[CERPEN] Perjalanan Anak Monyet

Anak monyet merasakan tembakan polisi mengenai dahinya

Anak monyet itu menangis dalam kandang dipeluk oleh ibunya. Sedang ayahnya tengah melihat ke luar kandang. Waktu menunjukkan pukul 8 malam dan hujan deras membuat bau tanah mudah tercium. Bau yang disukai anak monyet.

Anak monyet berteriak kencang, “Jangaaan!” karena melihat majikannya melamar seekor monyet di luar kandang, di beranda rumah yang berhadapan dengan kandang. Di beranda, ada penghulu, dua orang saksi, satu monyet, dan majikannya. Penghulu berjabat tangan dengan majikan dengan rokok di mulutnya serta menggunakan kemeja dan celana jeans. Kedua saksi tersenyum lebar dan memberi selamat pada majikan. Monyet yang dilamar hanya diam saja dengan bahagianya. Mas kawin begitu istimewa sehingga monyet tidak dapat berkata-kata.

Anak monyet kembali berteriak, “Jangaaan!” dan anak monyet mendobrak pintu kandang hingga terbuka dan membuatnya dapat keluar dari kandang. Ketika berada di luar kandang, anak monyet melihat di sebelah kiri terdapat pohon besar yang sudah tua, tempatnya mencari tutup botol, kaleng, atau apa pun yang dapat digunakan sebagai alat musik. Itulah tempat orang-orang membuang sampah—lebih banyak sampah minuman pemuda yang dapat membuat mabuk. Di sebelah kanan, dari jauh terlihat mobil yang diinginkan anak monyet sejak pertama kali ia berjalan-jalan ke kota dengan majikannya.

Anak monyet kembali ingat pada tujuannya untuk berbicara pada majikannya agar membatalkan lamaran terhadap monyet baru. Begitu melihat ke depan, anak monyet melihat rumah majikannya dan beberapa rumah dengan lampu terang di berandanya. Anak monyet berlari kencang. Baru sedikit melangkah, tiba-tiba ada sekelompok anak kecil yang sedang bermain petasan dan salah satu dari mereka melempar petasan ke arah anak monyet dan membuatnya kaget karena petasan itu meledak tepat di depannya. Anak monyet membalas perbuatan anak kecil yang melemparkan petasan dengan mengambil sebuah batu dan melempar pada anak kecil yang membuatnya kaget. Lemparan anak monyet mengenai leher seorang anak dan membuat anak itu berteriak memanggil ayahnya. Anak monyet tertawa melihat anak kecil berteriak. Kemudian, di belakang anak monyet, ada seseorang dengan wajah yang terlihat marah. Anak monyet dipukul dengan balok kayu di bagian bahu hingga membuatnya kesakitan. Namun, anak monyet tidak membalas pukulan yang diarahkan padanya karena anak monyet takut kepada orang tersebut. Ia langsung lari menghindari pukulan yang sepertinya akan segera dilayangkan lagi. Ia berlari untuk berbicara dengan majikannya di dalam rumah.

Berlari ketika hujan membuat anak monyet tergelincir di teras rumah majikannya. Anak monyet sulit berdiri karena bahu dan kakinya sakit. Di beranda majikannya, ada kursi yang sedang diduduki seorang penjaga kebun binatang. Anak monyet tidak tahu mengapa ada penjaga kebun binatang di beranda majikannya. Ketika anak monyet berusaha berdiri, penjaga kebun binatang pun pergi tanpa melihat anak monyet. Tak lama setelah penjaga kebun binatang pergi, terdengar bunyi tembakan dan pelurunya mengenai kaki anak monyet dan membuat anak monyet berteriak.

Di samping rumah majikan anak monyet adalah rumah polisi. Ketika terdengar bunyi tembakan, polisi itu pun sedang berada di beranda dengan seorang dokter hewan—bermain catur. Segera, setelah mendengar teriakan anak monyet, dokter hewan pun mengobati luka anak monyet, sementara polisi masih duduk meminum kopi dan memindahkan pion karena ia hampir kalah. Penjaga kebun binatang yang tadi telah pergi pun datang kembali menghampiri anak monyet dan membantu dokter hewan agar anak monyet tidak meronta ketika peluru sedang dikeluarkan dengan pinset.

Setelah selesai dengan pekerjaannya, polisi mencari penembak anak monyet. Mengejar dengan tongkat di tangan kanannya untuk membantu berjalan karena beberapa bulan lalu, ia menjadi korban tabrak lari ketika sedang bertugas mengatur lalu lintas.

Ketika dokter hewan selesai dengan pekerjaannya, polisi datang membawa sebuah senapan dan surat. Polisi menemukan senapan itu di dekat pohon tua. Polisi belum membaca surat itu karena takut surat itu adalah surat pemecatannya. Dokter hewan mengambil surat tersebut, lalu membacanya.

Ingatlah pada pekerjaan kita! Aku memburu monyet. Dokter hewan, sembuhkan monyet itu agar profesimu tidak sia-sia. Pak Polisi, segeralah tangkap aku agar monyet dapat hidup tenang. Dan penjaga kebun binatang, kenapa kau ada di sana?

Surat itu membuat bingung mereka. Pintu rumah majikannya tidak juga terbuka, padahal bunyi senapan terdengar keras. Mungkin sedang serius memanjakan monyet yang baru saja dilamarnya.

Anak monyet yang telah disembuhkan akhirnya dapat berdiri walaupun terpincang-pincang. Karena telah melalui banyak hal, anak monyet melupakan tujuannya berbicara pada majikan. Ia lelah dan kembali saja ke kandang meninggalkan dokter hewan, polisi, dan penjaga kebun binatang.

Ketika dekat kandang, anak monyet melihat lampu menyinarinya dan lampu itu berasal dari mobil yang ia inginkan. Anak monyet melihat ayah ibunya mengeluarkan kepala melalui celah kandang dan berkata, “Cepat! Cepat!”. Namun, Anak monyet tidak mengerti maksud ayah ibunya. Dilihatnya kandang itu semakin lama semakin gelap dan kemudian hilang. Anak monyet memanggil ayah ibunya. Namun, yang terdengar hanyalah engahan napas yang semakin lama terdengar jelas. Anak monyet bingung harus mencari ayah ibunya ke mana karena di hadapannya gelap gulita.

Karena kebingungan, anak monyet meraba-raba mencari pohon tua dan memanjat. Susah payah, anak monyet memanjat dengan kaki dan bahu yang terluka. Di atas, ia bertemu seseorang yang sedang mengisap lem dengan baju yang kotor dan basah karena keringat. Anak monyet mencakar orang itu sampai jatuh, lalu hilang kesadaran. Polisi yang sedang mengobrol dengan penjaga kebun binatang dan dokter hewan mendengar sesuatu jatuh. Polisi itu langsung berlari menuju arah suara. Ketika polisi tersebut sedang berjalan, anak monyet pun turun dari pohon. Polisi yang sudah datang ke bawah pohon tua langsung menodongkan senjata ke arah anak monyet, kemudian menembaknya.

Anak monyet merasakan tembakan polisi mengenai dahinya. Namun, kemudian terdengar suara, “Kita sudah aman. Kita bebas.” Anak monyet bangun dan membuang daun kering yang berada di dahinya. Anak monyet telah berada di hutan bersama ayah ibunya.

Baca Juga: [CERPEN] Tak Lagi Menunggu Purnama

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

Didik MD Photo Verified Writer Didik MD

Yakin jadi penulis?

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Yudha

Berita Terkini Lainnya