Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Tarif Impor AS Ancam Industri Otomotif Jepang!

Papan nama Harcourt House di 39 Gloucester Road, Wan Chai, Hong Kong, menampilkan logo Toyota dan Crown Motors. (Mioarseralyain, CC BY-SA 3.0, via Wikimedia Commons)
Intinya sih...
  • Kekhawatiran meningkat di Jepang setelah AS menerapkan tarif impor baru, mengancam industri otomotif.
  • Menteri Perdagangan Jepang gagal mendapatkan pengecualian dari tarif baja dan aluminium yang diberlakukan AS.
  • Dampak tarif mobil sebesar 25% dari Jepang ke AS diprediksi signifikan, dapat menekan PDB Jepang sebesar 0,33%.

Jakarta, IDN Times – Kekhawatiran terus meningkat di Jepang setelah pemerintah Amerika Serikat (AS) di bawah Presiden Donald Trump memperkenalkan tarif impor baru. Setelah gagal mendapatkan pengecualian dari tarif baja dan aluminium, kini industri otomotif Jepang menjadi target berikutnya.

Langkah AS ini berpotensi membawa dampak besar bagi perekonomian Jepang, mengingat industri otomotif memiliki keterkaitan luas dengan sektor lain. Para pemimpin bisnis Jepang, termasuk dari Japan Automobile Manufacturers Association (JAMA), telah menyuarakan kekhawatiran mereka dan mendesak pemerintah untuk mencari solusi.

1. Jepang gagal dapatkan pengecualian dari tarif AS

Bendera Jepang (Toshihiro Oimatsu from Tokyo, Japan, CC BY 2.0, via Wikimedia Commons)

Menteri Perdagangan Jepang, Yoji Muto, baru-baru ini mengunjungi AS untuk mengupayakan pengecualian dari tarif impor baja dan aluminium. Namun, upaya tersebut tidak membuahkan hasil.

“Sangat disesalkan bahwa tarif diberlakukan tanpa mengecualikan Jepang,” kata Kepala Sekretaris Kabinet Yoshimasa Hayashi, dikutip dari The Japan Times, Senin (24/3/2025).

Meski demikian, ia tidak menyinggung kemungkinan adanya langkah balasan dari Jepang, hanya menekankan bahwa komunikasi dengan AS akan terus dijaga.

Trump telah menjadikan kebijakan tarif sebagai bagian utama dari pemerintahannya. Selain untuk mengatasi defisit perdagangan, tarif ini juga disebut sebagai strategi menghadapi hambatan non-tarif seperti pajak pertambahan nilai dan fluktuasi mata uang.

Sementara itu, beberapa analis menilai dampak tarif baja dan aluminium terhadap ekonomi Jepang relatif kecil. Data menunjukkan bahwa baja hanya menyumbang 1,4 persen dan aluminium 0,1 persen dari total ekspor Jepang ke AS tahun lalu.

2. Potensi dampak besar tarif otomotif

ilustrasi Toyota (pexels.com/Erik Mclean)

Di tengah ketidakpastian ini, perhatian kini tertuju pada kemungkinan AS memberlakukan tarif impor sebesar 25 persen untuk kendaraan dari Jepang. Para pemimpin industri dan pembuat kebijakan di Jepang menilai dampak kebijakan ini jauh lebih signifikan dibandingkan tarif baja dan aluminium.

Laporan dari Mizuho Research & Technologies memperkirakan bahwa jika ekspor mobil Jepang ke AS turun 40 persen akibat tarif ini, maka dampaknya bisa mencapai 1,8 triliun yen Jepang dan menekan produk domestik bruto (PDB) nominal Jepang sebesar 0,33 persen.

“Mobil membutuhkan banyak suku cadang untuk perakitannya, sehingga menghasilkan efek berantai produksi dalam negeri yang signifikan pada berbagai sektor, seperti peralatan transportasi, baja, mesin listrik, logam non-ferrous, produk logam, serta teknologi informasi dan komunikasi,” ungkap laporan tersebut.

Masakazu Tokura, Ketua Keidanren—kelompok lobi bisnis terbesar di Jepang—juga menyoroti dampak tarif ini.

“Jika tarif mobil sekitar 25 persen diperkenalkan, tidak ada keraguan bahwa kerusakannya akan signifikan untuk beberapa waktu,” ujarnya.

3. Produsen mobil Jepang siapkan langkah antisipasi

Ilustrasi mobil yang akan diimpor (pexels.com/Torsten Dettlaff)

Para pemimpin industri otomotif Jepang telah mengadakan pertemuan darurat untuk membahas potensi dampak tarif ini. JAMA, yang menaungi perusahaan seperti Toyota, Honda, dan Nissan, menempatkan ancaman tarif ini sebagai agenda utama dalam diskusi mereka.

“Jika ini terjadi pada 2 April, kami dapat mengharapkan penyesuaian produksi yang signifikan,” kata Ketua JAMA, Masanori Katayama, dalam konferensi pers bulanan, dikutip dari The Street, Senin (24/3/2025).

Selain itu, JAMA telah berdiskusi dengan Kementerian Ekonomi, Perdagangan, dan Industri Jepang pada 19 Maret mengenai strategi mitigasi.

“Kami akan melihat bagaimana menyerap guncangan jangka pendek dan tindakan konkret apa yang dapat kami ambil untuk menangani guncangan ini, serta bagaimana menghadapinya dengan cara seluruh Jepang,” kata Katayama.

Di sisi lain, meskipun produsen mobil Jepang masih mengimpor kendaraan ke AS, mereka juga telah lama berinvestasi dalam manufaktur di Negeri Paman Sam. Sejak Honda mendirikan pabrik pertamanya di Ohio pada 1982, investasi Jepang di sektor otomotif AS telah mencapai 61 miliar dolar AS.

Namun, dampak tarif ini akan bervariasi di tiap perusahaan. Toyota, sebagai produsen mobil terbesar di Jepang, mengekspor 538.685 unit kendaraan ke AS pada 2024, atau sekitar 23 persen dari total penjualannya di sana. Sementara itu, Subaru lebih bergantung pada ekspor, dengan 328.064 unit atau sekitar 50 persen dari penjualannya di AS berasal dari Jepang. Mazda juga memiliki ketergantungan tinggi dengan angka ekspor 235.738 unit atau sekitar 55 persen dari total penjualannya.

Ke depan, Jepang terus memantau perkembangan kebijakan tarif AS, termasuk rencana Trump yang menunda sementara penerapan tarif serupa terhadap kendaraan dari Kanada dan Meksiko. JAMA dan pemerintah Jepang masih berupaya mencari solusi guna melindungi sektor otomotif yang menjadi tulang punggung ekspor negara tersebut.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us