Jokowi Ungkap Banyak Negara Ketar-Ketir China Overproduksi

Jakarta, IDN Times - Presiden Joko "Jokowi" Widodo menyoroti isu overproduksi di China yang telah menjadi perhatian global. Dalam hal ini, China memproduksi barang dalam jumlah yang melebihi permintaan pasar.
Menurutnya, banyak negara mulai khawatir dan mengambil langkah untuk melindungi pasar domestik mereka dari serbuan produk impor China yang dijual dengan harga jauh lebih murah.
"Sudah banyak dibahas secara luas soal overproduksi di China. Banyak negara sudah mulai khawatir dan bersiap melindungi pasar domestiknya," kata Jokowi saat membuka Trade Expo Indonesia ke-39, di ICE BSD, Tangerang, Rabu (9/10/2024).
1. Jokowi tekankan pentingnya melindungi pasar dalam negeri

Jokowi menekankan, Indonesia, sebagai negara dengan pasar besar dan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia, harus mampu melindungi pasar domestik.
"Kita sebagai negara dengan pasar yang besar, dengan jumlah penduduk terbesar ke-4 dunia, 280 juta jiwa, harus mampu melindungi pasar domestik kita," tuturnya.
Dia juga mendorong agar produk-produk lokal bisa dipasarkan secara efektif, tidak hanya untuk mendominasi pasar dalam negeri, tetapi juga memperluas jangkauan ke pasar internasional.
2. Jokowi dorong pemasaran digital untuk rambah pasar global

Mantan Gubernur DKI Jakarta itu menegaskan pentingnya beralih dari metode pemasaran konvensional ke strategi digital. Menurutnya, era digital saat ini harus dimanfaatkan secara masif.
"Sekarang sudah eranya digital. Kita harus masuk secara masif ke sana untuk memasarkan produk-produk negara kita Indonesia," tambahnya.
3. China overproduksi di sektor teknologi hijau termasuk EV

Dilansir DW, China menghadapi peningkatan pengawasan dari negara-negara Barat karena overproduksi di sektor teknologi hijau, termasuk kendaraan listrik (EV), panel surya, dan turbin angin.
Dengan subsidi besar dari pemerintahnya, perusahaan-perusahaan China mengekspor produk-produk tersebut dengan harga lebih murah, sehingga menantang para pesaing di Barat.
Amerika Serikat dan Uni Eropa sedang menyelidiki kemungkinan langkah-langkah anti-subsidi untuk melindungi industri domestik mereka.
Meski begitu, Negeri Tirai Bambu terus mendominasi pasar teknologi hijau global, memicu kekhawatiran tentang persaingan tidak adil dan kejenuhan pasar energi terbarukan.