2021 40,74 persen
2022 39,70 persen
2023 39,2 persen
2024 38,81 persen
Purbaya Pastikan Pemerintah Tak Ubah Batas Defisit dan Rasio Utang

- Ketentuan batas maksimal defisit tetap 3 persen terhadap PDB
- Menkeu Purbaya tekankan yang terpenting kemampuan dalam membayar
Jakarta, IDN Times – Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan pemerintah tidak akan mengubah batas defisit maupun rasio utang dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pernyataan ini disampaikannya untuk menanggapi langkah Komisi XI DPR RI yang memasukkan RUU Keuangan Negara ke dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025.
“Anda mungkin berpikir saya mau melanggar batas 3 persen. Itu tidak ada,” ujar Purbaya, dikutip Sabtu (20/9/2025).
1. Ketentuan batas maksimal defisit tetap 3 persen terhadap PDB

Ia menjelaskan, penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) akan tetap mengacu pada ketentuan batas maksimal defisit sebesar 3 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Menurutnya, apabila kebijakan fiskal yang diambil mampu memberikan dampak positif terhadap perekonomian, maka aktivitas ekonomi akan meningkat dan penerimaan pajak pun turut terdongkrak.
Dengan demikian, ia menilai tidak diperlukan perubahan terhadap undang-undang tersebut untuk menaikkan batas defisit maupun rasio utang pemerintah, yang saat ini ditetapkan maksimal sebesar 60 persen dari PDB.
2. Menkeu Purbaya tekankan yang terpenting kemampuan dalam membayar

Namun demikian, Purbaya berpendapat, penetapan batas defisit 3 persen dan rasio utang 60 persen dalam Undang-Undang Keuangan Negara sejatinya tidak memiliki dasar yang sepenuhnya kuat secara ekonomi.
Ia menjelaskan angka-angka tersebut sebenarnya hanya mengikuti praktik umum yang diterapkan di sejumlah negara maju seperti Amerika Serikat dan negara-negara Eropa, di mana indikator tersebut digunakan sebagai acuan awal dalam menilai kemampuan membayar utang.
“Sebetulnya yang terpenting adalah kemampuan untuk membayar. Angka-angka itu hanya bersifat indikatif, tidak terlalu menentukan. Investor hanya ingin melihat apakah suatu negara mampu dan bersedia membayar utangnya,” ujarnya.
3. Indonesia tidak pernah alami gagal bayar

Purbaya menegaskan, Indonesia sejauh ini tidak pernah mengalami gagal bayar dan memiliki kekayaan yang cukup untuk memenuhi kewajiban utang, sehingga tidak perlu khawatir dengan batasan tersebut.
Ia mencontohkan, di Eropa berlaku aturan defisit maksimum 3 persen dan rasio utang 60 persen terhadap PDB, namun hampir semua negara di kawasan itu melanggar ketentuan tersebut. Bahkan, menurutnya, Amerika Serikat memiliki rasio utang terhadap PDB mendekati 100 persen dengan defisit sekitar 6 persen.
“Seandainya Indonesia dalam kondisi terdesak, pertanyaan yang muncul adalah mengapa negara-negara tersebut boleh melampaui batas, sementara kita justru dibatasi ketat. Seandainya kepepet, kenapa mereka boleh, kita tidak boleh?” ucapnya.
Berdasarkan dokumen Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) menunjukkan rasio utang Indonesia terhadap PDB kurun waktu 2021-2024 terakhir relatif stabil dan bahkan menunjukkan tren penurunan. Berikut rinciannya:
Rasio Utang terhadap PDB (persen)