Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Tiket Pesawat Mahal, Penumpang Garuda Turun 20 Persen

Penumpang pesawat Garuda Indonesia di Bandara Internasional Adisutjipto. (IDN Times/Holy Kartika)

Jakarta, IDN Times - PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, harus menerima kenyataan bahwa keputusan menaikkan tarif tiket pesawat harus dibayar dengan turunnya jumlah penumpang. Catatan Garuda, hingga akhir September 2019, terjadi penurunan penumpang 20,6 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.

Perseroan mencatat pada kuartal III-2018, jumlah penumpang sebesar 10,3 juta penumpang. Sementara di kuartal III-2019 penumpangnya hanya sebesar 8,2 juta penumpang.

Plt Direktur Utama Garuda Indonesia, Fuad Rizal mengatakan, penurunan ini juga lantaran banyak masyarakat yang beralih (shifting) ke beberapa moda transportasi.

"Jadi ada shifting dari pesawat karena ada penyesuaian harga," ujarnya dalam Public Expose di Gedung Garuda City Center, Jakarta, Jumat (27/12).

1. Garuda telah melakukan penyesuaian tarif sejak 2018

Plt. Direktur Utama Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (IDN Times/Hana Adi Perdana)

Fuad menyampaikan, Garuda telah melakukan penyesuaian tarif sejak 2018. Kenaikannya sudah mencapai 25 persen dari Tarif Batas Atas (TBA). Sementara itu, Citilink juga dilakukan penyesuaian tarif sebesar 40 persen.

Saat itu, tarif pesawat Garuda hanya 60 persen dari TBA, sedangkan Citilink tarifnya adalah 30 persen dari TBA.

"Jadi saat ini tarif Garuda itu 85 persen dari TBA dan Citilink 70 persen dari TBA," ungkapnya.

2. TBA Garuda lebih rendah dibanding beberapa transportasi lainnya

IDN Times/Roh Cahaya Padang

Berdasarkan data Kementerian Perhubungan (Kemenhub) TBA untuk FSC sebesar Rp2.520 per km. Ojek online sebesar Rp2.600 per km, taksi Rp6.500 per km dan MRT sebesar Rp1.000 per km.

"Jadi tarif (batas atas) penerbangan itu lebih murah," tuturnya.

3. Efisiensi maskapai guna menjaga laba bersih perseroan

Ilustrasi bandara. IDN Times/Mela Hapsari

Selain dari tarif pesawat yang meningkat, Fuad menyebut perusahaan terus berupaya untuk menjaga margin laba bersih. Salah satunya dengan menekan jumlah penerbangan yang tidak ramai.

"Dari produksi dioptimalkan misal dari 10 kali penerbangan sehari menjadi tujuh kali sehari, jadi sisa tiga flight itu hemat fuel. Jadi walau harga bahan bakar sudah mendekati tahun sebelumnya, tapi karena pengurangan volume bahan bakar kita tetap efisiensi bahan bakar," jelas dia.

Baca artikel menarik lainnya di IDN Times App, unduh di sini http://onelink.to/s2mwkb

Share
Topics
Editorial Team
Umi Kalsum
EditorUmi Kalsum
Follow Us