Harga Minyak Melonjak Usai Israel Serang Iran

- Harga minyak mentah dunia naik lebih dari 10 persen setelah Israel menyerang Iran
- Pasar saham anjlok, emas dan franc Swiss melesat
- Maskapai dan industri keuangan kena imbas langsung
Jakarta, IDN Times – Harga minyak mentah dunia naik lebih dari 10 persen setelah Israel mengaku telah menyerang Iran, dalam eskalasi besar konflik Timur Tengah. Minyak Brent sempat menyentuh level tertinggi sejak Januari, sementara minyak mentah Amerika Serikat (AS) juga terdorong naik. Kekhawatiran gangguan pasokan dari kawasan energi utama memicu lonjakan harga ini.
Harga minyak Brent yang diperdagangkan di London sempat berada di 73,12 dolar AS per barel, mencatat kenaikan harian terbesar sejak 2022. Sementara itu, harga minyak mentah AS di Nymex berada di angka 73,20 dolar AS per barel. Para pedagang meyakini konflik bisa berdampak luas pada biaya bahan bakar dan kebutuhan pokok lainnya.
Dilansir dari BBC, biaya minyak mentah mempengaruhi segalanya, mulai dari harga mengisi bahan bakar mobil hingga harga makanan di supermarket.
1. Pasar saham anjlok, emas dan franc Swiss melesat

Guncangan akibat serangan ini langsung terasa di pasar global. Indeks saham di Asia dan Eropa tergelincir tajam, sementara aset safe haven seperti emas dan franc Swiss mencatatkan kenaikan. Investor terlihat buru-buru mengalihkan aset ke instrumen yang dianggap lebih aman.
Indeks FTSE 100 Inggris turun 0,6 persen menjadi 8828,6 poin setelah sempat menyentuh rekor tertinggi sehari sebelumnya. Saham di Jepang, Korea Selatan, dan Hong Kong masing-masing turun 1,3 persen, 1,1 persen, dan 0,8 persen. Pasar saham utama di Jerman, Prancis, Italia, dan Spanyol juga terkoreksi lebih dari 1 persen.
Harga emas melonjak 1,5 persen hingga menyentuh 34.434 dolar AS per ons, mendekati rekor 3.500 dolar AS pada April lalu. Peningkatan ini mencerminkan lonjakan permintaan terhadap aset yang dianggap aman dari gejolak geopolitik.
2. Serangan Israel picu 100 drone Iran dan siaga penuh

Pasukan Pertahanan Israel (IDF) menyatakan, Iran telah meluncurkan sekitar 100 drone balasan setelah serangan pendahuluan mereka. Serangan Israel disebut sebagai upaya menargetkan program nuklir Iran, dan negara itu kini dalam keadaan darurat penuh. Ketegangan dua negara ini kembali menyulut kecemasan global atas risiko perluasan konflik.
Vandana Hari dari Vanda Insights memberi pandangan soal situasi saat ini.
"Ini adalah situasi yang eksplosif, meskipun bisa diredakan dengan cepat seperti yang kita lihat pada bulan April dan Oktober tahun lalu, ketika Israel dan Iran saling menyerang secara langsung,” ujarnya kepada BBC.
Ia menilai pasar energi akan sangat sensitif terhadap setiap perkembangan.
Risiko terbesar bagi pasar minyak adalah kemungkinan Iran membalas dengan menargetkan pelayaran di Selat Hormuz. Jalur ini dilintasi sekitar seperlima pasokan minyak dunia dan menjadi titik kritis global. Jika jalur ini terganggu, jutaan barel per hari bisa hilang dari pasar.
Marco Rubio, Menteri Luar Negeri AS, mengatakan bahwa serangan Israel adalah tindakan sepihak. Ia menambahkan, Washington tidak terlibat dan memperingatkan Iran agar tidak menyerang kepentingan AS.
3. Maskapai dan industri keuangan kena imbas langsung

Kenaikan tajam harga minyak memicu kekhawatiran baru di sektor ekonomi dan industri global. Inflasi yang kembali meningkat bisa membatasi ruang pemangkasan suku bunga lebih lanjut di Eropa. Di saat bersamaan, sektor-sektor tertentu mulai merasakan dampaknya langsung di lantai bursa.
Dilansir dari The Guardian, maskapai penerbangan mulai menghindari wilayah udara yang terdampak, menyebabkan saham IAG, pemilik British Airways, dan easyJet anjlok lebih dari 4 persen. Sementara itu, saham perusahaan senjata BAE Systems justru naik hampir 3 persen karena kekhawatiran eskalasi konflik. Perusahaan minyak seperti BP dan Shell juga mencatatkan kenaikan sekitar 2 persen.
Kathleen Brooks dari XTB menyoroti proyeksi pasar dalam kondisi ini.
"Jika harga minyak terus naik menuju 100 dolar AS dalam beberapa hari mendatang, maka kita bisa melihat pasar futures suku bunga menghapus ekspektasi pemotongan suku bunga dari AS dan Eropa, yang dapat menambah tekanan penurunan pada saham,” ujarnya, dikutip dari The Independent.
Namun ia menilai jika konflik tidak masuk tahap nuklir, harga minyak bisa kembali stabil di sekitar 70 dolar AS per barel.