Rupiah Ditutup Menguat ke Rp16.253 per Dolar AS

- Rupiah menguat 73,50 poin atau 0,45 persen menjadi Rp16.253 per dolar AS.
- Mata uang Asia bergerak variatif: Bath Thailand menguat, Ringgit Malaysia melemah, Yuan China melemah, Rupee India menguat, Peso Filipina menguat, Won Korea menguat, Dolar Taiwan melemah, dan Dolar Singapura menguat.
- Analis Doo Financial Futures Lukman Leong menyatakan rupiah akan mengalami penguatan terhadap dolar AS akibat sentimen negatif di pasar global terkait isu tarif. Data PMI menunjukkan kondisi kontraksi di sektor industri Indonesia.
Jakarta, IDN Times - Pergerakan nilai tukar atau kurs rupiah ditutup menguat pada akhir perdagangan, Senin (19/8/2024). Berdasarkan data Bloomberg, rupiah menguat ke level Rp16.253 per per dolar AS per dolar AS.
Rupiah tercatat menguat 73,50 poin atau 0,45 persen dibandingkan penutupan perdagangan sebelumnya di posisi Rp16.326,5 per dolar AS.
1. Mata uang di Asia bergerak variatif
Sejumlah mata uang di Asia bergerak variatif pada penutupan perdagangan, beberapa di antaranya:
- Bath Thailand menguat 0,99 persen
- Ringgit Malaysia melemah 0,32 persen
- Yuan China melemah 0,18 persen
- Rupee India menguat 0,27 persen
- Peso Filipina menguat 0,09 persen
- Won Korea menguat 0,59 persen
- Dolar Taiwan melemah 0,26 persen
- Dolar Singapura menguat 0,42 persen
2. Rupiah menguat karena sentimen negatif pasar global terkait isu tarif
Analis mata uang Doo Financial Futures Lukman Leong mengatakan, nilai tukar rupiah akan mengalami penguatan terhadap dolar AS yang mengalami tekanan akibat sentimen negatif di pasar global terkait isu tarif.
"Ini menyusul pernyaraa Presiden AS Donald Trump mengenai ancaman pengenaan tarif tambahan terhadap produk aluminium dan baja," ujar Lukman.
3. Kinerja PMI manufaktur alami kontraksi ke 47,4
Ia menjelaskan rupiah menguat secara terbatas karena data aktivitas manufaktur Indonesia. Data PMI yang dirilis pagi ini masih menunjukkan kondisi kontraksi di level 47,4 dan menandakan pelemahan sektor industri.
Berdasarkan laporan S&P Global, sektor manufaktur Indonesia terus mengalami penurunan pada pertengahan menuju kuartal II dipicu turunnya output dan permintaan baru yang terus melemah sejak April lalu.
Adapun penurunan permintaan pesanan baru pada Mei 2025 merupakan kondisi terparah dalam waktu hampir empat tahun terakhir yagn menyebabkan anjloknya volume produksi.