Kronologi Kasus Transaksi Mencurigakan Rp349 Triliun versi Menkeu

Surat berisi Rp349 triliun baru diterima pada 13 Maret

Jakarta, IDN Times - Menteri Keuangan Sri Mulyani kembali buka-bukaan mengenai kronologi munculnya transaksi janggal senilai Rp349 triliun di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang menyedot perhatian publik.

Adanya kasus transaksi mencurigakan ini pertama kali diungkapkan oleh Menkopolhukam Mahfud MD dan dibenarkan oleh Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana.

"Surat heboh sebesar Rp349 triliun semuanya serba 300. Saat itu, Pak Mahfud (Menkopolhukam) per tanggal 8 Maret 2023 menyampaikan di publik tapi kami belum menerima surat apapun. Namun saat itu, dijelaskan bahwa surat dikirim oleh PPATK tetapi baru diterimanya tanggal 9 Maret yang tertanggal 7 Maret," tegasnya dalam rapat bersama Komisi XI, Senin (27/3/2023).

Baca Juga: Sri Mulyani: Ada 17 Nama Entitas yang Terlibat Transaksi Mencurigakan

1. Surat pertama tidak bertuliskan angka

Kronologi Kasus Transaksi Mencurigakan Rp349 Triliun versi MenkeuPenjelasan Surat PPATK ke Kemenkeu (youtube.com/Komisi XI DPR Channel)

Sri Mulyani menjelaskan surat pertama yang diterimanya itu, tidak bertuliskan angka karena surat hanya berisi seluruh surat-surat dari PPATK yang dikirim sejak 2009 hingga 2023. Bahkan, menurutnya kompilasi surat (2009-2023) baru pertama kali diterima oleh Kementerian Keuangan.

"Biasanya surat-suratan antara Kemenkeu dengan PPATK jika ada penyelidikan dan entitas jadi tidak pernah lakukan kompilasi keseluruhan apalagi di tahun 2009-2023 sehingga (PPATK) diluar pakem. Hingga tanggal 9 Maret, Kemenkeu tidak menerima surat yang ada angkanya, makanya saya sampaikan ke publik bahwa saya belum tau dan belum bisa samapaikan pandangannya," tegasnya.

Dia pun menngatakan pada saat itu, pihaknya pertama kali menerima 196 surat berisi 36 halaman lampiran mengenai surat-surat PPATK ke Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan periode 2009-2023.

Baca Juga: Sri Mulyani Bongkar Surat PPATK soal Transaksi Mencurigakan Rp349 T

2. Surat kedua berisi 300 surat dengan transaksi Rp349 triliun

Kronologi Kasus Transaksi Mencurigakan Rp349 Triliun versi Menkeu(IDN Times/Arief Rahmat)

Dia menjelaskan pada 13 Maret 2023, PPATK baru mengirimkan surat kedua. Adapun surat kedua formatnya berisi seluruh daftar surat yang dikirimkan PPATK ke berbagai instansi sebanyak 300 surat dengan nilai transaksi Rp349 triliun. Sri Mulyani mengklaim jumlah itu tidak semuanya berhubungan dengan Kementerian Keuangan.

"Di situ ada angka Rp 349 triliun, kami sampaikan angka Rp349 triliun dari 300 surat yang ada dalam lampiran surat tersebut. Ternyata 300 surat ini yang Rp349 triliun, 100 surat PPATK ke APH lain, jadi bukan ke kita dengan nilai transaksi Rp74 triliun itu periode 2009-2023," ucapnya.

Sementara itu, kata dia, sebanyak Rp253 triliun terlampir dalam 65 surat berisi data dari transaksi debit kredit operasional perusahaan-perusahaan dan korporasi, yang tidak ada hubungannya dengan pegawai Kementerian Keuangan.

Baca Juga: Sri Mulyani Beberkan Modus Pencucian Uang SB yang Dilaporkan PPATK

3. Transaksi Rp349 triliun adalah laporan TPPU

Kronologi Kasus Transaksi Mencurigakan Rp349 Triliun versi MenkeuMenko Polhukam, Mahfud MD (ANTARA FOTO/Reno Esnir)

Sebelumnya, Mahfud MD, bersama Sri Mulyani, dan Ivan Yustiavandana, telah mencapai kesepahaman terkait dugaan transaksi mencurigakan Rp300 triliun merupakan laporan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Dalam jumpa pers pada 14 Maret 2023 di Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Ivan menepis dugaan transaksi mencurigakan itu korupsi atau TPPU.

"Saya ingin menyampaikan kesepahaman kami bersama bahwa yang kita bicarakan itu, yang saya dan Pak Ivan PPATK dan Bu Sri Mulyani mengomentari bahwa ini adalah laporan pencucian uang," ungkap Mahfud di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Senin (20/3/2023).

Berdasarkan analisis dan pembicaraan selama satu jam tadi, diperoleh informasi baru bahwa dugaan transaksi mencurigakan kini mencapai Rp349 triliun. Membengkak dari angka membengkak dari  angka sebelumnya Rp300 triliun.

Oleh sebab itu, ketiga lembaga mencapai tiga kesepakatan. Pertama, Kemenkeu akan melanjutkan untuk menyelesaikan semua Laporan Hasil Analisis (LHA) yang diduga sebagai tindak pencucian uang dari PPATK, baik yang menyangkut pegawai di lingkungan Kemenkeu atau pihak lain.

"Seperti yang dilakukan oleh Ditjen Pajak yang telah berhasil menambah penerimaan negara dari sektor pajak sekitar Rp7,08 triliun. Sedangkan, dari Ditjen Bea Cukai mencapai Rp1,1 triliun," kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya