Studi: Mayoritas Warga Khawatir Distribusi Makan Gratis Tak Efisien

Jakarta, IDN Times - Mayoritas warga khawatir penyaluran makan bergizi gratis yang akan dijalankan pada 2025 tidak berjalan efektif. Ketidakefisienan itu bisa disebabkan oleh logistik yang buruk, kurangnya koordinasi antara lembaga yang terlibat, dan risiko pengiriman makanan ke sekolah.
Hal itu tercermin dari studi yang dilakukan oleh Centre of Economic and Law Studies (CELIOS) yang melibatkan 1.858 responden dari berbagai daerah yang mencakup wilayah pedesaan, pinggiran kota dan perkotaan. Teknik pengambilan sampel dilakukan secara acak berdasarkan representasi nasional dan data dikumpulkan secara digital melalui iklan yang ditayangkan oleh Facebook dan Instagram.
"Dengan memanfaatkan fitur iklan di kedua platform media sosial tersebut, penelitian ini dapat menargetkan responden dengan kriteria yang spesifik seperti kata kunci, lokasi, minat, usia dan jenis kelamin," ujar peneliti CELIOS, Bakhrul Fikri pada Senin (30/12/2024) dalam sesi virtual.
Jumlah responden yang mengaku khawatir program makan bergizi gratis tidak akan disalurkan secara efektif mencapai 46 persen. Sedangkan, 37 persen responden khawatir, program unggulan Presiden Prabowo Subianto itu rentan dijadikan bancakan atau ladang korupsi.
Potensi bancakan menguat lantaran berdasarkan data dari Indonesia Corruption Watch (ICW) 2023, jenis kasus korupsi di bidang noninfrastruktur mencapai 143 atau 39 persen. "Artinya, potensi program MBG (Makan Bergizi Gratis) disalahgunakan dan akan jadi kasus korupsi, itu sangat besar. Karena rantai birokrasi yang ditawarkan oleh pemerintah dalam penyaluran MBG sangat berpengaruh terhadap potensi kasus korupsi," tutur dia.
1. Celah potensi korupsi ada di pengadaan dan distribusi bahan makanan

CELIOS kemudian memetakan di mana potensi korupsi bisa terjadi dalam program unggulan Makan Bergizi Gratis. Pertama, celah bancakan bisa terjadi di pengadaan dan distribusi bahan makanan.
"Ini tercermin di bagaimana rantai birokrasi tadi dan keterlibatan banyaknya institusi pemerintah dari pusat hingga ke daerah. Hal itu membuka celah korupsi antara pejabat dengan penyedia bahan makanan. Salah satu modusnya yakni bagaimana memenangkan tender dengan harga lebih tinggi," ujar peneliti CELIOS, Bakhrul Fikri.
CELIOS juga mencatat modus untuk bisa memenangkan tender biasanya rentan terjadinya pemberian kick back atau suap dari perusahaan pengadaan untuk memenangkan kontrak pemerintah. Modus korupsi lainnya yang kerap terjadi dan bisa berulang di program makan bergizi gratis yakni penggelembungan jumlah bahan makanan yang dibeli, tetapi hanya sebagian yang diterima oleh penerima manfaat. Bisa pula terjadi pengiriman bahan makanan yang tidak sesuai dengan spesifikasi yang disetujui dalam kontrak.
Celah lain yang bisa dimanfaatkan untuk terjadinya korupsi yaitu pemalsuan data penerima manfaat. "Pendataan penerima makan bergizi gratis belum di-floorkan mekanismenya seperti apa, kemudian bagaimana syarat bagi pihak yang ingin menerima program makan bergizi gratis," tutur dia.
Seandainya sasaran dari program itu adalah anak sekolah, belum dipastikan usia anak dan lokasi sekolah yang mendapatkan manfaat program tersebut. Celah korupsi juga bisa terjadi di penyimpangan dalam proses pengawasan dan evaluasi.
2. 52 persen responden khawatir kualitas makanan dalam program makan bergizi gratis

Lebih lanjut, CELIOS juga menggambarkan 52 persen responden mengaku khawatir terhadap kualitas makanan yang akan disajikan dalam program makan bergizi gratis. Apalagi per anak hanya diberikan jatah anggaran mulai dari Rp10 ribu. Padahal, sebelumnya dijanjikan Rp15 ribu.
"Sudah hanya dikasih anggaran Rp10 ribu per porsi, tapi ternyata ada potensi korupsi, di mana para responden menjadi khawatir terhadap kualitas makanan bergizi gratis yang akan dikonsumsi oleh anak-anak mereka," kata Fikri.
Ia juga menggaris bawahi makanan yang rendah kualitas tidak hanya dapat mempengaruhi daya tarik anak-anak terhadap makanan tersebut. Tetapi, juga berisiko menurunkan nilai gizi yang seharusnya didapatkan.
"Maka, pihak penyelenggara program harus menerapkan standar kualitas yang jelas dan melakukan pengawasan untuk memastikan makanan yang disediakan aman dan bergizi," tutur dia.
3. Kenaikan PPN 12 persen digunakan untuk membiayai program makan bergizi gratis

Sementara, menurut CELIOS sudah menjadi rahasia umum, salah satu alasan pemerintah menaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen lantaran dananya akan digunakan untuk membiayai program unggulan Prabowo ini. Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto ketika memberikan keterangan pers pada 16 Desember 2024 lalu.
Tetapi, menurut Direktur Kebijakan Publik CELIOS, Media Wahyudi Askar, kurang tepat bila pembiayaan program makan bergizi gratis diambil dari dana hasil kenaikan PPN 12 persen. "Belum tentu semua komponen pajak konsumsi yang ditarik dari masyarakat itu digeser ke MBG (Makan Bergizi Gratis) lalu bermanfaat untuk semua masyarakat. Karena perlu dicatat MBG dengan biaya Rp71 triliun bukan berarti dibagi rata ke semua penerima karena pemerintah dengan skema sentralistiknya, sebagian dari Rp71 triliun itu digunakan untuk biaya operasional," ujar Media ketika menjawab pertanyaan IDN Times.
Ia menggaris bawahi program MBG sejak awal tidak didesain sebagai bantalan atas kenaikan PPN 12 persen. Maka, kebijakan program MBG dengan kenaikan PPN 12 persen tak bisa dikaitkan satu sama lain.