Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Bos Garuda Ungkap Pasal 'Neraka' dalam Syarat Sewa Pesawat dari Lessor

ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal
ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal

Jakarta, IDN Times - Salah satu beban terberat Garuda Indonesia dalam krisis keuangannya ialah utang penyewaan pesawat terhadap lessor. Banyak pesawat Garuda yang tak terbang sehingga harus di-grounded, namun tak bisa dikembalikan lebih cepat dari masa sewa. Akibatnya Garuda  tetap harus membayar biaya sewa yang cukup besar.

Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra membeberkan, selama ini memang ada klausul yang sangat membebani perusahaan alias pasal 'neraka' dalam kontrak sewa pesawat dengan lessor.

"Saya ingin sampaikan, semua kontrak lessor kita ada pasal nerakanya. Satu, apapun yang terjadi Anda harus bayar. Semuanya seperti itu, jadi kita harus hati-hati, karena ini jadi obligation yang bisa berkepanjangan," kata Irfan dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR RI, Senin (21/6/2021).

1. Banyak lessor yang terapkan pasal 'neraka'

ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal
ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal

Irfan mengatakan, pasal 'neraka' itu banyak diterapkan lessor, karena sebagian besar kontrak sewa pesawat berbasis sale and leaseback. Apa itu? Sale and leaseback  adalah perjanjian jual-sewa kembali. Artinya, pemilik pesawat menjual pesawat kepada lessor. Lalu, lessor menyewakan kembali pesawat itu kepada pemilik aslinya. Tidak akan ada interupsi atau gangguan pada operasi pesawat, tetapi transaksi tersebut harus memberi perusahaan pemasukan ekstra.

"Ini sangat lazim untuk sebuah kontrak leasing yang basisnya adalah sale and leaseback. Saya perusahaan lessor, Bapak menjual pesawat Bapak ke saya, lalu saya sewakan lagi. Ya saya kan mesti dapat jaminan bahwa sewa saya itu dibayar sampai hitungannya selesai, jadi itu sangat biasa," katanya.

2. Harga sewa pesawat Garuda mahal!

Ilustrasi bandara. IDN Times/Mela Hapsari
Ilustrasi bandara. IDN Times/Mela Hapsari

Menurut Irfan mekanisme sale and leaseback itu wajar. Namun, yang tak wajar, menurutnya, harga sewa pesawat yang sangat mahal, sehingga menjadi beban Garuda. 

Ia mencontohkan, biaya sewa pesawat Boeing 777 saja 2 kali lipat lebih mahal dibandingkan harga standar.

"Ada benchmark-nya, ada industry standard-nya. Seperti (Boeing) 777 itu kita sewa 2 kali lipat dari harga standar industri. Bahwa memang kita punya spec agak berlebih dibandingkan standar, misalnya joknya kulit," tutur Irfan.

3. Fokus negosiasi dengan lessor

Direktur Utama PT Garuda Indonesia Tbk, Irfan Setiaputra. (IDN Times/Hana Adi Perdana)
Direktur Utama PT Garuda Indonesia Tbk, Irfan Setiaputra. (IDN Times/Hana Adi Perdana)

Irfan menuturkan, pihaknya tak mau meributkan kesalahan dalam menyewa pesawat yang dibuat manajemen sebelumnya. Saat ini, pihaknya hanya akan fokus melakukan negosiasi ulang terkait pengembalian pesawat dengan lessor.

"Tugas saya ke depan, menerima apapun tugas saya tanpa mengecek ke belakang. Saya gak mau jump to any conclusion situasi pengambilan keputusan pada waktu itu," tegasnya.

Ia mengungkapkan, pada tahun lalu manajemen berhasil negosiasi dengan lessor, dan mengembalikan 12 unit pesawat Bombardier CRJ-1000. 

"CRJ Bombardier 12 pesawat, itu sudah 8 tahun kita pakai, setiap tahun rugi," pungkasnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Umi Kalsum
Jumawan Syahrudin
Umi Kalsum
EditorUmi Kalsum
Follow Us