Pasar Hati-Hati, Cermati Revisi UUP2SK dan Arah Kebijakan The Fed

- Adanya ekspektasi The Fed akan menurunkan suku bunga sebesar 25 bps sejalan dengan melemahnya data ketenagakerjaan di AS. Ini bisa mendorong likuiditas global, namun tensi geopolitik dan inflasi masih tinggi.
- Revisi Undang-Undang P2SK membuat pasar khawatir terhadap independensi kebijakan moneter BI. Meskipun perluasan peran BI dapat meningkatkan integrasi kebijakan moneter dengan program pemerintah, ada potensi dampak negatif terhadap stabilitas rupiah.
Jakarta, IDN Times - Chief Economist PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) Andry Asmoro menilai pasar keuangan global dan domestik tengah mencermati sejumlah dinamika penting yang berpotensi mempengaruhi arah kebijakan moneter dan stabilitas pasar dalam waktu dekat.
Dua isu utama yang menjadi sorotan adalah potensi penurunan suku bunga oleh Federal Reserve (The Fed) dan perubahan peran Bank Indonesia (BI) pascarevisi Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).
"Kehadirannya di rapat FOMC pada 16-17 September 2025 diperkirakan akan mempengaruhi keputusan untuk memangkas suku bunga The Fed, yang diprediksi akan turun sebesar 25 bps. Hal ini sejalan dengan tekanan dari Trump agar The Fed mengambil langkah agresif untuk mendukung pertumbuhan ekonomi," ujarnya dalam keterangan tertulis, dikutip Rabu (17/9/2025).
1. Ada ekspektasi The Fed turunkan suku bunga 25 bps

Adanya ekspektasi The Fed akan menurunkan suku bunga sebesasr 25 bps sejalan dengan melemahnya data ketenagakerjaan di AS. Kondisi ini pun diperkirakannya bisa mendorong likuiditas global, yang kemungkinan akan menguntungkan pasar negara berkembang.
Namun di sisi lain, tensi geopolitik dan inflasi masih tetap tinggi. Ini menajdi faktor yang membatasi sentimen positif di pasar.
"Sebagai hasilnya, investor cenderung berhati-hati, sambil memantau arah kebijakan moneter AS selanjutnya, serta proyeksi terkini terhadap ekonomi AS," ungkapnya.
2. Pasar khawatir soal independensi BI

Sementara itu dari sisi domestik, adanya revisi Undang-Undang P2SK membuat pasar khawatir terhadap independensi kebijakan moneter BI. Meskipun perluasan peran BI dapat meningkatkan integrasi kebijakan moneter dengan program pemerintah tapi tetap ada risiko negatif yang membayangi.
"Ada potensi dampak negatif terhadap stabilitas rupiah," ujarnya.
UUP2SK adalah akronim dari Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan Nomor 4 Tahun 2023. Beleid ini bertujuan untuk melakukan reformasi dan memperkuat sektor keuangan Indonesia agar menjadi lebih inklusif, dalam, dan stabil, yang pada akhirnya akan mempercepat pembangunan perekonomian nasional. UUP2SK juga mengatur penguatan koordinasi antar otoritas seperti OJK, BI, dan LPS, serta memperjelas pengaturan untuk inovasi teknologi keuangan (fintech).
3. Pasar akan mencermati berbagai langkah BI

Sementara itu, kebijakan ekspansif untuk mendukung pertumbuhan dan menciptakan lapangan kerja bisa meningkatkan inflasi dan memperburuk defisit neraca berjalan, yang pada gilirannya dapat menekan nilai tukar rupiah. Pasar kemungkinan akan mengamati langkah-langkah BI dengan cermat, mengingat keseimbangan antara mendorong pertumbuhan dan menjaga kestabilan rupiah akan menjadi tantangan utama.
"Pada perdagagngan (hari ini), kami memperkirakan nilai tukar rupiah bergerak di kisaran Rp16.400 – Rp16.500 per dolar AS, sementara imbal hasil SBN tenor 10 tahun tetap terjaga di rentang 6,30 persen – 6,40 persen," ujarnya.