Kian Agresif, AS Siapkan Puluhan Kesepakatan Dagang Baru

- Menteri Perdagangan AS merencanakan puluhan kesepakatan perdagangan baru untuk menurunkan defisit perdagangan yang tembus 1,2 triliun dolar AS.
- Pemerintah AS menargetkan penghapusan hambatan tarif dan pembukaan akses pasar bagi produk domestik, fokus pada sektor pertanian dan manufaktur.
- Sektor otomotif, baja, dan penerbangan menjadi prioritas utama dalam kesepakatan dagang ini. Defisit perdagangan mencapai rekor 140,5 miliar dolar AS pada Maret 2025.
Jakarta, IDN Times - Amerika Serikat (AS) tengah mempersiapkan puluhan kesepakatan perdagangan baru dalam waktu dekat. Menteri Perdagangan Howard Lutnick mengumumkan rencana ini pada Jum'at (9/5/2025), sebagai bagian dari strategi menurunkan defisit perdagangan yang tembus 1,2 triliun dolar AS (Rp19,8 kuadriliun). Langkah ini juga menanggapi efek negatif dari tarif impor tinggi yang diberlakukan sejak April 2025.
Pemerintah AS menargetkan penghapusan hambatan tarif dan pembukaan akses pasar bagi produk domestik, khususnya di sektor pertanian dan manufaktur. Inggris disebut sebagai mitra prioritas setelah menandatangani kerangka kerja perdagangan awal sehari sebelumnya. Meski begitu, detail dari sejumlah kesepakatan masih belum final.
Keputusan ini menjadi sorotan global karena berpotensi mengubah arah perdagangan dunia. Negosiasi dengan Tiongkok, yang berlangsung di Swiss pada 9-12 Mei 2025, akan menjadi ujian penting untuk meredakan perang dagang dan membuka jalan bagi kesepakatan yang lebih luas.
1. Latar belakang rencana perdagangan baru
Defisit perdagangan AS mencapai rekor 140,5 miliar dolar AS (Rp2,3 kuadriliun) pada Maret 2025, mendorong pemerintah untuk bertindak cepat. Rencana terbaru menargetkan negara-negara mitra besar seperti Inggris, India, dan anggota ASEAN, dengan fokus memperluas ekspor produk unggulan AS.
“Kami bisa menandatangani 25 kesepakatan sekarang jika mau, tapi tujuan kami adalah memastikan hasil terbaik bagi Amerika,” ujar Howard Lutnick, dikutip dari CNBC. Ia menekankan bahwa kesepakatan yang sedang digodok akan mendukung produk seperti etanol, daging sapi, dan suku cadang pesawat Rolls-Royce.
Namun, para ekonom menilai dampak jangka pendeknya mungkin terbatas. Sebagian besar kesepakatan masih dalam bentuk nota kesepahaman, belum menjadi perjanjian final. Beberapa sektor seperti farmasi juga belum mendapatkan kepastian manfaat langsung.
2. Fokus kesepakatan dan sektor prioritas
Sektor otomotif, baja, dan penerbangan menjadi prioritas utama dalam kesepakatan dagang ini. Pemerintah berencana menurunkan tarif mobil asing dari 25 persen menjadi 10 persen dan menghapus bea masuk untuk mesin Rolls-Royce serta suku cadang pesawat.
“Kami membuka pasar global untuk produk AS seperti etanol dan daging sapi, yang selama ini terhambat oleh regulasi pangan ketat,” kata Lutnick, dikutip dari CNN.
Inggris juga dikabarkan akan membeli pesawat Boeing senilai 10 miliar dolar AS (Rp165,1 triliun) sebagai bagian dari kesepakatan awal. Meski disambut positif oleh sektor manufaktur dan pertanian, beberapa pelaku industri menilai kesepakatan ini belum cukup jelas.
3. Implikasi global dan tantangan mendatang
Langkah agresif AS ini terjadi bersamaan dengan negosiasi dengan Tiongkok di Swiss, yang bertujuan mengurangi ketegangan akibat tarif 145 persen yang dikenakan AS terhadap barang impor dari Tiongkok. Pemerintah juga menghadapi tekanan dari Uni Eropa.
“Kami ingin menciptakan perdagangan yang adil dan saling menguntungkan,” ujar Lutnick dalam, dilansir dari Reuters. Lutnick menyebut pertemuan dengan Tiongkok sebagai momen penting untuk meredakan ketegangan dan menyusun ulang arah kebijakan perdagangan global.
Di sisi lain, Tiongkok memperingatkan bahwa negosiasi harus mempertimbangkan dampak tarif unilateral AS. Uni Eropa pun mengancam balasan tarif jika perundingan gagal. AS kini dihadapkan pada tantangan besar, menyeimbangkan kepentingan dalam negeri dengan tekanan dari mitra global.