Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Konsumsi Rumah Tangga Akan Dorong Pertumbuhan Ekonomi Kuartal IV

Gubernur BI, Perry Warjiyo dalam Konferensi Pers RDG edisi Novemer. (IDN Times/Triyan).
Intinya sih...
  • Pertumbuhan ekonomi RI di kuartal IV-2024 diperkirakan baik, didorong oleh konsumsi pemerintah dan rumah tangga.
  • IKK pada Oktober 2024 berada di level 121,1, meski turun tetap terjaga optimis. Kontribusi konsumsi rumah tangga mencapai 53,08% dengan pertumbuhan 4,91% (yoy).
  • BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi 2024 berada dalam kisaran 4,7%-5,5% dan akan meningkat pada 2025. Kebijakan reformasi struktural perlu diperkuat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.

Jakarta, IDN Times - Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, memperkirakan ekonomi Indonesia akan tetap baik di penghujung tahun ini. Bahkan berpotensi lebih baik dibandingkan dengan realisasi pertumbuhan ekonomi kuartal III-2024 sebesar 4,95 persen (year on year). 

"Pada kuartal IV-2024 pertumbuhan ekonomi diperkirakan tetap baik ditopang oleh konsumsi pemerintah sejalan dengan kenaikan aktivitas belanja pemerintah pada akhir tahun," ungkap Perry dalam Konferensi Pers Rapat Dewan Gubernur, Rabu (20/11/2024). 

1. Konsumsi rumah tangga masih dominan dorong ekonomi di kuartal IV

ilustrasi uang (IDN Times/Aditya Pratama)

Pada akhir 2024, BI memperkirakan ekonomi Indonesia masih akan didorong oleh konsumsi rumah tangga yang diperkirakan akan tetap tumbuh positif, sejalan dengan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang terjaga sebagai dampak positif pelaksanaan pilkada di berbagai daerah.

Adapun data BI, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada Oktober berada di level 121,1 dari bulan sebelumnya berada pada level 123,5. Meski turun, namun level IKK ini masih terjaga optimis. Kontribusi konsumsi rumah tangga pada kuaral III mencapai 53,08 persen dengan pertumbuhan 4,91 persen (yoy), sementara itu konsumsi pemerintah tumbuh 4,62 persen (yoy) dengan kontribusi 7,21 persen.

“Investasi diperkirakan juga berlanjut didukung oleh belanja modal perusahaan serta volume produksi dan pesanan seperti tecermin pada indeks Prompt Manufacturing Index (PMI) Bank Indonesia,” ungkapnya.

Secara keseluruhan tahun, BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi 2024 berada dalam kisaran 4,7 persen -5,5 persen  dan akan meningkat pada 2025.

2. Reformasi struktural pemerintah harus diperkuat

ilustrasi pertumbuhan ekonomi (IDN Times/Aditya Pratama)

Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi lebih lanjut, Perry menyebut kebijakan reformasi struktural pemerintah perlu diperkuat khususnya pada sektor-sektor yang mendukung pertumbuhan ekonomi serta menyerap dan meningkatkan produktivitas tenaga kerja.

“Bank Indonesia terus memperkuat bauran kebijakan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, bersinergi erat dengan kebijakan stimulus fiskal pemerintah, khususnya melalui optimalisasi stimulus kebijakan makroprudensial dan akselerasi digitalisasi transaksi pembayaran,” tandasnya. 

3. Arah kebijakan fiskal AS pun lebih ekspansif

Ilustrasi pertumbuhan ekonomi (IDN Times/Arief Rahmat)

Meski demikian, Perry mewanti-wanti bahwa ketidakpastian global yang masih belum mereda pasca-perkembangan politik di AS yang akan diikuti dengan perubahan arah kebijkan fiskal, menjadi lebih ekspansif dan strategi ekonomi berorientasi domestik (inward looking policy), termasuk penerapan tarif perdagangan yang tinggi dan kebijakan imigrasi yang ketat.

"Perkembangan ini akan berdampak pada risiko melambatnya pertumbuhan ekonomi dan kembali meningkatnya inflasi dunia," ucapnya.

4. Proses penurunan The Fed akan terbatas

Gedung Federal Reserve (Instagram/the Fed)

Menurutnya, proses penurunan inflasi di AS akan berjalan lebih lambat sehingga penurunan suku bunga Fed Funds Rate (FFR) diperkirakan juga akan lebih terbatas.

Sementara itu, kebutuhan pembiayaan defisit fiskal yang lebih besar mendorong kembali meningkatnya yield US Treasury, baik tenor jangka pendek maupun jangka panjang.

Perry menjelaskan, perubahan politik di AS tersebut telah berdampak pada menguatnya mata uang dolar AS secara luas, serta berbaliknya preferensi investor global dengan memindahkan alokasi portofolionya kembali ke AS.

Kondisi ini pun berdampak pada tekanan pelemahan nilai tukar berbagai mata uang dunia semakin tinggi dan terjadi aliran keluar portofolio asing, termasuk dari negara Emerging Market (EM).

"Penguatan respons kebijakan diperlukan untuk memperkuat ketahanan eksternal dari dampak negatif memburuknya rambatan global tersebut terhadap perekonomian di negara-negara EM, termasuk Indonesia," tuturnya. 

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Triyan Pangastuti
EditorTriyan Pangastuti
Follow Us