari daging dan ikan (HS 16), nilainya 788 juta dolar AS
  11. Kayu laminasi (HS 44), nilainya 733 juta dolar AS
  12. Kopi, teh (HS 09), nilainya 455,77 juta dolar AS
  13. Kimia dasar organik (HS 29), nilainya 415 juta dolar AS
  14. Kendaraan dan aksesori (HS 87), nilainya 254,8 juta dolar AS
  15. Besi dan baja (HS 72), nilainya 231 juta dolar AS

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Jujuk Ernawati
EditorJujuk Ernawati
Follow Us