Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Putin Kunjungi China Bahas Kerja Sama Ekonomi hingga Politik

Vladimir Putin mengadakan pertemuan dengan anggota tetap Dewan Keamanan (08/11). (instagram.com/russian_kremlin)
Vladimir Putin mengadakan pertemuan dengan anggota tetap Dewan Keamanan (08/11). (instagram.com/russian_kremlin)
Intinya sih...
  • Rusia dan China bersatu dalam sejarah Perang Dunia II, menolak distorsi sejarah dan neo-Nazisme.
  • Kemitraan dagang mencapai rekor baru dengan transaksi hampir seluruhnya dilakukan dalam mata uang masing-masing negara.
  • Rusia dan China memiliki visi geopolitik global yang sama, memperkuat kerja sama ekonomi, perdagangan, serta kolaborasi industri.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times – Presiden Rusia, Vladimir Putin menyebut kunjungannya ke China sebagai langkah penting untuk memperkuat hubungan kedua negara. Lawatan selama empat hari itu dibuka dengan partisipasinya di Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Organisasi Kerja Sama Shanghai (SCO) di Tianjin pada Minggu (31/8/2025).

Setelah itu, ia akan melanjutkan pertemuan bilateral dengan Presiden China, Xi Jinping, di Beijing pada Selasa (2/9/2025). Dalam wawancara bersama kantor berita Xinhua sehari sebelumnya, Putin menyoroti eratnya hubungan Rusia dan China yang menjadi fokus utama pembicaraannya dengan Xi.

“Saya menantikan diskusi mendalam dengan Presiden Xi Jinping mengenai semua aspek agenda bilateral kami, termasuk kerja sama politik dan keamanan, serta hubungan ekonomi, budaya, dan kemanusiaan. Dan, seperti biasa, kami akan bertukar pandangan mengenai isu-isu regional dan internasional yang mendesak,” katanya dikutip SCMP.

Putin menggambarkan pertemuan ini sebagai peluang untuk menyatukan sikap dalam isu global yang terus berkembang.

1. Rusia dan China satu suara soal sejarah Perang Dunia II

ilustrasi perang (pexels.com/Polina Tankilevitch)
ilustrasi perang (pexels.com/Polina Tankilevitch)

China dan Uni Soviet, yang kini Rusia, sama-sama menanggung korban besar dalam Perang Dunia II. Catatan resmi China menyebut lebih dari 35 juta orang meninggal akibat agresi Jepang antara 1931–1945, sementara Uni Soviet kehilangan 27 juta jiwa dalam Perang Patriotik Raya 1941–1945.

Putin mengatakan kepada Xinhua bahwa perlawanan China kala itu menjadi faktor penting yang membantu Tentara Merah menghadapi Nazi di Eropa.

“Di Rusia, kami tidak akan pernah melupakan bahwa perlawanan heroik China adalah salah satu faktor krusial yang mencegah Jepang menusuk Uni Soviet dari belakang selama bulan-bulan tergelap pada 1941–1942. Ini memungkinkan Tentara Merah [Soviet] untuk memfokuskan upayanya pada menghancurkan Nazisme dan membebaskan Eropa,” ungkap Putin.

Ia juga mengecam negara-negara Barat yang dianggap mengaburkan fakta sejarah demi kepentingan politik modern. Menurutnya, Jepang menggunakan ancaman Rusia dan China untuk membenarkan kebangkitan militerisme, sementara Eropa kembali condong pada remiliterisasi yang bisa memicu neo-Nazisme.

Putin menambahkan, Rusia dan China menolak setiap upaya memutarbalikkan hasil perang.

“Rusia dan China dengan tegas mengutuk segala upaya untuk mendistorsi sejarah Perang Dunia Kedua, memuliakan Nazi, militeris, dan kaki tangan mereka, anggota pasukan pembunuh dan pembantai, atau mencemarkan nama baik pembebas Soviet. Hasil dari perang tersebut diabadikan dalam Piagam PBB dan instrumen internasional lainnya. Hasil tersebut tidak dapat diganggu gugat dan tidak tunduk pada revisi,” katanya.

Sebagai simbol kebersamaan, Putin akan duduk di sisi Xi pada parade Hari Kemenangan Perang Dunia II di Lapangan Tiananmen pada Rabu (3/9), memperingati 80 tahun kekalahan Jepang.

2. Kemitraan dagang Rusia–China capai rekor baru

ilustrasi pabrik minyak (pexels.com/Zakelj)
ilustrasi pabrik minyak (pexels.com/Zakelj)

Hubungan dagang Rusia dan China mencetak rekor 244,8 miliar dolar AS (setara Rp4 kuadriliun) pada 2024, menempatkan China sebagai mitra dagang utama Moskow. Hampir seluruh transaksi kini dilakukan dalam mata uang masing-masing negara, dengan dolar AS dan euro turun ke level sangat kecil. Rusia juga memasok lebih dari 100 miliar meter kubik gas ke China sejak 2019 melalui pipa Power of Siberia.

Proyek jalur baru bernama Far Eastern Route disepakati sejak 2022 oleh Gazprom dan China National Petroleum Corporation, dan direncanakan mulai beroperasi pada 2027. Jalur ini akan meningkatkan ekspor gas Rusia ke China sebesar 10 miliar meter kubik setiap tahun. Setelah terkena sanksi Barat pascainvasi Ukraina pada 2022, China menambah impor minyak Rusia sekaligus menyalurkan produk mobil dan elektronik, yang membuat perdagangan bilateral menembus 244,8 miliar dolar AS tahun lalu.

Putin menegaskan komitmennya untuk memperluas kerja sama di sektor ekonomi.

“Kerja sama ekonomi, perdagangan, dan kolaborasi industri antara negara kami maju di berbagai bidang,” ucapnya dikutip Economic Times.

Ia juga menyebut kedua negara tengah berupaya memperkuat kemandirian teknologi melalui riset bersama, pengembangan laboratorium mutakhir, hingga proyek ilmiah berskala besar.

3. Rusia dan China samakan visi geopolitik global

ilustrasi kesepakatan kerjasama (pexels.com/Ketut Subiyanto)
ilustrasi kesepakatan kerjasama (pexels.com/Ketut Subiyanto)

KTT SCO di Tianjin pada 31 Agustus–1 September 2025 digelar dalam skala terbesar sejak organisasi ini berdiri pada 2001. Selain Rusia dan China, anggota awalnya mencakup Kazakhstan, Kirgistan, Tajikistan, dan Uzbekistan. Kini jumlahnya sudah mencapai 10 negara dengan tambahan India serta Iran, dan agenda pertemuan berkembang meliputi perdagangan serta kerja sama ekonomi.

Partisipasi Perdana Menteri India, Narendra Modi, yang pertama kali berkunjung ke China dalam tujuh tahun terakhir, menjadi sorotan. Kehadirannya dipandang sebagai upaya memperkuat relasi dengan Rusia di tengah tekanan Amerika Serikat (AS) atas pembelian minyak Rusia oleh India.

Putin menilai kolaborasi Rusia dan China sangat penting bagi arah politik dunia, terutama dalam mendorong Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang lebih representatif bagi Asia, Afrika, dan Amerika Latin.

Mereka juga aktif di kelompok BRICS untuk memperbesar pengaruh global serta di forum Group of Friends in Defense of the UN Charter. Menurut Putin, Rusia dan China sepakat mengenai reformasi Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia, dengan visi membangun sistem keuangan baru yang adil, terbuka, dan tahan terhadap tujuan neokolonial, dilansir dari Anadolu Agency.

Sejak invasi Rusia ke Ukraina pada 2022, Barat menilai Rusia dan China sebagai kekuatan revisionis yang menantang tatanan pasca-Perang Dunia II. Namun, kedua negara justru menyebut diri sebagai penjaga tatanan itu dan menuding Barat menciptakan blok-blok yang memecah belah.

Keduanya kini gencar menggandeng negara-negara Selatan Global untuk menampilkan diri sebagai pembela multilateralisme, terlebih dengan sedikitnya pemimpin Barat yang diperkirakan hadir di parade Beijing pada Rabu (3/9/2025).

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Jujuk Ernawati
EditorJujuk Ernawati
Follow Us