Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

[CERPEN] Jejak Ikhlas di Jalan Takdir

Ilustrasi ayah dan anak (Pexels/Ketut Subiyanto)
Ilustrasi ayah dan anak (Pexels/Ketut Subiyanto)

Langit sore mulai berubah menjadi jingga ketika Nisa, seorang remaja berusia 17 tahun, duduk di sebuah ayunan di halaman rumahnya. Ia terlihat murung, memandangi buku catatan yang penuh coretan rencana masa depannya. Di sampingnya, ayahnya, Pak Haris, sedang merapikan tanaman bonsai favoritnya.

“Ayah,” panggil Nisa pelan. “Kenapa hidup ini terasa sulit diprediksi?”

Pak Haris menoleh, tersenyum lembut, lalu mendekat dan duduk di bangku taman di dekat Nisa. “Apa yang membuatmu berkata begitu, Nak?”

Nisa menatap langit. “Aku sudah membuat banyak rencana untuk masa depanku, tapi semuanya terasa begitu tidak pasti. Kadang aku takut semuanya tidak berjalan sesuai harapan.”

Pak Haris mengangguk pelan. “Kekhawatiran itu wajar, Nisa. Tapi tahukah kamu, bahwa masa depanmu sebenarnya sudah diatur oleh Allah?”

“Maksud Ayah?” tanya Nisa, sedikit terkejut.

Pak Haris tersenyum, lalu berkata, “Kita hanya manusia, Nisa. Kita memang diberi akal untuk merencanakan, tapi pada akhirnya, Allah-lah yang menentukan. Tugasku, tugasmu, adalah berusaha sebaik mungkin dan bertawakal kepada-Nya.”

“Tapi, Ayah,” sela Nisa, “kalau begitu, apa gunanya aku membuat rencana? Kenapa aku tidak menyerah saja dan pasrah?”

Pak Haris tertawa kecil. “Nak, menyerah dan pasrah itu berbeda dengan tawakal. Allah menyukai hamba-Nya yang berusaha keras, namun tetap menyandarkan hasilnya pada-Nya. Ada sebuah hadis, ‘Ikatlah untamu, lalu bertawakallah.’ Artinya, kau tetap harus berusaha, tapi percaya bahwa hasil akhirnya adalah keputusan terbaik dari Allah.”

Nisa terdiam, mencerna kata-kata ayahnya. “Tapi bagaimana kalau rencanaku gagal, Yah? Bukankah itu berarti aku tidak cukup baik?”

Pak Haris menggeleng. “Tidak, Nisa. Gagal bukan berarti kau tidak cukup baik. Bisa jadi, Allah sedang mempersiapkan sesuatu yang lebih baik untukmu. Kadang, kita tidak memahami rencana-Nya karena pandangan kita terbatas. Tapi percayalah, apa yang diberikan-Nya selalu yang terbaik.”

Nisa mengangguk pelan, meskipun masih ada sedikit keraguan di wajahnya. “Jadi, aku harus tetap mencoba?”

“Tentu saja,” jawab Pak Haris sambil menepuk pundak Nisa. “Berusahalah dengan sungguh-sungguh, berdoa, dan serahkan hasilnya pada Allah. Jangan lupa, apa pun yang terjadi, syukuri prosesnya.”

Keesokan harinya, Nisa memutuskan untuk melanjutkan rencananya dengan semangat baru. Ia mulai belajar lebih giat untuk ujian masuk universitas yang sudah lama diimpikannya. Kadang ia merasa lelah dan hampir putus asa, tapi ia selalu teringat kata-kata ayahnya tentang tawakal.

Pada hari pengumuman hasil ujian, Nisa membuka email dengan tangan gemetar. Ayahnya berdiri di belakangnya, memberikan dukungan tanpa berkata apa-apa. Setelah membaca hasilnya, air mata mengalir di pipi Nisa.

“Bagaimana, Nisa?” tanya Pak Haris dengan suara lembut.

Nisa menoleh, wajahnya bercampur antara senyum dan tangis. “Aku... gagal, Yah. Tapi aku merasa tenang. Aku sudah berusaha yang terbaik, dan mungkin Allah punya rencana lain untukku.”

Pak Haris tersenyum bangga. “Itulah yang Ayah maksud, Nisa. Keyakinanmu itulah yang akan membuatmu kuat. Ingat, gagal sekali bukan berarti gagal selamanya. Kadang, jalan yang kita inginkan bukanlah jalan terbaik yang Allah siapkan.”

Nisa mengangguk. “Aku akan mencoba lagi, Ayah. Kali ini dengan lebih yakin bahwa Allah selalu bersamaku.”

Langit sore mulai berubah menjadi keemasan, seakan ikut menyaksikan tekad baru Nisa. Dalam hati, ia berdoa agar Allah membimbing setiap langkahnya. Ia tahu, masa depan memang telah diatur oleh Allah, dan tugasnya adalah menjalani hidup dengan penuh usaha, doa, dan tawakal.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ahmad Baihaqi Salam
EditorAhmad Baihaqi Salam
Follow Us